Setelah Pak Kendra pergi dari messnya, Sauza mendudukkan tubuhnya di kursi. Ia termenung memikirkan sikap Pak Kendra yang menurutnya berlebihan.
"Kenapa Pak Kendra justru memperlihatkan rasa sukanya sama aku, bukannya sama Mbak Asmi saja yang jauh lebih senior dan terpercaya dari aku? Bukankah Pak Kendra senang dengan orang yang jujur dan terpercaya seperti Mbak Asmi?" tanyanya bicara sendiri.
"Kalung ini, kenapa Pak Kendra memberikan kalung semewah ini padaku? Bukankah masih ada anaknya yang pantas diberikan semua ini?" renung Sauza lagi sembari menimbang-nimbang kalung berlian pemberian Pak Kendra yang sangat mahal.
"Mira?" desisnya tiba-tiba. Ketika ingat Mira, Sauza dengan seketika merasa sedih dan benci. Dendamnya yang membara di dalam dada, kini seakan meluap-luap tidak tertadah.
"Harusnya mereka tidak bahagia atas pengkhianatannya. Mereka tidak tahu bahwa di sini aku begitu terluka. Mereka sangat keterlaluan dan tidak punya hati," umpat Sauza sedih, tiba-tiba air matanya meluncur kembali membasahi pipi.
"Mira, kenapa kamu khianati aku? Kamu goda suamiku dengan pesonamu, tidak tahukah kamu Mira, bahwa aku sangat kecewa karena perlakuanmu?" Lagi-lagi Sauza masih terkenang kenangan pahit ketika Mira berhasil menghancurkan rumah tangganya bersama Bima.
"Dan kamu Mas Bima, kamu mau-maunya digoda dan dirayu oleh sahabatku sendiri. Tidak tahukah kamu bahwa aku begitu hancur setelah melihatmu begitu perhatian pada penggoda itu? Bahkan kamu menghamilinya dan justru menuding aku mandul. Kamu tidak berhati, Mas. Bila aku tidak bisa membalas perlakuan kalian, maka aku hanya bisa doakan semoga hubungan kalian tidak akan pernah bahagia," dengus Sauza menggebu-gebu.
***
Enam bulan kemudian
"Za, Pak Kendra memanggilmu. Datanglah ke ruangannya," berita Asmi sembari memperhatikan Sauza dalam. Sauza terpaku, tidak membalas kalimat Asmi.
"Za, kenapa tidak kamu pertimbangkan lagi permintaan Pak Kendra, dia itu tulus lho. Sudah hampir setahun beliau menunggu kamu dan jatuh cinta padamu. Sejak kamu tidak pernah merespon permintaannya, Pak Kendra mulai sakit-sakitan, kesehatannya mulai menurun," tutur Asmi dengan wajah sedih.
Jantung Sauza mendadak berdegup kencang saat mendengar Asmi menyatakan bahwa Pak Kendra mulai sakit-sakitan. Ucapan Asmi seolah menuduh bahwa dirinyalah yang membuat pak Kendra jadi sakit-sakitan. Sauza tidak mau ia dituduh sebagai orang yang membuat bosnya itu sakit-sakitan akibat dia yang tidak menerima perasaannya.
"Kenapa Mbak Asmi seakan menyalahkan saya, kalau sayalah penyebab Pak Kendra sakit-sakitan saat ini?" Sauza membalikkan pertanyaan pada Asmi yang baginya tidak masuk akal.
"Ya, jelas dong, Za. Sebab Pak Kendra sangat mencintaimu. Sekarang temui saja dulu, mengenai diterima atau tidaknya perasaan Pak Kendra, itu mutlak berada di tangan kamu," ujar Asmi sembari berlalu.
"Mbak Asmi, keputusan itu mutlak di tangan saya, tapi kenapa saya seolah dipaksa untuk menerimanya?" teriak Sauza. Sayangnya Asmi sengaja tidak menghiraukan Sauza.
"Segera temui dia, Za. Sebelum kamu menyesal," balas Asmi berteriak sambil melambaikan tangan.
Sauza menjadi bingung, dia harus memutuskan apa. Pada akhirnya, Sauza berdiri dan bermaksud menemui Pak Kendra di ruangan pribadinya.
"Permisi, Pak. Boleh saya masuk?" ijin Sauza di depan pintu ruangan pribadi Pak Kendra.
"Masuklah, Za!" titah Pak Kendra masih berkharisma.
Sauza membuka pintu dengan lebar, lalu memasuki ruangan bosnya itu. Di sana terlihat sang Bos tengah tersenyum bahagia saat melihat Sauza datang.
"Akhirnya kamu datang, Za. Duduklah," titahnya menyuruh duduk. Sauza patuh lalu duduk berhadapan dengan Pak Kendra.
"Terimakasih, Pak," balas Sauza hormat.
"Sauza, jangan kaku seperti itu." Pak Kendra melayangkan protes karena sikap Sauza yang dinilainya kaku.
"Kata Mbak Asmi, Bapak sakit. Apa yang Bapak rasakan?" lontar Sauza mengalihkan fokus Pak Kendra.
"Saya tidak sakit secara lahir, tapi batin saya yang sakit," ungkap Pak Kendra sembari menatap lekat wajah Sauza penuh kerinduan.
"Batin, seperti apa itu, Pak?" tanya Sauza lagi serba salah karena tatap mata Pak Kendra membuatnya terintimidasi.
"Batin, seperti merindukan seseorang. Senyumnya cerianya dan celotehannya," ungkap Pak Kendra dalam.
"Siapa itu, Pak?" Sauza pura-pura tidak tahu, perlahan ia mengalihkan tatap menuju pahanya.
Tidak ada jawaban dari Pak Kendra, akan tetapi lelaki 50 tahun itu tiba-tiba meraih lalu menggenggam jemari Sauza erat seperti sedang menyalurkan sebuah kerinduan.
"Saya ingin pergi jauh, tapi masih ada yang mengganjal dalam diri saya." Pak Kendra semakin mempererat genggamannya yang perlahan coba dilepaskan Sauza.
"Jauh, jauh ke mana, Pak?" Sauza terkejut dengan ucapan Pak Kendra barusan.
Pria matang itu tidak menjawab, ia melepaskan genggaman tangannya lalu menghampiri Sauza dan berdiri di belakang Sauza. Tubuhnya merunduk lalu membisikan sesuatu di telinga Sauza.
"Jauh ke dalam hati kamu, Za." Bisikan di daun telinga Sauza membuat Sauza meremang.
Sauza membalikkan badan, pada saat itu posisinya begitu sangat dekat dengan Pak Kendra. Sauza tidak bisa menghindar lagi, sebab bosnya itu terlanjur dekat dengannya. Jantung Sauza tiba-tiba berdegup sangat kencang tidak karuan.
Permisi, Pak kendra. Aduh maaf, saya tidak sengaja datang kemari. Rupanya kalian sedang ...."
"Mbak Asmi, tunggu, Mbak!" Sauza merasa tidak enak atas kedatangan Asmi yang tiba-tiba, saat dirinya dan Pak Kendra seperti dua orang yang sedang berpelukan.
"Sudah, Za. Biarkan saja Asmi pergi. Kita lanjutkan pembicaraan kita." Pak Kendra menahan Sauza.
"Tapi Pak, Mbak Asmi nanti mengira kita sedang berpelukan." Sauza merasa was-was kalau Asmi tiba-tiba menyebarkan berita tidak benar tentang dirinya dan Pak Kendra.
"Biarkan saja, Asmi tidak akan melakukan itu. Saya minta maaf, kalau sikap saya barusan membuat kamu kurang nyaman," ujar Pak Kendra seraya berbalik menuju kursi kebesarannya.
Sauza terdiam, dia menjadi serba salah dengan situasi seperti ini.
"Maksud Bapak, pergi jauh ke dalam hatimu, itu seperti apa, Pak?" tanya Sauza, masih ingin menyangkal kalau bosnya itu punya perasaan lebih terhadapnya.
Sebetulnya Sauza sudah berpikir berbulan-bulan lamanya tentang perasaan Pak Kendra. Sesekali Sauza ingin menerima Pak Kendra untuk balas dendam terhadap Mira dan Bima. Namun sisi lain hatinya, sama sekali tidak ada perasaan lebih selain bawahan terhadap bosnya.
"Apakah ungkapan hati saya tempo bulan lalu masih belum bisa kamu pertimbangkan, Za? Saya yakin kamu tidak lupa dengan pernyataan yang pernah saya ungkapkan waktu itu," tutur Pak Kendra menatap dalam Sauza.
Sauza menenggelamkan wajahnya ke arah lantai di dalam ruangan bosnya. Ia bukan lupa, tapi sengaja melupakan dan berharap Pak Kendra juga melupakan perasaannya itu.
"Oh, i~itu, ya Pak? Eumm, iya Pak. Saya masih ingat. Saya hanya masih bingung, kenapa Bapak bisa menyukai saya?" Pertanyaan itu membuat Pak Kendra geleng kepala, padahal ia pernah mengutarakan kenapa ia menyukai Sauza.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments
Sunaryati
, Ayo , Sauza tak usah banyak alasan
2025-02-04
1