Bab 11: Tak Berjarak

Rupanya saat Nabila berkeliling melihat-lihat berbagai barang di butik itu, seorang pramuniaga mengikutinya dan membawa setiap benda yang Nabila lihat untuk dibawa ke kasir. Semua itu Dzaki yang memintanya.

"Tapi Dzaki, saya gak bisa nerima ini semua," tolak Nabila merasa tidak enak. Ia sangat tahu berapa harga dari barang-barang tersebut. Nabila bahkan bisa menaksir uang yang Dzaki keluarkan untuk semuanya. Pasti mencapai angka ratusan juta.

"Kenapa gak bisa, Bila? Ini semua aku beliin buat istri aku. Biasanya orang yang menikah bawa seserahan buat calon istrinya, tapi karena keadaan waktu itu aku jadi gak bisa kasih kamu seserahan. Jadi terima ya. Jangan sungkan, inget aku ini suami kamu," tegas Dzaki tidak ingin menerima penolakan dari Nabila.

"Tapi..." Debaran jantung Nabila kembali menderu saat Dzaki menyebutnya sebagai istri.

"Udah sini aku bawain," ajak Dzaki seraya mengambil alih kembali tujuh paperbag yang tadi ia berikan kepada Nabila.

Kemudian mereka sudah berada di mobil. "Kita ke mana lagi ya sekarang? Kamu ada ide?" tanya Dzaki di belakang setir, mengemudikan mobil yang ia sewa selama mereka ada di Bali.

"Ke mana ya? Bingung," sahut Nabila tak bisa menemukan ide.

"Gimana kalau kita jalan-jalan di pantai aja? Udah sore juga 'kan, udah teduh gak terlalu panas."

"Boleh," sahut Nabila setuju.

"Kalau gitu kita parkirin mobilnya di villa aja. Setelah itu kita ke pantai."

Kemudian keduanya sudah berada di pantai dekat dengan villa mereka. Matahari semakin berwarna jingga, tanda sudah mulai terbenam. Nabila dan Dzaki berjalan bersebelahan menyusuri pantai yang cukup privat itu dengan bertelanja ng kaki.

"Dzaki, makasih ya buat barang-barang tadi." Nabila membuka obrolan dan masih merasa tidak enak.

"Sama-sama. Aku seneng bisa beliin kamu barang-barang tadi. Nanti bilang aja kalau mau beli lagi, aku bakal temenin kamu belanja."

"Tapi 'kan harusnya yang belanja itu tadi kamu, kok malah jadi beliin buat saya?"

"Sebenernya aku emang pengen belanjain buat kamu. Kalau aku bilang mau beliin barang buat kamu, kamu pasti gak mau. Udah, tolong diterima dengan senang hati. Please?"

"Iya, saya seneng, kok. Sekali lagi makasih ya," ujar Nabila tulus.

Tiba-tiba Dzaki meraih tangan Nabila. "Boleh 'kan?"

Seketika jantung Nabila berdebar lebih kencang saat tangan hangat dan besar milik Dzaki menelusup di antara jari-jari tangannya. Nabila tak menyahut dan membiarkan Dzaki menggenggam tangannya.

Sudut hati mereka dipenuhi rasa bahagia. Berjalan di hamparan pasir dengan langkah yang sama dan juga tangan yang saling tertaut. Tak ada kata lagi yang keluar dari bibir mereka karena masing-masing dari mereka mencoba meredam bahagia yang terus menyeruak di hati masing-masing.

Hingga matahari pun benar-benar akan tenggelam beberapa menit lagi. Keduanya berhenti melangkah dan menatap pemandangan indah itu dengan tangan yang masih bertautan.

"Bagus banget," gumam Nabila terkagum-kagum. Jarang sekali ia bisa menatap matahari terbenam seindah ini.

Dzaki malah menoleh pada sang istri yang berdiri di sampingnya. Ia terpesona pada wajah cantik yang tersenyum mengagumi matahari yang sedang perpamitan itu. Bagi Dzaki, wajah di sampingnya jauh lebih indah dari matahari terbenam di depan sana.

"Iya, cantik banget," lirihnya. Bukan matahari yang dipuji oleh Dzaki, namun sang istri.

Kemudian Nabila menyadari bahwa Dzaki bukan tengah melihat ke arah matahari, namun ke arahnya.

Wajah Dzaki yang memantulkan sinar jingga kekuningan membuat Nabila pun menyadari, ternyata ia memiliki suami yang setampan ini. Wajah khas arabnya, bulu-bulu yang menghiasi rahang dan dagunya, bulu mata lentiknya, hidung mancungnya, cukup membuat Nabila merasa beruntung karena berhasil memiliki laki-laki tampan ini hanya untuknya sendiri.

Perlahan tangan Dzaki menyentuh pipi Nabila dan ia pun mendekat. Lagi, Dzaki mengecup kening sang istri.

"Hmm..." Dzaki masih merasakan jantungnya berdebar setelah kecupan kedua yang ia berikan pada Nabila. "Udah waktunya pulang. Waktunya sholat maghrib."

"I-iya..." Nabila tak kalah berdebar. Kemudian mereka pun kembali ke villa mereka.

Hari pun berlalu dan berganti. Tak terasa tiga minggu sudah sejak pernikahan dadakan itu. Nabila dan Dzaki telah melakukan banyak hal di masa bulan madu mereka. Tak hanya itu, mereka pun semakin dekat.

Perlahan Nabila mulai membuka hatinya untuk menerima pernikahan yang sangat ia tentang pada awalnya itu. Ternyata Dzaki tidak seburuk yang dia kira. Laki-laki itu sangat baik, menghormatinya, ceria dan selalu bisa membuatnya tertawa. Kekhawatiran karena harus bersuamikan seorang laki-laki yang jauh lebih muda darinya pun menguap entah kemana. Nyatanya, walaupun memiliki banyak perbedaan, Nabila merasa bahagia saat bersama Dzaki.

Hari-hari Nabila selalu penuh dengan kebahagiaan. Masa mereka berdua di Bali benar-benar bisa dikatakan definisi sesungguhnya dari bulan madu, yaitu bulan yang manis.

Malam itu, seperti sudah menjadi kebiasaan, Dzaki dan Nabila menghabiskan waktu bersama setelah makan malam di ruang tengah. Kadang mereka menonton, atau hanya bercengkrama saja, mencoba semakin dekat lagi dan lagi.

Nabila terus tertawa dengan lelucon yang Dzaki lontarkan.

"Aneh ih, masa kamu makan mie goreng pakai selai kacang?" tawa Nabila karena tingkah konyol suami kecilnya itu.

"Coba deh kamu buka tiktok makanya. Banyak menu makanan yang gak biasa padahal dari makanan yang asalnya biasa-biasa aja."

"Aku juga suka buka tiktok kali. Cuma ya gak buka hal-hal yang aneh gitu," ujar Nabila. Sekarang ia sudah lebih luwes berbicara dengan Dzaki. Tidak lagi menyebut 'saya' pada dirinya sendiri, melainkan 'aku'.

"Harus tahu dong. Suaminya 'kan anak gen Z," celoteh Dzaki.

"Iya deh yang paling gen Z. Apalah aku yang milenial ini," sahut Nabila mengundang tawa Dzaki.

Kemudian, tiba-tiba Dzaki meraih tangan Nabila. Nabila pun membiarkannya. Dzaki melihat cincin pernikahan mereka yang melingkar di jari manis Nabila.

“Bila.”

"Hm?"

Tiba-tiba Dzaki menjadi serius. Ia menatap Nabila dengan hangat. “Aku punya permintaan. Boleh gak kamu kabulin?"

"Permintaan?"

"Boleh gak kamu lepas hijab kamu? Aku suami kamu, loh. Masa sejak kita nikah aku belum pernah ngelihat kamu gak pakai hijab.”

Nabila menimang-nimang. Memang benar Dzaki berhak melihatnya tanpa hijab, namun ia masih sedikit ragu.

“Please,” pinta Dzaki.

Rasanya tidak apa-apa jika Dzaki hanya ingin melihat penampilannya tanpa hijab, pikir Nabila. Apalagi setelah tiga minggu mereka lewati bersama, Nabila semakin yakin bahwa pernikahan ini bisa ia lanjutkan.

Nabila pun mengangguk pelan, menerbitkan senyum tipis di bibir Dzaki. Perlahan Dzaki membuka hijab bergo yang dikenakan Nabila jika ia sedang berada di rumah. Seketika rambut hitam tebal, panjang, dan lurus milik Nabila yang diikat ekor kuda pun terpampang di hadapan Dzaki.

Dzaki begitu terpesona. Ia seperti melihat wanita yang berbeda. Nabila yang memiliki darah tionghoa terlihat seperti seorang aktris Korea. Rambut panjang dan hitam yang dipadukan dengan kulit putih bersihnya yang selama ini selalu tertutup rapat.

Belum puas, Dzaki meraih ikatan rambut Nabila dan melepaskannya, membuat rambut Nabila pun tergerai dengan indahnya. Perlahan Dzaki merapikan rambut Nabila agar tertata lebih indah di kedua sisi pundaknya.

Nabila sendiri merasa sangat berdebar. Ini adalah pertama kalinya lagi Nabila memperlihatkan penampilannya tanpa hijab pada seorang pria.

“Cantik banget, istriku.” Dzaki begitu terhipnotis.

Walaupun terdengar gombal, tapi kata-katanya sangat jujur, terbukti dari kedua mata Dzaki yang terpesona pada Nabila. Baginya, penampilan Nabila tanpa hijab benar-benar sangat cantik. Yang lebih membahagiakannya lagi, kecantikan itu hanya Nabila perlihatkan kepadanya.

Dzaki tak bisa menahannya, ia pun mendekat dengan perlahan. Ia ingin melihat reaksi Nabila. Dan sesuai harapan Dzaki, Nabila diam tak bergerak. Bahkan saat bibir mereka semakin dekat Nabila menutup matanya dan menyambut bibir Dzaki di bibirnya.

Terpopuler

Comments

Dewi Anggya

Dewi Anggya

aiiiiih jd bapeeeeer part ini ragara ulah si Dzaky 🤭🤭🤭🤭 tanggung jawab Dzaky 🤭🤭🤭

2025-02-04

1

lihat semua
Episodes
1 Bab 1: Janda Satu Anak
2 Bab 2: Pria di Kamar Nabila
3 Bab 3: Mendadak Nikah
4 Bab 4: Sisi Dzaki
5 Bab 5: Bulan Madu
6 Bab 6: Bila
7 Bab 7: Mulai Penasaran
8 Bab 8: Mendekat
9 Bab 9: Usaha Dzaki
10 Bab 10: Rasa yang Dalam
11 Bab 11: Tak Berjarak
12 Bab 12: Malam Terakhir
13 Bab 13: Sepuluh Tahun Lalu
14 Bab 14: Gagal Berkenalan
15 Bab 15: Patah Hati
16 Bab 16: Hanya Nabila
17 Bab 17: Di Rumah Nabila
18 Bab 18: Bertemu Diam-diam
19 Bab 19: Protektif
20 Bab 20: Pendekatan
21 Bab 21: Berdebat
22 Bab 22: Kesempatan Sekali Seumur Hidup
23 Bab 23: Bertemu Mertua
24 Bab 24: Permintaan
25 Bab 25: Semakin Curiga
26 Bab 26: Cepat atau Lambat
27 Bab 27: Keluarga Nabila
28 Bab 28: Manis
29 Bab 29: Ini adalah Saatnya
30 Bab 30: Suami Baru
31 Bab 31: Sesi Curhat Ayah-Anak Sambung
32 Bab 32: Pencemburu
33 Bab 33: Akal-akalan Dzaki
34 Bab 34: Rumah Baru
35 Bab 35: Manager?
36 Bab 36: Bisa Menerima
37 Bab 37: Kata-kata Ajaib
38 Bab 38: Sushi untuk Hazel
39 Bab 39: Salah Paham
40 Bab 40: Orang yang Penting
41 Bab 41: Cerminan Diri
42 Bab 42: Jalan yang Sama
43 Bab 43: Sudah siap
44 Bab 44: Gugup
45 Bab 45: Sudut Pandang
46 Bab 46: Mantan Ibu Mertua
47 Bab 47: Suami Pertama
48 Bab 48: Menenangkan Nabila
49 Bab 49: Memberi Tahu
50 Bab 50: Tak Terima
51 Bab 51: Tanpa Ragu
52 Bab 52: Gua Cinta Nyokap Lu
53 Bab 53: Hikmah
54 Bab 54: Benci
55 Bab 55: Apa yang Salah dengan Jatuh Cinta?
56 Bab 56: Mulai Luluh
57 Bab 57: Masih ada Harapan
Episodes

Updated 57 Episodes

1
Bab 1: Janda Satu Anak
2
Bab 2: Pria di Kamar Nabila
3
Bab 3: Mendadak Nikah
4
Bab 4: Sisi Dzaki
5
Bab 5: Bulan Madu
6
Bab 6: Bila
7
Bab 7: Mulai Penasaran
8
Bab 8: Mendekat
9
Bab 9: Usaha Dzaki
10
Bab 10: Rasa yang Dalam
11
Bab 11: Tak Berjarak
12
Bab 12: Malam Terakhir
13
Bab 13: Sepuluh Tahun Lalu
14
Bab 14: Gagal Berkenalan
15
Bab 15: Patah Hati
16
Bab 16: Hanya Nabila
17
Bab 17: Di Rumah Nabila
18
Bab 18: Bertemu Diam-diam
19
Bab 19: Protektif
20
Bab 20: Pendekatan
21
Bab 21: Berdebat
22
Bab 22: Kesempatan Sekali Seumur Hidup
23
Bab 23: Bertemu Mertua
24
Bab 24: Permintaan
25
Bab 25: Semakin Curiga
26
Bab 26: Cepat atau Lambat
27
Bab 27: Keluarga Nabila
28
Bab 28: Manis
29
Bab 29: Ini adalah Saatnya
30
Bab 30: Suami Baru
31
Bab 31: Sesi Curhat Ayah-Anak Sambung
32
Bab 32: Pencemburu
33
Bab 33: Akal-akalan Dzaki
34
Bab 34: Rumah Baru
35
Bab 35: Manager?
36
Bab 36: Bisa Menerima
37
Bab 37: Kata-kata Ajaib
38
Bab 38: Sushi untuk Hazel
39
Bab 39: Salah Paham
40
Bab 40: Orang yang Penting
41
Bab 41: Cerminan Diri
42
Bab 42: Jalan yang Sama
43
Bab 43: Sudah siap
44
Bab 44: Gugup
45
Bab 45: Sudut Pandang
46
Bab 46: Mantan Ibu Mertua
47
Bab 47: Suami Pertama
48
Bab 48: Menenangkan Nabila
49
Bab 49: Memberi Tahu
50
Bab 50: Tak Terima
51
Bab 51: Tanpa Ragu
52
Bab 52: Gua Cinta Nyokap Lu
53
Bab 53: Hikmah
54
Bab 54: Benci
55
Bab 55: Apa yang Salah dengan Jatuh Cinta?
56
Bab 56: Mulai Luluh
57
Bab 57: Masih ada Harapan

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!