Bab 10: Rasa yang Dalam

Subuh hari, Nabila terbangun. Saat ia membuka mata, ia melihat sosok Dzaki berada di sebelahnya. Sontak Nabila bangkit dari posisi berbaringnya. Namun saat ia mengucek matanya, itu memang Dzaki, si boneka teddy bear besar, bukan Dzaki yang sesungguhnya.

Nabila mengusak rambutnya yang tergerai. Ia tersenyum tak habis pikir, "konyol banget sih aku nyangka boneka ini beneran Dzaki barusan."

Nabila bingung dengan perasaannya. Baru juga beberapa hari namun ia sudah mulai merasa nyaman dengan kehadiran Dzaki di sampingnya. Saat mengobrol, Nabila merasa nyaman. Dzaki juga sangat menghargainya. Ia tak pernah melewati batas. Padahal Nabila cukup khawatir pada awalnya bahwa Dzaki akan bersikap tak sopan, angkuh, dan seenaknya. Semua spekulasi itu dikarenakan gambaran Dzaki yang diberikan oleh Gina. Namun setelah mengenal Dzaki lebih jauh dengan mata kepalanya sendiri, ternyata Dzaki justru sangat hangat.

Nabila bahkan merasakan hal yang aneh. Entah mengapa Nabila merasa Dzaki memiliki rasa terhadapnya, bukan sekedar ia sedang mencoba untuk membuka hatinya untuk Nabila. Dzaki seperti sudah memiliki perasaan yang dalam terhadap Nabila.

"Tapi, masa secepat ini Dzaki punya rasa sama aku?" gumam Nabila tak percaya.

Nabila berhenti memikirkannya. Ia ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu. Kemudian ia menggelar sejadah dan bersiap sembahyang di awal hari itu. Saat akan melafalkan niat di dalam hatinya, pintu kamar Nabila diketuk.

"Bila, kamu udah bangun?" terdengar suara Dzaki di luar sana.

"Dzaki?" gumam Nabila. Ia pun menghampiri pintu. Benar saja, Dzaki berdiri di sana dengan menggunakan baju koko dan juga sarung.

"Selamat pagi," sapanya.

"Pagi. Ada apa?" tanya Nabila dengan tercengang melihat penampilan Dzaki.

"Kamu baru beres sholat apa baru mau sholat?"

"Saya baru mau sholat."

Senyum Dzaki segera terkembang. "Syukur kalau gitu. Gimana kalau kita sholat berjamaah?"

Sontak Nabila tertegun. Sholat berjamaah? Dengan pria yang kini sudah berstatus sebagai suaminya itu?

"Iya," sahut Dzaki. "Kamu kok kaget gitu? Gini-gini aku dulu sempet boarding school. Kalau jadi imam buat sholat sama istri sendiri sih aku bisa."

"Enggak, maksud aku gak gitu, kok." Nabila merasa tak enak karena terkesan meremehkan Dzaki. "Ya udah boleh. Lagian pahalanya lebih besar kalau kita sholat berjamaah."

"Ya udah. Mau di kamar aku, atau di kamar kamu sholatnya?"

"Boleh di sini aja," lirih Nabila dengan hati berdebar.

"Kalau gitu aku ambil sejadah aku dulu ya," pamit Dzaki. Tak lama ia datang dengan sejadah miliknya.

Kemudian keduanya pun melakukan sholat subuh bersama. Dzaki menjadi imam, Nabila menjadi makmumnya. Nabila cukup terkejut karena Dzaki ternyata memiliki pelafalan yang merdu saat ia membacakan surat-surat yang dibacanya ketika sholat. Nabila hampir tak mengenali Dzaki yang ditemukan sedang mabuk di dalam kamarnya waktu itu.

Setelah salam, mereka berdzikir dan berdoa sejenak. Kemudian Dzaki menoleh ke arah Nabila yang ada di belakangnya. Nabila sontak seperti melihat sosok Hadi. Tanpa sadar ia pun mengulurkan tangannya yang tertutup mukena. Dengan ragu Dzaki menyambutnya. Lalu Nabila menyentuhkan punggung tangan Dzaki pada kening dan ujung hidungnya.

Mereka bertemu tatap. Nabila kontan terkejut saat ia menyadari sosok yang ia cium tangannya bukanlah almarhum Hadi, melainkan Dzaki, suami barunya.

'aku kok kayak gak sadar sih barusan?'

Kemudian Dzaki mendekat pada Nabila dan mengecup kening Nabila dengan penuh kasih sayang. Kedua jantung mereka menderu seketika saat bibir Dzaki menyentuh kening Nabila.

"Aku ke kamar dulu ya," pamit Dzaki setelah itu. Kemudian tanpa menunggu Nabila menyahut, Dzaki sudah pergi dari kamar sang istri.

Nabila menyentuh dadanya yang terasa berdegup kencang. Juga keningnya yang dikecup Dzaki, masih bisa Nabila rasakan, seakan bibir Dzaki masih menempel di sana.

"Ya Allah, kenapa aku deg-degan kayak gini?"

...***...

Matahari semakin meninggi. Pemandangan laut pun semakin terlihat indah di pagi hari itu. Nabila menuju dapur dan mempersiapkan beberapa macam masakan untuk disantap saat sarapan. Setelah itu Nabila membawanya ke beranda belakang dan menatanya di meja yang ada di sana. Sarapan sambil menikmati pemandangan laut bukan sesuatu yang bisa dilewatkan.

"Kamu lagi apa, Bil?" Dzaki datang mendekati Nabila.

"Saya lagi siapin sarapan. Yuk sarapan dulu." Nabila pun duduk di salah satu kursi dan Dzaki di sisi yang lain.

Dzaki terpana melihat ada nasi goreng, sosis, telur, buah-buahan, dan juga susu di atas meja tertata dengan indah dan rapi. "Wah, aku punya istri gak cuma jago masak, tapi jago ngehias makanannya juga."

"Ngehias apa coba. Udah ayo makan," ajak Nabila. Mereka pun mulai menikmati sarapan mereka.

"Kamu kenapa gak ngasih tahu kalau kamu mau bikin sarapan? Padahal aku bisa bantu kamu tadi."

"Kamunya juga di kamar. Lagian ini sarapannya simple kok. Jadi sendiri juga gak apa-apa. Kamu abis sholat subuh ngapain di kamar?"

"Kamu pasti nyangka aku tidur lagi? Enggak, kok, Tadi aku dapet telepon dari perusahaan. Ada kendala sama kerjaan aku."

"Kendala? Tapi gak ada yang serius 'kan?"

"Aman, kok. Biasa itu mah. Oh iya, hari ini kamu mau ngapain aja? Udah ada rencana?" tanya Dzaki sambil menyuapkan sesuap nasi goreng ke dalam mulutnya.

"Saya mau beresin kerjaan aja hari ini."

"Kira-kira sampai jam berapa?" tanya Dzaki lagi.

"Gak bisa mastiin sih. Mungkin sekitar bada zhuhur. Kenapa emangnya?"

"Aku mau ngajakin kamu jalan-jalan. Masa udah beberapa hari di Bali kita cuma di villa aja. Kamu gak bosen?"

"Biasa aja sih, gak bosen."

"Masa? Kalau aku udah bete banget. Gimana kalau kita ke Mall?"

"Mall?"

"Iya, aku gak bawa banyak baju ke sini. Jadi harus belanja. Kamu temenin ya?" pinta Dzaki.

Nabila mengangguk. "Boleh. Abis saya selesain kerjaan saya, saya temenin kamu."

Kemudian setelah sarapan itu, Nabila dan Dzaki kembali ke kamar masing-masing. Mereka selesaikan pekerjaan mereka secepat mungkin karena mereka sama-sama ingin segera pergi untuk berjalan-jalan.

Dzaki tak sabar untuk bisa berjalan-jalan dengan Nabila, dan begitu juga sebaliknya.

Siang hari menjelang sore, mereka pun tiba di salah satu Mall terbesar yang ada di Bali. Dzaki masuk ke salah satu butik.

"Kamu mau beli bajunya di sini?" tanya Nabila tercengang. Ia cukup tahu butik tersebut karena beberapa rekan kerjanya, bahkan atasannya, selalu menjadikan barang-barang dari butik tersebut sebagai tolak ukur kemapanan dan kesuksesan mereka. Jika memiliki barang dari brand ini, maka ia bisa dikatakan mapan. Begitulah kira-kira.

"Iya. Yuk masuk," ajak Dzaki. "Kamu lihat-lihat di bagian perempuan aja ya. Aku ke sebelah sana. Takutnya kamu bosen kalau ikut sama aku."

Sebelum Nabila menyahut, Dzaki sudah berjalan ke sisi di mana pakaian untuk laki-laki berada. Nabila pun ke area pakaian-pakaian dan aksesoris untuk wanita. Nabila langsung tercengang melihat tag harga yang tertera di barang-barang itu.

"Mahal banget," gumam Nabila.

"Ada yang bisa saya bantu, Mbak?" tanya seorang pramuniaga.

"Saya gak akan beli sih, Mbak, cuma lihat-lihat aja."

"Baik, silahkan."

Nabila pun melihat beberapa pakaian, sepatu, dan benda-benda lain di toko itu. Pada dasarnya Nabila memang tidak begitu tertarik dengan barang-barang branded. Yang penting baginya nyaman dan fungsional saja. Namun Nabila cukup terhibur hanya dengan melihat benda-benda tersebut. Ia tak bosan sama sekali karena harus menunggu Dzaki membeli pakaiannya.

Kemudian setelah cukup lama, ia melihat Dzaki sudah berada di kasir. Nabila pun keluar dari butik dan menunggu Dzaki. Saat Dzaki keluar dengan banyak paperbag besar di tangannya. Nabila sontak membuka mulutnya.

"Kamu belanja banyak banget?"

Dari sepuluh paperbag besar yang dipegangnya, tujuh diantaranya ia berikan kepada Nabila. "Yang ini punya kamu."

Dengang bingung Nabila menerima tujuh paperbag itu. "Punya saya? Saya 'kan gak beli ap..."

Saat Nabila melihat isinya, semua itu adalah baju, tas, sepatu, hijab, make up, kacamata, bahkan pakaian dalam yang tadi dilihatnya, semua ada di paperbag itu.

"Dzaki ini..."

"Semua yang tadi kamu lihat, aku beliin semuanya buat kamu."

Terpopuler

Comments

Dewi Anggya

Dewi Anggya

ahhhh Dzaky..meleleh hati Nabila 😘😘

2025-02-03

1

lihat semua
Episodes
1 Bab 1: Janda Satu Anak
2 Bab 2: Pria di Kamar Nabila
3 Bab 3: Mendadak Nikah
4 Bab 4: Sisi Dzaki
5 Bab 5: Bulan Madu
6 Bab 6: Bila
7 Bab 7: Mulai Penasaran
8 Bab 8: Mendekat
9 Bab 9: Usaha Dzaki
10 Bab 10: Rasa yang Dalam
11 Bab 11: Tak Berjarak
12 Bab 12: Malam Terakhir
13 Bab 13: Sepuluh Tahun Lalu
14 Bab 14: Gagal Berkenalan
15 Bab 15: Patah Hati
16 Bab 16: Hanya Nabila
17 Bab 17: Di Rumah Nabila
18 Bab 18: Bertemu Diam-diam
19 Bab 19: Protektif
20 Bab 20: Pendekatan
21 Bab 21: Berdebat
22 Bab 22: Kesempatan Sekali Seumur Hidup
23 Bab 23: Bertemu Mertua
24 Bab 24: Permintaan
25 Bab 25: Semakin Curiga
26 Bab 26: Cepat atau Lambat
27 Bab 27: Keluarga Nabila
28 Bab 28: Manis
29 Bab 29: Ini adalah Saatnya
30 Bab 30: Suami Baru
31 Bab 31: Sesi Curhat Ayah-Anak Sambung
32 Bab 32: Pencemburu
33 Bab 33: Akal-akalan Dzaki
34 Bab 34: Rumah Baru
35 Bab 35: Manager?
36 Bab 36: Bisa Menerima
37 Bab 37: Kata-kata Ajaib
38 Bab 38: Sushi untuk Hazel
39 Bab 39: Salah Paham
40 Bab 40: Orang yang Penting
41 Bab 41: Cerminan Diri
42 Bab 42: Jalan yang Sama
43 Bab 43: Sudah siap
44 Bab 44: Gugup
45 Bab 45: Sudut Pandang
46 Bab 46: Mantan Ibu Mertua
47 Bab 47: Suami Pertama
48 Bab 48: Menenangkan Nabila
49 Bab 49: Memberi Tahu
50 Bab 50: Tak Terima
51 Bab 51: Tanpa Ragu
52 Bab 52: Gua Cinta Nyokap Lu
53 Bab 53: Hikmah
54 Bab 54: Benci
55 Bab 55: Apa yang Salah dengan Jatuh Cinta?
56 Bab 56: Mulai Luluh
57 Bab 57: Masih ada Harapan
Episodes

Updated 57 Episodes

1
Bab 1: Janda Satu Anak
2
Bab 2: Pria di Kamar Nabila
3
Bab 3: Mendadak Nikah
4
Bab 4: Sisi Dzaki
5
Bab 5: Bulan Madu
6
Bab 6: Bila
7
Bab 7: Mulai Penasaran
8
Bab 8: Mendekat
9
Bab 9: Usaha Dzaki
10
Bab 10: Rasa yang Dalam
11
Bab 11: Tak Berjarak
12
Bab 12: Malam Terakhir
13
Bab 13: Sepuluh Tahun Lalu
14
Bab 14: Gagal Berkenalan
15
Bab 15: Patah Hati
16
Bab 16: Hanya Nabila
17
Bab 17: Di Rumah Nabila
18
Bab 18: Bertemu Diam-diam
19
Bab 19: Protektif
20
Bab 20: Pendekatan
21
Bab 21: Berdebat
22
Bab 22: Kesempatan Sekali Seumur Hidup
23
Bab 23: Bertemu Mertua
24
Bab 24: Permintaan
25
Bab 25: Semakin Curiga
26
Bab 26: Cepat atau Lambat
27
Bab 27: Keluarga Nabila
28
Bab 28: Manis
29
Bab 29: Ini adalah Saatnya
30
Bab 30: Suami Baru
31
Bab 31: Sesi Curhat Ayah-Anak Sambung
32
Bab 32: Pencemburu
33
Bab 33: Akal-akalan Dzaki
34
Bab 34: Rumah Baru
35
Bab 35: Manager?
36
Bab 36: Bisa Menerima
37
Bab 37: Kata-kata Ajaib
38
Bab 38: Sushi untuk Hazel
39
Bab 39: Salah Paham
40
Bab 40: Orang yang Penting
41
Bab 41: Cerminan Diri
42
Bab 42: Jalan yang Sama
43
Bab 43: Sudah siap
44
Bab 44: Gugup
45
Bab 45: Sudut Pandang
46
Bab 46: Mantan Ibu Mertua
47
Bab 47: Suami Pertama
48
Bab 48: Menenangkan Nabila
49
Bab 49: Memberi Tahu
50
Bab 50: Tak Terima
51
Bab 51: Tanpa Ragu
52
Bab 52: Gua Cinta Nyokap Lu
53
Bab 53: Hikmah
54
Bab 54: Benci
55
Bab 55: Apa yang Salah dengan Jatuh Cinta?
56
Bab 56: Mulai Luluh
57
Bab 57: Masih ada Harapan

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!