Bab 4: Sisi Dzaki

Di restoran hotel, sebelum kejadian...

Dzaki bersama dengan sang ayah menempati satu meja di restoran hotel. Anwar sibuk dengan ponselnya. Di hari di mana seharusnya ia bisa berhenti sejenak untuk bekerja, Anwar masih harus mengurusi kerjaannya yang tak pernah ada habisnya. Begitu juga dengan sang istri, Dini, bahkan ia belum datang karena masih berada di luar kota.

Dzaki sendiri sudah terbiasa. Padahal ia sudah cukup lama tak bertemu dengan sang ayah, namun menyantap makanan dalam diam tanpa mengobrol sama sekali, bukan sesuatu yang aneh lagi bagi mereka. Dzaki pun tak memedulikan sang ayah dan berniat segera pergi dari restoran setelah ia menghabiskan makanannya.

"Udah ini kamu jangan pergi ke mana-mana," cetus Anwar seakan bisa membaca pikiran Dzaki.

"Emang kenapa?" tanya Dzaki tak peduli.

"Sekarang waktunya kita bertemu dengan keluarga besar. Udah lama kita gak ngobrol sama mereka. Kita harus silaturahim dengan mereka."

"Bisa aja sama gue ngomong harus silaturahim. Lo sendiri dari tadi gak berhenti lihat HP lo," gumam Dzaki pelan.

"Kamu ngomong apa?" tanya Anwar seraya menyimpan ponselnya dan mulai melahap makanannya.

"Gak ada. Gak penting," ujar Dzaki.

"Mama nyampe sini paling sore katanya. Jadi kita harus wakilin Mama buat nyapa semua keluarga besarnya Mama sekarang."

Dzaki tak menyahut. Mau apapun yang sang ayah katakan, sesudah perutnya kenyang, ia akan pergi.

Tiba-tiba tak sengaja, Dzaki melihat sepupunya, Gina, ada di meja tak jauh dari mejanya.

"Itu Gina sama sahabat-sahabatnya, udah ini kita samperin dia," ujar Anwar.

"Sahabat-sahabatnya Mbak Gina?" gumam Dzaki.

Jantungnya langsung saja bergemuruh saat tatapannya tertuju pada satu-satunya sosok berhijab di antara keempat wanita itu. Sosok itu membelakanginya.

"Apa itu Nabila?" gumam Dzaki penasaran.

Kemudian Nabila menoleh ke arahnya. Langsung saja nafas Dzaki terhenti. Ia tak bisa mengalihkan pandangannya dari Nabila, apalagi Nabila pun menatapnya beberapa saat sebelum ia kembali fokus pada sahabat-sahabatnya.

Wajah itu kembali memesona seorang Dzaki. Kulitnya putih dan bersinar. Mata sipit dan teduhnya. Bahasa tubuhnya yang begitu anggun. Tangannya yang ramping dan lentik. Senyumnya yang elegan dan tak berlebihan.

Nabila masih sama seperti dulu.

Dzaki berdiskusi dengan pikirannya sendiri. Nabila masih sama seperti dulu. Dzaki bertanya-tanya, bagaimana bisa Nabila terlihat tak menua? Padahal sekarang usianya mungkin sudah sekitar 35 tahun. Dan yang membuat Dzaki semakin resah adalah jantungnya yang kembali berdebar karena wanita itu.

Dzaki menaruh tangannya di dada sebelah kirinya. 'woy jantung, kenapa lo? Jangan mulai ya! Ini udah betahun-tahun sejak waktu itu. Harusnya lo udah gak akan deg-degan kayak gini lagi.'

Namun, pikiran Dzaki terlanjur teralihkan dengan kehadiran Nabila di sana. Selera makannya pun hilang.

"Aku duluan," pamitnya seraya meninggalkan meja.

"Mau ke mana kamu? Papa 'kan udah bilang, kamu jangan... Dzaki!"

Dzaki tak mengindahkan ucapan sang ayah. Ia tetap melangkahkan kakinya keluar dari restoran.

Hari itu mood Dzaki tak lagi kembali baik. Ia terus teringat pada Nabila. Hingga malam hari, saat resepsi sepupunya diadakan, Dzaki malah memutuskan untuk tidak hadir. Ia tidak mau melihat Nabila lagi.

Sebagai gantinya, Dzaki malah datang ke club yang ada di hotel tersebut. Ia mendekat ke meja bar dan memesan segelas minuman pada bartender yang ada di sana. Setelah satu gelas, ia meminta gelas lain, dan sampai tak terasa ia menghabiskan beberapa gelas.

Dzaki sudah berada di bawah pengaruh alkohol. Ia mulai mabuk dan meracau tak jelas.

"Bro..." Dzaki memanggil sang bartender. "lo pernah jatuh cinta gak..."

Sang bartender tak menyahut. Ia sibuk membuat minuman untuk para pelanggan.

"Gue pernah jatuh cinta... Lo tahu umur gue berapa? Lo tahu? Gak tahu? Gue kasih tahu.... Gue 25 tahun. Tapi gue belum pernah pacaran... Gue gak bisa nemuin cewek kayak dia... Gue pengen cewek yang secantik dia... Tapi gak ada... Lo tahu... Cantiknya itu luar dalem... Gak cuma mukanya doang... Hatinya juga cantiiiiik banget..."

Bartender itu akhirnya buka suara, "kalau belum bisa lupain dia, kenapa gak dideketin?"

"Dia gak mungkin gue deketin...karena gue kalah sebelum bertarung..." lirih Dzaki dengan sedih.

"Kenapa?" tanya Bartender itu tak benar-benar ingin tahu, hanya sekedar bersimpati pada pelanggannya yang sedang patah hati saja.

"Dia punya... anak sama suami, Bro...gue udah gak punya kesempatan... gue cuma pengen lupain dia aja...tapi... tapi...gue gak bisa....udah gak bertahun-tahun lihat aja...jantung gue..." Dzaki menepuk-nepuk dadanya. "masih...aja deg-degan pas lihat dia..."

Dzaki terus berceloteh mengenai perasaannya hingga membuat sang bartender jengah. Ia pun meminta keamanan untuk mengantar Dzaki pulang.

Petugas keamaan club mengantarkan Dzaki ke kamarnya. Namun Dzaki yang sudah mabuk berat salah memberikan instruksi. Ia malah diantar ke sebuah kamar yang entah bagaimana pintunya terbuka dan tidak terkunci. Dan tanpa Dzaki ketahui kamar itu adalah kamar yang ditempati oleh Nabila, wanita spesial yang masih belum bisa Dzaki lupakan sepenuhnya.

Lalu terjadilah ke salah pahaman itu.

Subuh hari, Dini, ibu dari Dzaki membangunkan sang putra. Setelah mencuci wajah Dzaki terlihat lebih segar. Dzaki langsung diinterogasi oleh kedua orang tuanya.

"Jadi kenapa kamu bisa ada di kamarnya temennya Gina tadi malam?" tanya Anwar to the point.

"Kamar temennya Mbak Gina? Siapa?" tanya Dzaki bingung.

"Kamu itu ya! Sampai gak inget kejadian semalam. Kamu bener-bener bikin Mama dan Papa malu!" amuk Anwar.

"Yaaah, kapan juga aku pernah bikin Papa bangga. Aku emang anak yang ngecewain 'kan," ujar Dzaki semakin menyulut emosi sang ayah.

"Kamu..."

"Pah, udah," sela Dini. "Kita gak bisa marah-marah terus sama Dzaki. Nak, sekarang jawab, kamu bener gak ngapa-ngapain 'kan sama Nabila?"

Sontak Dzaki tertegun. "Apa Mama bilang barusan? Nabila?"

"Iya. Kamu ada di kamarnya Nabila kemarin. Beneran gak ada apa-apa?" tanya Dini.

"Sudah, Mah. Lebih baik kita nikahkan dia sama perempuan bernama Nabila itu. Biar anak ini tahu rasa dan lebih bisa bertanggung jawab," ucap Anwar masih mengungkapkan kekecewaannya.

'Nabila? Temannya Mbak Gina? Itu artinya Nabila...' gumamnya dalam hati mencerna perkataan sang ibu.

Dzaki antara bahagia dan sedih. Sekilas ia ingat apa yang terjadi. Kemarin malam ia dan Nabila sempat sedekat itu. Tapi Dzaki langsung mengingat siapa Nabila, sudah tidak mungkin ada kesempatan baginya untuk dekat dengan Nabila.

Kesempatan itu tak pernah ada untuk Dzaki.

"Mau Papa maksa aku segimana juga, aku gak mungkin bisa nikah sama Nabila. Dia udah punya anak dan suami," cetus Dzaki sedih.

"Kamu emang kenal sama Nabila?" tanya Anwar heran.

"Enggak sih..." lirih Dzaki lemas.

"Kamu tahu dari mana tentang Nabila?" tanya Dini.

"Gak penting aku tahu dari mana," ujar Dzaki kesal.

"Bukannya tadi Mama bilang kalau Nabila itu udah janda ya?"

"Iya. Gina yang bilang tadi malam. Suaminya Nabila udah lama meninggal."

"Apa?! Nabila janda?" Dzaki sontak terkejut.

'Suami Nabila udah meninggal?' Dzaki sama sekali tak tahu soal itu. Seketika seakan ada cahaya terang menyinari hati Dzaki yang temaram.

"Kalau gitu, udah aja nikahin dia sama Dzaki. Biar kamu tahu rasa nikahin seorang janda!" cetus Anwar dengan puas.

"Tapi Pah. Nabila itu 10 tahun lebih..."

"Aku mau," potong Dzaki.

"Mau apa maksud kamu?" tanya Dini heran.

"Aku mau nikah sama Nabila," ujarnya mantap tanpa ragu. "Aku mau nikah secepatnya. Kalau bisa hari ini juga aku akan menikahi Nabila."

Terpopuler

Comments

Dewi Anggya

Dewi Anggya

waaah emg udh lama suka sm Nabila makin menariiiiiik

2025-01-30

1

🇲🅰🆈🆁🅰ᵈᵉʷᶦ🌀🖌

🇲🅰🆈🆁🅰ᵈᵉʷᶦ🌀🖌

yang ngebet rupa nya dzaki

2025-03-26

1

lihat semua
Episodes
1 Bab 1: Janda Satu Anak
2 Bab 2: Pria di Kamar Nabila
3 Bab 3: Mendadak Nikah
4 Bab 4: Sisi Dzaki
5 Bab 5: Bulan Madu
6 Bab 6: Bila
7 Bab 7: Mulai Penasaran
8 Bab 8: Mendekat
9 Bab 9: Usaha Dzaki
10 Bab 10: Rasa yang Dalam
11 Bab 11: Tak Berjarak
12 Bab 12: Malam Terakhir
13 Bab 13: Sepuluh Tahun Lalu
14 Bab 14: Gagal Berkenalan
15 Bab 15: Patah Hati
16 Bab 16: Hanya Nabila
17 Bab 17: Di Rumah Nabila
18 Bab 18: Bertemu Diam-diam
19 Bab 19: Protektif
20 Bab 20: Pendekatan
21 Bab 21: Berdebat
22 Bab 22: Kesempatan Sekali Seumur Hidup
23 Bab 23: Bertemu Mertua
24 Bab 24: Permintaan
25 Bab 25: Semakin Curiga
26 Bab 26: Cepat atau Lambat
27 Bab 27: Keluarga Nabila
28 Bab 28: Manis
29 Bab 29: Ini adalah Saatnya
30 Bab 30: Suami Baru
31 Bab 31: Sesi Curhat Ayah-Anak Sambung
32 Bab 32: Pencemburu
33 Bab 33: Akal-akalan Dzaki
34 Bab 34: Rumah Baru
35 Bab 35: Manager?
36 Bab 36: Bisa Menerima
37 Bab 37: Kata-kata Ajaib
38 Bab 38: Sushi untuk Hazel
39 Bab 39: Salah Paham
40 Bab 40: Orang yang Penting
41 Bab 41: Cerminan Diri
42 Bab 42: Jalan yang Sama
43 Bab 43: Sudah siap
44 Bab 44: Gugup
45 Bab 45: Sudut Pandang
46 Bab 46: Mantan Ibu Mertua
47 Bab 47: Suami Pertama
48 Bab 48: Menenangkan Nabila
49 Bab 49: Memberi Tahu
50 Bab 50: Tak Terima
51 Bab 51: Tanpa Ragu
52 Bab 52: Gua Cinta Nyokap Lu
53 Bab 53: Hikmah
54 Bab 54: Benci
55 Bab 55: Apa yang Salah dengan Jatuh Cinta?
56 Bab 56: Mulai Luluh
57 Bab 57: Masih ada Harapan
Episodes

Updated 57 Episodes

1
Bab 1: Janda Satu Anak
2
Bab 2: Pria di Kamar Nabila
3
Bab 3: Mendadak Nikah
4
Bab 4: Sisi Dzaki
5
Bab 5: Bulan Madu
6
Bab 6: Bila
7
Bab 7: Mulai Penasaran
8
Bab 8: Mendekat
9
Bab 9: Usaha Dzaki
10
Bab 10: Rasa yang Dalam
11
Bab 11: Tak Berjarak
12
Bab 12: Malam Terakhir
13
Bab 13: Sepuluh Tahun Lalu
14
Bab 14: Gagal Berkenalan
15
Bab 15: Patah Hati
16
Bab 16: Hanya Nabila
17
Bab 17: Di Rumah Nabila
18
Bab 18: Bertemu Diam-diam
19
Bab 19: Protektif
20
Bab 20: Pendekatan
21
Bab 21: Berdebat
22
Bab 22: Kesempatan Sekali Seumur Hidup
23
Bab 23: Bertemu Mertua
24
Bab 24: Permintaan
25
Bab 25: Semakin Curiga
26
Bab 26: Cepat atau Lambat
27
Bab 27: Keluarga Nabila
28
Bab 28: Manis
29
Bab 29: Ini adalah Saatnya
30
Bab 30: Suami Baru
31
Bab 31: Sesi Curhat Ayah-Anak Sambung
32
Bab 32: Pencemburu
33
Bab 33: Akal-akalan Dzaki
34
Bab 34: Rumah Baru
35
Bab 35: Manager?
36
Bab 36: Bisa Menerima
37
Bab 37: Kata-kata Ajaib
38
Bab 38: Sushi untuk Hazel
39
Bab 39: Salah Paham
40
Bab 40: Orang yang Penting
41
Bab 41: Cerminan Diri
42
Bab 42: Jalan yang Sama
43
Bab 43: Sudah siap
44
Bab 44: Gugup
45
Bab 45: Sudut Pandang
46
Bab 46: Mantan Ibu Mertua
47
Bab 47: Suami Pertama
48
Bab 48: Menenangkan Nabila
49
Bab 49: Memberi Tahu
50
Bab 50: Tak Terima
51
Bab 51: Tanpa Ragu
52
Bab 52: Gua Cinta Nyokap Lu
53
Bab 53: Hikmah
54
Bab 54: Benci
55
Bab 55: Apa yang Salah dengan Jatuh Cinta?
56
Bab 56: Mulai Luluh
57
Bab 57: Masih ada Harapan

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!