Ketakutan yang Menyesakkan

 Langkah kaki Alex menggema di lorong rumah sakit. Napasnya memburu, dadanya terasa sesak oleh rasa bersalah yang menghantam tanpa ampun. Baru saja ia membentak ayahnya, dan detik berikutnya, pria yang selama ini menjadi panutannya jatuh dengan tangan mencengkeram dada.

Di sampingnya, ibunya berjalan dengan wajah pucat, air mata terus mengalir. Suasana rumah sakit terasa lebih mencekam dari biasanya, seakan waktu bergerak lebih lambat.

Pintu UGD tertutup rapat. Sial, kenapa lama sekali?! Alex mengepalkan tangannya, menghantam dinding di belakangnya.

"Alex... jangan begitu, Sayang," suara ibunya bergetar.

Alex menarik napas panjang, mencoba menahan emosi yang semakin bergejolak. Saat itu juga, pintu UGD terbuka. Seorang dokter spesialis jantung keluar dengan ekspresi serius.

"Dok, bagaimana keadaan ayah saya?" suara Alex terdengar tegang.

Dokter melepas maskernya. "Kami sudah menangani serangan jantungnya. Untungnya, ini masih tahap awal, tidak sampai menyebabkan kerusakan permanen. Tapi beliau harus dirawat intensif."

Alex merasakan tubuhnya melemas. "Apakah ini berbahaya, Dok?"

"Jika stresnya tidak dikendalikan, kemungkinan serangan berikutnya bisa lebih parah. Untuk saat ini, beliau stabil, tapi harus istirahat total."

Ibunya langsung menangis, tubuhnya nyaris limbung kalau saja Alex tidak segera menangkapnya.

"Mom, Dady bakal baik-baik aja..." menenangkan ibunya, meskipun dalam hatinya sendiri ia merasa dihantui ketakutan.

Perawat datang memberi tahu bahwa ayahnya sudah dipindahkan ke ruang ICU. Mereka belum bisa bertemu, tapi bisa melihatnya sebentar dari balik kaca.

Alex berjalan menuju ruangan tersebut, menempelkan tangannya ke kaca bening yang memisahkan mereka. Di dalam, ayahnya terbaring lemah dengan selang infus terpasang di tangannya. Inikah akibat dari emosiku tadi? Aku yang membuatnya seperti ini...

Saat itu juga, ponselnya bergetar di saku. Dengan enggan, Alex mengeluarkannya. Nama yang tertera di layar membuat rahangnya mengeras—Grace.

Alex menutup mata sejenak, lalu menekan tombol merah tanpa ragu.

Sekarang bukan waktunya. Ada hal yang jauh lebih penting dari perjodohan konyol itu.

Ibu Alex yang duduk di sebelahnya melirik. "Siapa?" tanyanya pelan.

"Grace," jawab Alex datar, tanpa niat menjelaskan lebih jauh.

"Kenapa tidak diangkat? Setidaknya dia peduli, kan?"

Alex menghela napas berat, menutup matanya sejenak. "Mom, aku sedang tidak ingin bicara dengannya. Bisa Mommy saja yang kasih tahu orang tuanya? Bilang kalau kita di rumah sakit menemani Daddy."

Ibu Alex menatap putranya dengan tatapan penuh pengertian. Setelah beberapa detik, ia mengangguk pelan. "Baiklah, biar Mommy yang telpon."

Namun, belum sempat ibunya mengambil ponsel, getaran kembali terasa di saku Alex. Kali ini sebuah pesan muncul di layar:

"Alex, kenapa kamu nggak jawab? Kamu di mana? Aku khawatir."

Alex menatap pesan itu sekilas, lalu mengunci ponselnya tanpa niat membalas. Saat ini, satu-satunya hal yang ada di pikirannya hanyalah ayahnya. Bukan Grace, bukan perjodohan, bukan yang lain.

_____

Di ruang tunggu rumah sakit, Alex duduk dengan wajah letih. Matanya menatap kosong ke lantai, pikirannya masih dipenuhi kekhawatiran tentang ayahnya. Ponselnya terus bergetar, nama Grace muncul di layar.

Ibunya menghampirinya. "Alex, biar mommy saja yang mengabarkan ke keluarga Grace sekarang. Kasihan, Grace pasti bertanya-tanya kenapa kau tidak menjawab teleponnya."

Alex tidak menjawab, hanya mendesah panjang dan mengangguk pelan.

____

Beberapa saat kemudian, suara langkah cepat terdengar di lorong. Keluarga Grace datang.

Grace yang mengenakan gaun berwarna krem langsung menghampiri Alex. Matanya terlihat cemas, tapi juga ada kilatan harapan di sana.

"Alex..." suaranya lembut, mencoba menarik perhatian pria itu.

Alex menoleh sekilas, tapi tanpa ekspresi.

"Aku dengar dari Mama. Bagaimana keadaan Daddymu?" tanyanya hati-hati.

"Sudah ditangani dokter," jawab Alex datar.

Grace duduk di sampingnya, mendekat sedikit. "Aku bisa bantu apa?"

Alex mengusap wajahnya, jelas terlihat ia sedang berada di titik jenuh.

"Nggak perlu, Grace. Aku bisa urus sendiri."

Grace menggigit bibirnya, menahan rasa kecewa. Kenapa pria ini selalu memasang dinding yang begitu tinggi?

Tapi kali ini, ada sesuatu yang berbeda dari Alex. Dia tidak hanya dingin, tapi juga terlihat... kosong.

Di dalam hatinya, Grace sadar, ini adalah kesempatan untuk mendekatinya. Saat seorang pria sedang lelah dan rapuh, itulah saatnya seorang wanita bisa masuk ke hatinya.

Ia menyentuh lengan Alex pelan. "Aku di sini, Alex. Kapan pun kau butuh seseorang untuk berbagi, aku siap mendengarkan."

Alex menoleh sekilas, "makasih Grace..."

Suasana rumah sakit terasa hening. Lampu-lampu putih bersinar terang, tapi tak bisa menghapus bayang-bayang kecemasan di wajah Alex.

Orang tua Grace menghampiri Alex dengan ekspresi khawatir.

"Alex, kami sangat prihatin dengan kondisi ayahmu." Kata ayah Grace, menepuk pundaknya dengan penuh simpati.

"Dokter bilang beliau harus dirawat beberapa hari," jawab Alex singkat, suaranya terdengar lelah.

Ibunya Grace menatap Alex dengan iba. "Alex, kamu harus tetap kuat. Jangan terlalu menyalahkan diri sendiri."

Alex hanya mengangguk. Pikirannya masih tertuju pada kondisi ayahnya.

Lalu, ayah Grace menatap putrinya.

"Grace, temani Alex di sini. Dia butuh seseorang untuk mendukungnya."

"Tentu, Pa," jawab Grace cepat, tanpa ragu sedikit pun.

Tapi Alex tetap diam. Ia tidak mengatakan iya, tidak pula menolak. Wajahnya kosong, hanya ada lelah dan kegelisahan.

Beberapa saat kemudian, Alex berbalik ke arah ibunya.

"Mom, lebih baik Mommy pulang dulu. Nanti biar aku minta supir yang menjemput."

"Tapi, Alex, mommy ingin tetap di sini..."

"Aku ada di sini, Mom. Kalau ada apa-apa, aku pasti kabari."

Dengan berat hati, ibunya akhirnya menurut dan pergi.

Di ruang tunggu yang sepi, Alex akhirnya menyerah pada kelelahan dan tertidur di kursi.

Di sebelahnya, Grace tidak bergerak. Ia hanya diam, menatap Alex dalam-dalam.

Wajahnya terlihat lebih damai saat tidur. Lekukan tajam rahangnya, bulu mata yang tebal, serta bibirnya yang sedikit terbuka membuatnya terlihat begitu... menarik.

Tak sadar, jemari Grace bergerak, hampir menyentuh pipinya. Tapi ia menahan diri.

"Cintai aku, Alex... Dua puluh tahun aku menunggu cintamu."

Matanya menyipit. Jangan sampai kau terus menolaknya. Jangan sampai aku melakukan hal yang tak pernah kau duga...

Karena kali ini, aku tidak akan kalah.

*****

Hai readers... penasarankan kelanjutannya... like dan komen ya..novelku 🥰

Episodes
1 Visual
2 Ada Rasa Dalam Pandangan Pertama
3 Menulis Diary
4 Pertemuan di Rumah Sakit
5 Jawaban untuk Pertanyaan Sulit
6 Pria Tanpa Cinta
7 Kepulangan Grace
8 Pengakuan yang Tak Terduga
9 Curhatan Grace
10 Cinta Diam-Diam
11 Rasa yang Mulai Berkembang
12 Pertemuan dengan Teman
13 Perjodohan yang Dipertanyakan
14 Ketakutan yang Menyesakkan
15 Drama tanpa Cinta
16 Di Antara Prioritas dan Janji
17 Malam yang Panjang dirumah Sakit
18 Tidak Perlu Berharap Terlalu Banyak
19 Akhirnya Bisa Bernapas
20 Kembali ke Cafe
21 Bara Dalam Cemburu
22 Rencana Licik Grace
23 Investasi atau alasan tersembunyi
24 Perhatian Lebih
25 Cari Informasi
26 Pengakuan
27 Mengenalkan Laura
28 Rencana Ulang Tahun Alex
29 Ulang Tahun Alex
30 Syair yang Indah
31 Mengambil Keputusan
32 Meragukan Perjodohan
33 Makin Mencintaimu
34 Pertemuan di Mini Market
35 Pengakuan
36 Diantara Ungkapan Perasaan Masing-masing
37 Bernyanyi bersama
38 Pesan yang Mengusik hati
39 Rencana sepihak
40 Penculikan Bella
41 Surat Perjanjian
42 Tempat di hati
43 Jangan Berharap Cinta Dariku
44 Merasa Diatas Angin
45 Mengincar Alex
46 Gelaran Busana Ny Victoria
47 Perbincangan di Mobil
48 Kecurigaan Edward
49 Menceritakan Semuanya
50 Pertemuan di Restoran
51 Hampa
52 Pengakuan
53 Momen Makan Siang
54 Aku Cinta Padamu
55 Undangan ke Cafe
56 Diary Bella
57 Kedatangan George
58 Permainan yang Lebih Besar
59 Mengetahui Kebenaran
60 Kemarahan George
61 Penuh dengan Pertanyaan
62 Persahabatan dan Musik
63 Undangan Pernikahan
64 Kegundahan
65 Sindiran yang Mengancam
66 Hari Pernikahan
67 Kekecewaan Malam Pertama
68 Kekacauan Pagi Hari
69 Berhadapan Dengan Kenyataan
70 Pulang ke rumah
71 Masalah Perusahaan
72 Perasaan Bersalah
73 Kesiangan
74 Perilaku yang Aneh
75 Sedikit Pertengkaran
76 Bertemu Laura di Bank
77 Rencana berkonsultasi
78 Konsultasi di Cafe
79 Semakin Tertarik
80 Grace Kembali
81 Belum Ada Penyelesaian
82 Kata-Kata Bijak
83 Perasaan Kesal
84 Bertengkar Lagi
85 Memcari Tahu yang Sebenarnya
86 Tidak Boleh Ada Perceraian
87 Menuruti Keinginan Grace
88 Kepuasan yang Semu
89 Jejak Dari Italia
90 Penolakan
91 Daniel Mengungkap Fakta kepada Alex
92 Amarah yang Memuncak
93 Rumah yang Tak Lagi Menenangkan
94 Luka yang Tak Terlihat
95 Kehancuran Hati
96 Pecahnya Benteng Pertahanan
97 DEAR READERS
98 Sekarang Aku Mengerti
99 Meninggalkan Sepotong Hati
100 Ancaman untuk Bella
101 Mencoba Memperbaiki Hubungan
102 Langkah yang Tak Bisa Ditunda
103 Dendam yang Membakar
104 Tak Ada Lagi Tempat Bersembunyi
Episodes

Updated 104 Episodes

1
Visual
2
Ada Rasa Dalam Pandangan Pertama
3
Menulis Diary
4
Pertemuan di Rumah Sakit
5
Jawaban untuk Pertanyaan Sulit
6
Pria Tanpa Cinta
7
Kepulangan Grace
8
Pengakuan yang Tak Terduga
9
Curhatan Grace
10
Cinta Diam-Diam
11
Rasa yang Mulai Berkembang
12
Pertemuan dengan Teman
13
Perjodohan yang Dipertanyakan
14
Ketakutan yang Menyesakkan
15
Drama tanpa Cinta
16
Di Antara Prioritas dan Janji
17
Malam yang Panjang dirumah Sakit
18
Tidak Perlu Berharap Terlalu Banyak
19
Akhirnya Bisa Bernapas
20
Kembali ke Cafe
21
Bara Dalam Cemburu
22
Rencana Licik Grace
23
Investasi atau alasan tersembunyi
24
Perhatian Lebih
25
Cari Informasi
26
Pengakuan
27
Mengenalkan Laura
28
Rencana Ulang Tahun Alex
29
Ulang Tahun Alex
30
Syair yang Indah
31
Mengambil Keputusan
32
Meragukan Perjodohan
33
Makin Mencintaimu
34
Pertemuan di Mini Market
35
Pengakuan
36
Diantara Ungkapan Perasaan Masing-masing
37
Bernyanyi bersama
38
Pesan yang Mengusik hati
39
Rencana sepihak
40
Penculikan Bella
41
Surat Perjanjian
42
Tempat di hati
43
Jangan Berharap Cinta Dariku
44
Merasa Diatas Angin
45
Mengincar Alex
46
Gelaran Busana Ny Victoria
47
Perbincangan di Mobil
48
Kecurigaan Edward
49
Menceritakan Semuanya
50
Pertemuan di Restoran
51
Hampa
52
Pengakuan
53
Momen Makan Siang
54
Aku Cinta Padamu
55
Undangan ke Cafe
56
Diary Bella
57
Kedatangan George
58
Permainan yang Lebih Besar
59
Mengetahui Kebenaran
60
Kemarahan George
61
Penuh dengan Pertanyaan
62
Persahabatan dan Musik
63
Undangan Pernikahan
64
Kegundahan
65
Sindiran yang Mengancam
66
Hari Pernikahan
67
Kekecewaan Malam Pertama
68
Kekacauan Pagi Hari
69
Berhadapan Dengan Kenyataan
70
Pulang ke rumah
71
Masalah Perusahaan
72
Perasaan Bersalah
73
Kesiangan
74
Perilaku yang Aneh
75
Sedikit Pertengkaran
76
Bertemu Laura di Bank
77
Rencana berkonsultasi
78
Konsultasi di Cafe
79
Semakin Tertarik
80
Grace Kembali
81
Belum Ada Penyelesaian
82
Kata-Kata Bijak
83
Perasaan Kesal
84
Bertengkar Lagi
85
Memcari Tahu yang Sebenarnya
86
Tidak Boleh Ada Perceraian
87
Menuruti Keinginan Grace
88
Kepuasan yang Semu
89
Jejak Dari Italia
90
Penolakan
91
Daniel Mengungkap Fakta kepada Alex
92
Amarah yang Memuncak
93
Rumah yang Tak Lagi Menenangkan
94
Luka yang Tak Terlihat
95
Kehancuran Hati
96
Pecahnya Benteng Pertahanan
97
DEAR READERS
98
Sekarang Aku Mengerti
99
Meninggalkan Sepotong Hati
100
Ancaman untuk Bella
101
Mencoba Memperbaiki Hubungan
102
Langkah yang Tak Bisa Ditunda
103
Dendam yang Membakar
104
Tak Ada Lagi Tempat Bersembunyi

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!