Ada Rasa Dalam Pandangan Pertama

Bella terbangun karena cahaya matahari yang menyilaukan menembus celah tirai jendelanya. Ia mengerang pelan, lalu memejamkan mata kembali. Namun, cahaya itu terus mengganggu. Dengan malas, ia membuka matanya dan melirik ke sekeliling kamar.

"Huaammhh... jam berapa sekarang, sih?" gumamnya sambil menguap lebar.

Pandangan matanya tertuju ke jam dinding—jarumnya menunjukkan pukul 09.00 pagi.

Tak lama, terdengar suara dari luar kamar, diiringi ketukan di pintu.

"Bell... Bella... Tok, tok, tok... Ayo bangun. Tok, tok, tok... Bella! Huh, susah amat sih dibangunin."

"Iyaaa, Bang Ed, aku udah bangun kok. Ada apa, sih? Kayak ada kebakaran aja!" sahut Bella setengah kesal.

Ia turun dari tempat tidur, berjalan malas ke arah pintu, dan membukanya sambil menggaruk kepala yang sebenarnya tidak gatal.

"Ada apa sih, Bang?" tanyanya dengan nada malas.

Edward berdiri di depan pintu dengan wajah setengah serius.

"Gimana, katanya kamu mau ikut Abang ke toko musik? Ayo, siap-siap. Kata si Paul, ada toko musik baru buka di State Street. Katanya sih, tempatnya lumayan besar dan lengkap juga."

"Duh, Bang Ed... baru juga jam sembilan pagi," jawab Bella sambil menunjuk ke arah jam dinding di kamarnya.

"Aku juga belum nyiapin sarapan, belum bersihin kamar, belum beresin rumah. Walaupun cuma rumah kontrakan, tetap aja harus bersih dan rapi."

Rumah yang mereka tinggali adalah rumah kontrakan sederhana dengan tiga kamar kecil. Meski mungil, rumah itu cukup nyaman dan asri. Ada teras kecil di depan, halaman sempit yang dihiasi tanaman hias dan pohon peneduh, serta carport yang cukup untuk satu mobil tamu. Selain Bella dan Edward, terkadang Paul juga ikut menginap di rumah itu. Sebenarnya, Paul punya rumah sendiri warisan dari orang tuanya tapi karena lokasinya jauh dari tempat kerja, ia memilih tinggal bersama Edward yang kebetulan juga rekan kerjanya.

"Ah, sudahlah... Jangan pikirin sarapan atau beres-beres. Sekarang kamu mandi, terus kita langsung berangkat," kata Edward tegas, tapi nada suaranya tetap santai.

"Bang Ed... ngapain sih pagi-pagi amat? Paling juga tokonya baru buka jam sebelas. Daripada kita nunggu di sana lama, mending aku beresin rumah dulu. Lagian Abang juga belum sarapan, kan? Nanti maag-nya kambuh lagi."

Edward mendesah pelan, lalu menatap adiknya dengan ekspresi geli.

"Kamu tuh ya, persis ibu-ibu bawel. Udah waktunya cari calon suami, lho. Mau Abang cariin?" godanya sambil menyeringai.

"Pfft... justru abang yang harusnya cari calon istri! Ingat umur, Bang... udah 32 tahun, lho!" balas Bella sambil tertawa geli.

"Dasar anak ini, enggak mau kalah ya. Ya udah, kamu mau bikin sarapan apa? Kasih tahu Abang kalau udah siap, ya."

___

"William, saya ingin membahas jadwal pengiriman barang ke luar negeri minggu ini. Apa yang sudah kamu siapkan?"

"Saya sudah membuat daftar jadwal pengiriman, termasuk pengiriman ke Asia dan Eropa, Bos. Saya juga sudah menghubungi pihak logistik untuk memastikan bahwa semua barang sudah siap untuk dikirim."

"Coba saya ingin lihat daftar tersebut. Apa kamu sudah mengurus dokumen-dokumen yang dibutuhkan untuk ekspor, seperti Sertificate of Origin dan komersial invoicenya?"

"Sudah Bos. Saya juga sudah menghubungi pihak bea cukai untuk memastikan bahwa semua prosedur ekspor sudah dipenuhi."

 "Bagus. O,ya coba kamu pantau pengiriman barang dan pastikan bahwa semua barang sampai di tujuan dengan selamat. Apa kamu sudah menghubungi pihak logistik untuk memantau."

"Baik Bos, saya akan memastikan bahwa semua informasi tentang pengiriman sudah terupdate dan dapat diakses oleh tim."

"Baik, saya percaya kamu bisa melakukannya."

"Will, apakah ada hal lain yang perlu saya ketahui tentang jadwal minggu ini?"

 "Tidak ada, Bos. Saya sudah memastikan bahwa semua jadwal kerja sudah teratur."

"Ok, berarti siang ini rapat dengan klien tidak ada ya. Siang ini saya ada keperluan, kalau ada yang menanyakan, besok saja lansung ke ruangan saya."

"Baik Bos, apakah perlu saya antar Bos?"

"Tidak usah saya pergi sendiri saja."

___

"Bang, Bang Paul kemana? Dari tadi enggak kelihatan," tanya Bella sambil menengok ke sekeliling rumah.

"Dia pulang ke rumahnya dulu," jawab Edward santai.

"Oh, jadi kita berdua aja yang berangkat?"

"Iya, dia udah ke sana beberapa hari lalu. Kebetulan lewat State Street, katanya toko musik barunya lumayan lengkap. Makanya aku penasaran. Siapa tahu ada yang cocok kalau harganya pas, ya... bisa langsung dibeli."

"Iya, Bang. Siapa tahu juga masih ada harga promo, kan tokonya baru buka."

"Tapi kita enggak bisa lama ya. Sore nanti harus ke kafe."

"Tenang aja, aku cuma mau liat-liat dulu kok."

Setibanya di toko musik, Edward agak kesulitan mencari tempat parkir. Setelah berputar-putar, akhirnya ia menemukan satu slot kosong agak jauh dari pintu masuk.

Bella menunggu di teras toko, berdiri santai sambil sibuk membalas pesan di layar ponselnya. Jarinya menari di atas touchscreen sementara matahari pagi menyinari wajahnya yang segar tanpa riasan.

Edward berlari kecil menghampiri adiknya, lalu mereka berjalan masuk bersama.

"Wah, tokonya luas banget ya, Bang," ujar Bella penuh antusias.

Toko itu memanjakan mata para pecinta musik. Gitar berbagai jenis dan merek tergantung rapi di dinding. Deretan keyboard modern dan klasik berjajar di sisi kanan ruangan, sementara di sisi lain, rak-rak dipenuhi aksesoris musik, mikrofon, efek suara, hingga piringan hitam vintage. Aroma khas kayu dari gitar dan bau cat baru menyatu dengan musik instrumental lembut yang diputar dari speaker membuat siapa pun betah berlama-lama di dalamnya.

Bella melangkah ke bagian aksesoris, jemarinya sibuk memutar-mutar ujung rambut kebiasaan yang selalu muncul saat ia merasa bersemangat.

Sementara itu, Edward berdiri tak jauh dari sana, namun matanya tidak fokus pada alat musik. Ia memandangi seseorang dari kejauhan sosok yang terasa familiar. Seolah ia pernah melihat pria itu, entah di mana.

Tak lama, Bella meminta izin ke toilet. Edward mengangguk, masih larut dalam pikirannya.

Saat itulah, seorang pria muncul dari balik rak drum elektrik. Tingginya semampai, berkulit bersih, dengan wajah tegas namun bersahabat.

"Hai, maaf... apa kamu yang sering tampil di Huckleberry Roasters Café?" sapanya, suaranya hangat dan sedikit heran.

Edward sempat terkejut, tapi segera mengangguk.

"Ah, iya... betul. Itu aku."

"Perkenalkan, aku Alexander. Tapi panggil saja aku Alex. Namamu?"

"Aku Edward, atau biasa dipanggil Ed Tuan."

"Wah, jangan panggil aku 'tuan', ya. Kita kan seumuran. Berapa umurmu?"

"Umur? Hmm... tiga puluh dua."

"Tuh kan, aku tiga puluh tiga. Jadi udah sepantaran. Senang kenalan sama kamu, Ed."

"Eh, iya... maaf kalau tadi agak kaku. Aku emang nggak biasa diajak ngobrol santai sama orang baru."

"Enggak masalah. Aku juga terbiasa pakai bahasa formal di tempat kerja, kadang kebawa ke luar," jawab Alex, tertawa kecil.

"Kamu kerja di mana?"

"Aku manajer operasional senior perusahaan ekspor-impor internasional, tapi musik itu duniaku yang lain. Makanya aku betah nongkrong di cafe tempatmu tampil. Aku penikmat musik."

"Wah, makasih udah suka permainanku."

"Alat musik apa yang kamu kuasai?"

"Aku lumayan main gitar akustik. Tapi yang paling aku suka tetap... gitar."

"Kita sama berarti," sahut Ed dengan senyum.

Tak lama kemudian, Bella keluar dari toilet. Ia sempat celingukan mencari Edward. Saat pandangannya menangkap sosok kakaknya yang sedang berbincang dengan pria lain, langkahnya terhenti.

Sejenak Bella terpaku. Pria itu... siapa? Matanya membulat, hatinya terasa melompat.

Pria itu tampak begitu menawan dalam balutan jas hitam elegan dan kemeja putih bergaris yang pas membalut tubuh atletisnya. Ia tampak seperti seorang eksekutif muda yang sukses, namun senyumnya menyiratkan kelembutan dan keramahan.

Bella menghampiri keduanya.

"Bang, tadi aku nyariin. Ternyata di sini."

Edward menoleh. "Eh, Bell... kenalin ini temen baru abang."

Pria itu mengulurkan tangan dengan sopan, matanya yang biru terang menatap langsung ke arah Bella.

"Hai, aku Alex."

Bella tersenyum, sedikit gugup. "Aku Isabella. Tapi panggil saja Bella, Om."

Alex tertawa lepas. "Om? Waduh, setua itukah aku di matamu? Aku ini seumuran abangmu. Panggil aja aku Kak Alex, ya."

Bella tersenyum malu. Suara Alex terdengar begitu nyaman, dan cara dia memandangnya membuat waktu seakan melambat sesaat.

Dalam hati Bella, ada rasa yang tak bisa ia namai. Sesuatu yang hangat dan samar, seperti desir pertama jatuh cinta.

Episodes
1 Visual
2 Ada Rasa Dalam Pandangan Pertama
3 Menulis Diari
4 Pertemuan di Rumah Sakit
5 Jawaban untuk Pertanyaan Sulit
6 Pria Tanpa Cinta
7 Kepulangan Grace
8 Pengakuan yang Tak Terduga
9 Curhatan Grace
10 Cinta Diam-Diam
11 Rasa yang Mulai Berkembang
12 Pertemuan dengan Teman
13 Perjodohan yang Dipertanyakan
14 Ketakutan yang Menyesakkan
15 Drama tanpa Cinta
16 Di Antara Prioritas dan Janji
17 Malam yang Panjang dirumah Sakit
18 Tidak Perlu Berharap Terlalu Banyak
19 Akhirnya Bisa Bernapas
20 Kembali ke Cafe
21 Bara Dalam Cemburu
22 Rencana Licik Grace
23 Investasi atau alasan tersembunyi
24 Perhatian Lebih
25 Cari Informasi
26 Pengakuan
27 Mengenalkan Laura
28 Rencana Ulang Tahun Alex
29 Ulang Tahun Alex
30 Syair yang Indah
31 Mengambil Keputusan
32 Meragukan Perjodohan
33 Makin Mencintaimu
34 Pertemuan di Mini Market
35 Pengakuan
36 Diantara Ungkapan Perasaan Masing-masing
37 Bernyanyi bersama
38 Pesan yang Mengusik hati
39 Rencana sepihak
40 Penculikan Bella
41 Surat Perjanjian
42 Tempat di hati
43 Jangan Berharap Cinta Dariku
44 Merasa Diatas Angin
45 Mengincar Alex
46 Gelaran Busana Ny Victoria
47 Perbincangan di Mobil
48 Kecurigaan Edward
49 Menceritakan Semuanya
50 Pertemuan di Restoran
51 Hampa
52 Pengakuan
53 Momen Makan Siang
54 Aku Cinta Padamu
55 Undangan ke Cafe
56 Diary Bella
57 Kedatangan George
58 Permainan yang Lebih Besar
59 Mengetahui Kebenaran
60 Kemarahan George
61 Penuh dengan Pertanyaan
62 Persahabatan dan Musik
63 Undangan Pernikahan
64 Kegundahan
65 Sindiran yang Mengancam
66 Hari Pernikahan
67 Kekecewaan Malam Pertama
68 Kekacauan Pagi Hari
69 Berhadapan Dengan Kenyataan
70 Pulang ke rumah
71 Masalah Perusahaan
72 Perasaan Bersalah
73 Kesiangan
74 Perilaku yang Aneh
75 Sedikit Pertengkaran
76 Bertemu Laura di Bank
77 Rencana berkonsultasi
78 Konsultasi di Cafe
79 Semakin Tertarik
80 Grace Kembali
81 Belum Ada Penyelesaian
82 Kata-Kata Bijak
83 Perasaan Kesal
84 Bertengkar Lagi
85 Memcari Tahu yang Sebenarnya
86 Tidak Boleh Ada Perceraian
87 Menuruti Keinginan Grace
88 Kepuasan yang Semu
89 Jejak Dari Italia
90 Penolakan
91 Daniel Mengungkap Fakta kepada Alex
92 Amarah yang Memuncak
93 Rumah yang Tak Lagi Menenangkan
94 Luka yang Tak Terlihat
95 Kehancuran Hati
96 Pecahnya Benteng Pertahanan
97 DEAR READERS
98 Sekarang Aku Mengerti
99 Meninggalkan Sepotong Hati
100 Ancaman untuk Bella
101 Mencoba Memperbaiki Hubungan
102 Langkah yang Tak Bisa Ditunda
103 Dendam yang Membakar
104 Tak Ada Lagi Tempat Bersembunyi
105 Ketegangan Dua Keluarga
106 Rasa Bersalah Tuan Benjamin
107 Langkah Pulang Langkah ke Depan
108 Tawaran Kerja
109 Mendapat Pekerjaan
110 Awal yang Baru
111 Menyiapkan Langkah Catur
112 Menikmati 'Hadiah' Kecil
113 George Menjadi Buron
114 Grace Hamil
115 Hasil yang Menentukan
116 Rahasia yang Tersimpan
117 Langkah yang Tak Bisa Dihindari
118 Aku Tidak Mencintaimu
119 Pengakuan yang Terlambat
120 Alex Menunjukkan Tanda Kehidupan
121 Membawa Harapan Baru
122 Sikap Dingin Alex
123 Menjelaskan Semuanya
124 PENGUMUMAN
125 Kembali ke Rumah
126 Hari Penentuan Alex dan Grace
127 Melamar
128 Menyambut Hari Bahagia
129 Malam Pertama
130 Sakit Kepala
131 Rencana Bulan Madu
132 Berkemah
133 Hasil Pemeriksaan
134 Alex Tak Sadarkan Diri
135 Di Luar Dugaan
136 Meratapi Kepergian Alex
137 Semua Orang yang Berduka
138 Kabar Kehamilan Bella
139 Cinta yang Abadi
140 PENGUMUMAN
Episodes

Updated 140 Episodes

1
Visual
2
Ada Rasa Dalam Pandangan Pertama
3
Menulis Diari
4
Pertemuan di Rumah Sakit
5
Jawaban untuk Pertanyaan Sulit
6
Pria Tanpa Cinta
7
Kepulangan Grace
8
Pengakuan yang Tak Terduga
9
Curhatan Grace
10
Cinta Diam-Diam
11
Rasa yang Mulai Berkembang
12
Pertemuan dengan Teman
13
Perjodohan yang Dipertanyakan
14
Ketakutan yang Menyesakkan
15
Drama tanpa Cinta
16
Di Antara Prioritas dan Janji
17
Malam yang Panjang dirumah Sakit
18
Tidak Perlu Berharap Terlalu Banyak
19
Akhirnya Bisa Bernapas
20
Kembali ke Cafe
21
Bara Dalam Cemburu
22
Rencana Licik Grace
23
Investasi atau alasan tersembunyi
24
Perhatian Lebih
25
Cari Informasi
26
Pengakuan
27
Mengenalkan Laura
28
Rencana Ulang Tahun Alex
29
Ulang Tahun Alex
30
Syair yang Indah
31
Mengambil Keputusan
32
Meragukan Perjodohan
33
Makin Mencintaimu
34
Pertemuan di Mini Market
35
Pengakuan
36
Diantara Ungkapan Perasaan Masing-masing
37
Bernyanyi bersama
38
Pesan yang Mengusik hati
39
Rencana sepihak
40
Penculikan Bella
41
Surat Perjanjian
42
Tempat di hati
43
Jangan Berharap Cinta Dariku
44
Merasa Diatas Angin
45
Mengincar Alex
46
Gelaran Busana Ny Victoria
47
Perbincangan di Mobil
48
Kecurigaan Edward
49
Menceritakan Semuanya
50
Pertemuan di Restoran
51
Hampa
52
Pengakuan
53
Momen Makan Siang
54
Aku Cinta Padamu
55
Undangan ke Cafe
56
Diary Bella
57
Kedatangan George
58
Permainan yang Lebih Besar
59
Mengetahui Kebenaran
60
Kemarahan George
61
Penuh dengan Pertanyaan
62
Persahabatan dan Musik
63
Undangan Pernikahan
64
Kegundahan
65
Sindiran yang Mengancam
66
Hari Pernikahan
67
Kekecewaan Malam Pertama
68
Kekacauan Pagi Hari
69
Berhadapan Dengan Kenyataan
70
Pulang ke rumah
71
Masalah Perusahaan
72
Perasaan Bersalah
73
Kesiangan
74
Perilaku yang Aneh
75
Sedikit Pertengkaran
76
Bertemu Laura di Bank
77
Rencana berkonsultasi
78
Konsultasi di Cafe
79
Semakin Tertarik
80
Grace Kembali
81
Belum Ada Penyelesaian
82
Kata-Kata Bijak
83
Perasaan Kesal
84
Bertengkar Lagi
85
Memcari Tahu yang Sebenarnya
86
Tidak Boleh Ada Perceraian
87
Menuruti Keinginan Grace
88
Kepuasan yang Semu
89
Jejak Dari Italia
90
Penolakan
91
Daniel Mengungkap Fakta kepada Alex
92
Amarah yang Memuncak
93
Rumah yang Tak Lagi Menenangkan
94
Luka yang Tak Terlihat
95
Kehancuran Hati
96
Pecahnya Benteng Pertahanan
97
DEAR READERS
98
Sekarang Aku Mengerti
99
Meninggalkan Sepotong Hati
100
Ancaman untuk Bella
101
Mencoba Memperbaiki Hubungan
102
Langkah yang Tak Bisa Ditunda
103
Dendam yang Membakar
104
Tak Ada Lagi Tempat Bersembunyi
105
Ketegangan Dua Keluarga
106
Rasa Bersalah Tuan Benjamin
107
Langkah Pulang Langkah ke Depan
108
Tawaran Kerja
109
Mendapat Pekerjaan
110
Awal yang Baru
111
Menyiapkan Langkah Catur
112
Menikmati 'Hadiah' Kecil
113
George Menjadi Buron
114
Grace Hamil
115
Hasil yang Menentukan
116
Rahasia yang Tersimpan
117
Langkah yang Tak Bisa Dihindari
118
Aku Tidak Mencintaimu
119
Pengakuan yang Terlambat
120
Alex Menunjukkan Tanda Kehidupan
121
Membawa Harapan Baru
122
Sikap Dingin Alex
123
Menjelaskan Semuanya
124
PENGUMUMAN
125
Kembali ke Rumah
126
Hari Penentuan Alex dan Grace
127
Melamar
128
Menyambut Hari Bahagia
129
Malam Pertama
130
Sakit Kepala
131
Rencana Bulan Madu
132
Berkemah
133
Hasil Pemeriksaan
134
Alex Tak Sadarkan Diri
135
Di Luar Dugaan
136
Meratapi Kepergian Alex
137
Semua Orang yang Berduka
138
Kabar Kehamilan Bella
139
Cinta yang Abadi
140
PENGUMUMAN

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!