BAB 15 Memulangkan Ammar

Rumah Ammar terlihat sepi. Seolah mengetahui si pemilik rumah datang sudah tak bernyawa lagi.

Kaki Dikara mendadak terasa lemas begitu akan memasuki pelataran rumah sederhana yang pernah memberikan kenangan indah bersama sahabat terbaiknya itu.

"Ini rumahnya, dok?" tanya dr. Irwan memastikan.

Dikara mengangguk, "Ya. Ini rumahnya. Dia dulu tinggal bersama Ibu dan adiknya karena ayahnya sudah lama meninggal. Dia menjadi tulang punggung keluarga. Sampai akhirnya menikah dengan Naya," jelas Dikara sambil memindai sekitar rumah Ammar.

Dikara menghela napas dalam-dalam, mencoba mengumpulkan kekuatan untuk memasuki rumah yang sekarang terasa seperti makam kenangan.

Ia ingat saat-saat indah yang pernah ia jalani bersama Ammar di rumah ini, saat-saat yang penuh dengan tawa dan cerita. Tapi sekarang, semuanya telah berubah. Ammar sudah tidak ada lagi, dan rumah ini hanya tinggal kenangan.

Dikara menggigit bibirnya, mencoba untuk menahan air mata yang mulai menggenang di matanya. Ia tahu bahwa ia harus kuat, tidak hanya untuk dirinya sendiri, tapi juga untuk Naya dan bayinya.

Dengan hati yang berat, Dikara akhirnya mengetuk pintu rumah Ammar, siap untuk menghadapi kenangan-kenangan yang terdapat di dalamnya.

Seorang ibu setengah baya menyambutnya dengan tatapan bingung.

"Ibu, saya Dikara. Saya datang untuk...," Dikara berhenti sejenak, mencoba untuk mengumpulkan kekuatan untuk melanjutkan kalimatnya. Ibu itu memandangnya dengan mata yang penuh dengan tanda tanya.

"Kamu Dikara, sahabatnya Ammar, kan?"

"Ibu masih mengenali saya? Alhamdulillah Ibu masih mengingat wajah saya," Dikara berusaha tersenyum.

"Iya masih lah, Nak. Orang baik sepertimu tidak bisa dilupakan begitu saja. Dengan siapa ke sini?" tanya Ibunya Ammar, kepalanya menyembul ke luar.

"Ambulans? Nak Dika petugas ambulans? Duh Nak Dika. Ibu kok merasa deg-degan gini sih. Jadi ingat waktu ayahnya Ammar meninggal," Ibu menekan dadanya sendiri.

Ibu Ammar masih belum menyadari apa yang sebenarnya terjadi. Ia masih berpikir bahwa ambulans itu hanya kendaraan dinas yang dibawa Dikara untuk membawanya main ke rumah ini.

"Ammar sudah tidak tinggal di sini lagi, Ka. Sudah lama. Sejak menikah dia membawa istrinya ke Tangerang. Katanya sih pengen mandiri. Kemarin nelepon, mereka mau liburan ke sini, tapi ini ditungguin sejak kemarin malah belum datang. Ditelepon malah ga aktif hapenya," jelas Ibu Ammar yang masih belum menyadari kalau di dalam ambulans tersebut terdapat jasad Ammar yang tertidur tanpa bisa terbangun.

Dikara merasa berat hati untuk memberitahukan tentang kebenaran yang terjadi pada Ammar. Ia tidak tega melihat kebahagiaan Ibu Ammar hancur gegara mendengar berita duka itu nantinya.

"Temannya disuruh masuk, Ka! Sebentar ya, Ibu ke dapur dulu, mau matiin kompor!" Ibu Ammar beranjak dari hadapan Ammar menuju dapur.

Dikara memberi isyarat kepada petugas untuk membawa peti jenazah Ammar ke dalam rumah.

Petugas ambulans itu mengangguk dan mulai membawa peti jenazah Ammar ke dalam dan meletakkannya di sisi sofa dekat pintu depan.

Dikara merasa berat hati saat melihat peti jenazah itu sudah berada di dalam rumah, Ibu Ammar pasti akan sangat terkejut dan sedih saat mengetahui bahwa anaknya telah meninggal.

Saat mereka memasuki rumah, ibu Ammar keluar dari dapur dengan wajah yang masih tidak menyadari apa yang sedang terjadi.

Ibu Ammar memandang ke arah petugas ambulans yang meletakkan peti jenazah, dan wajahnya mulai berubah menjadi pucat. Ia melangkah maju, matanya terfokus pada peti jenazah yang ditutupi dengan kain putih.

"Apa... apa itu?" ibu Ammar bertanya dengan suara yang bergetar.

Dikara berjalan mendekati ibu Ammar, mencoba untuk memberitahukan tentang musibah yang terjadi pada Ammar.

"Ibu maaf... saya... saya datang ke sini untuk...memulangkan Ammar...," ucap Dikara dengan terbata.

ibu Ammar mengangkat tangannya agar Dikara tidak melanjutkan ucapannya. Ia berjalan mendekati peti jenazah, dan petugas ambulans itu membuka tutupnya. Ibu Ammar memandang ke dalam peti, dan wajahnya berubah menjadi sangat sedih.

"Ammar... anakku," Ibu Ammar menangis, dan Dikara merasa hatinya juga terluka.

Dikara merasa sedih mendengar kata-kata ibu Ammar. Ia tahu bahwa ibu Ammar sangat mencintai anaknya, dan kehilangan Ammar pasti sangat menyakitkan bagi ibu itu.

Dikara berusaha untuk menghibur ibu Ammar, tapi ia tidak tahu apa yang harus dilakukan.

"Ibu, saya... saya sangat menyesal dengan kejadian ini. Ammar adalah sahabat saya, dan saya sangat menyayanginya," Dikara berkata dengan suara yang bergetar.

Ibu Ammar memandangnya dengan mata yang penuh dengan air mata, dan Dikara bisa melihat kesedihan yang mendalam di dalam hatinya.

"Apa yang sudah terjadi pada Ammar, Dika? Kemarin waktu mau ke sini Ammar terdengar ceria. Tidak ada firasat apa pun tentangnya,"

"Kejadian sebenarnya aku tidak tahu pasti Bu. Tapi yang kulihat, Ammar jatuh dari bus yang mereka tumpangi,"

"Apa! Ammar... jatuh dari bus? Tidak... tidak mungkin! Anakku tidak bisa meninggalkan aku seperti ini! Tidak!" Ibu Ammar berteriak, matanya terbelalak dengan rasa shock dan kesedihan yang mendalam.

Hati Dikara merasa teriris melihat ibu Ammar yang terguncang oleh berita duka yang terbilang mendadak. Ia berusaha untuk bisa menghiburnya, tapi ia tidak tahu apa yang harus dikatakan untuk menghilangkan kesedihan yang mendalam itu.

Dikara berjalan mendekati ibu Ammar, mencoba untuk menghiburnya dengan memeluknya.

"Ibu, saya sangat menyesal. Saya tidak bisa menolong Ammar, kalau saja Ammar saat itu tidak menolak dibawa ke rumah sakit, kemungkinan dia bisa tertolong. Tapi ternyata takdir berkehendak lain. Ammar lebih disayang Allah, sehingga ia pergi meninggalkan kita semua..." Dikara berkata dengan suara yang bergetar.

Ibu Ammar terus menangis, tidak bisa berhenti. Dikara merasa bahwa hatinya juga terluka, karena ia merasa bahwa ia telah gagal menolong sahabatnya.

Petugas ambulans itu berdiri di samping, menunggu perintah selanjutnya. Mereka semua terdiam, hanya suara tangisan ibu Ammar yang terdengar.

Beberapa menit kemudian Ibu Ammar menanyakan keberadaan menantunya.

"Naya...Naya...Mana Naya, istrinya Ammar. Dia baik-baik saja bukan?" tanya Ibu Ammar dengan suara parau. Matanya sambil memindai ruangan.

Dikara mengangguk-angguk, "Naya baik-baik saja Bu. Dia sudah melahirkan cucu Ibu. Mereka masih di rumah sakit sekarang,"

"Ya Allaaaah Naya, masih muda sudah menyandang status janda. Ibu tidak bisa membayangkan jika dia dan anaknya hidup tanpa suami. Ibu sudah merasakannya hidup tanpa suami...kasihan cucu Ibu lahir dalam keadaan yatim. Ya Allah beri ketegaran dan keikhlasan pada kami..." Ibu Ammar kembali tersedu.

Hati Adikara merasa teriris. Amanah yang pernah disampaikan Ammar seakan menamparnya lagi agar secepatnya mengambil keputusan terbaik dalam hidupnya.

"Bu maaf ada sesuatu yang ingin aku sampaikan sebelum Ammar meninggal!" akhirnya kalimat itu mengalir begitu saja dari bibirnya yang kelu.

"Apa, Nak Dika?" tanya Ibu Ammar menatapnya dengan sayu.

Adikara mengambil ponselnya dari saku celananya. Lalu ia menunjukkan video yang berdurasi 10 menit itu kepada Ibu Ammar.

"Apa ini?" tanya Ibu Ammar penasaran.

Dengan tangan bergetar, ia menerima benda pipih itu, dan...

Terpopuler

Comments

MEYTI DIANA SARI, S.M •§͜¢•

MEYTI DIANA SARI, S.M •§͜¢•

aduh tolong dong ganti kata, yang lebih tepat kayaknya sangat menyayanginya bukan mencintainya 😭

2025-02-20

1

🍒⃞⃟🦅🥑⃟puyobocahucul

🍒⃞⃟🦅🥑⃟puyobocahucul

amnah mmng hrs sgra di smpaikn slbihnya biarkn aja wktu brjlan tkdir yg akn menuntun jln trbaikny

2025-02-08

1

Murni

Murni

semoga aja Naya menerima Dhikara setelah melihat vidio permintaan Amar yang terakhir

2025-02-08

1

lihat semua
Episodes
1 BAB 1 Mengaku Suami
2 BAB 2 Terpaksa Naik Bus
3 BAB 3 Seolah Dunia Runtuh
4 BAB 4 Ammar Belum Ditemukan
5 BAB 5 Amanah Cinta
6 BAB 6 Pilihan yang Sulit
7 BAB 7 Berita Duka
8 BAB 8 Tindakan Buat Naya
9 BAB 9 Kepedulian Bu Nia
10 BAB 10 Empati Amanda
11 BAB 11 Naya Junior Lahir
12 BAB 12 Menjenguk Naya
13 BAB 13 Masa lalu Naya
14 BAB 14 Janji Dikara
15 BAB 15 Memulangkan Ammar
16 BAB 16 Ammar Belum Kembali
17 BAB 17 Kekhawatiran Amanda
18 BAB 18 Pilihan Hidup
19 BAB 19 Menemui Orang Tua
20 BAB 20 Papa Merestui
21 BAB 21 Amanda Mulai Curiga
22 BAB 22 Amanda Salah Paham
23 BAB 23 Dika Mulai Ada Rasa
24 BAB 24 Akhirnya Naya Tahu
25 BAB 25 Mengantar Naya
26 BAB 26 Mendapat Restu
27 BAB 27 Kenyataan Pahit
28 BAB 28 Pilihan Tak Terduga
29 BAB 29 Kutitip Amanda Padamu
30 BAB 30 Memohon Restu
31 BAB 31 Keberanian Naya
32 BAB 32 Akhirnya
33 BAB 33 Begitu sakit Melepasmu
34 BAB 34 Pemberian Dikara
35 BAB 35 Ternyata Bu Nindi
36 BAB 36 Pergi Saat Ultah Naya
37 BAB 37 Kekecewaan Naya
38 BAB 38 Awal Kejadian
39 BAB 39 Sang Penolong
40 BAB 40 Amanda Resign
41 BAB 41 Naya Ingin Bekerja
42 BAB 42 Mulai Berbohong
43 BAB 43 Dikara Kecewa
44 BAB 44 Permintaan Dikara
45 BAB 45 Dikara Kecewa Lagi
46 BAB 46 Bertemu Mantan
47 BAB 47 Keputusan Reno
48 BAB 48 Nasehat Dikara
49 BAB 49 Siapa Bunda?
50 BAB 50 Perasaan Aneh
Episodes

Updated 50 Episodes

1
BAB 1 Mengaku Suami
2
BAB 2 Terpaksa Naik Bus
3
BAB 3 Seolah Dunia Runtuh
4
BAB 4 Ammar Belum Ditemukan
5
BAB 5 Amanah Cinta
6
BAB 6 Pilihan yang Sulit
7
BAB 7 Berita Duka
8
BAB 8 Tindakan Buat Naya
9
BAB 9 Kepedulian Bu Nia
10
BAB 10 Empati Amanda
11
BAB 11 Naya Junior Lahir
12
BAB 12 Menjenguk Naya
13
BAB 13 Masa lalu Naya
14
BAB 14 Janji Dikara
15
BAB 15 Memulangkan Ammar
16
BAB 16 Ammar Belum Kembali
17
BAB 17 Kekhawatiran Amanda
18
BAB 18 Pilihan Hidup
19
BAB 19 Menemui Orang Tua
20
BAB 20 Papa Merestui
21
BAB 21 Amanda Mulai Curiga
22
BAB 22 Amanda Salah Paham
23
BAB 23 Dika Mulai Ada Rasa
24
BAB 24 Akhirnya Naya Tahu
25
BAB 25 Mengantar Naya
26
BAB 26 Mendapat Restu
27
BAB 27 Kenyataan Pahit
28
BAB 28 Pilihan Tak Terduga
29
BAB 29 Kutitip Amanda Padamu
30
BAB 30 Memohon Restu
31
BAB 31 Keberanian Naya
32
BAB 32 Akhirnya
33
BAB 33 Begitu sakit Melepasmu
34
BAB 34 Pemberian Dikara
35
BAB 35 Ternyata Bu Nindi
36
BAB 36 Pergi Saat Ultah Naya
37
BAB 37 Kekecewaan Naya
38
BAB 38 Awal Kejadian
39
BAB 39 Sang Penolong
40
BAB 40 Amanda Resign
41
BAB 41 Naya Ingin Bekerja
42
BAB 42 Mulai Berbohong
43
BAB 43 Dikara Kecewa
44
BAB 44 Permintaan Dikara
45
BAB 45 Dikara Kecewa Lagi
46
BAB 46 Bertemu Mantan
47
BAB 47 Keputusan Reno
48
BAB 48 Nasehat Dikara
49
BAB 49 Siapa Bunda?
50
BAB 50 Perasaan Aneh

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!