Ancaman dan Penyesalan

Selama melayani pelanggan, Hana merasa gelisah. Kendati ia sudah mengabari ibu Alin untuk segera datang ke kota tempat putri semata wayangnya melanjutkan studi, hati Hana masih saja tidak tenang. Firasatnya akan keadaan Alin semakin buruk saja dari hari ke hari.

Tiga hari setelah Alin diketahui menghilang dari rumah tua yang diyakini sebagai tempat penyekapan, polisi menggeledah kediaman lama keluarga Jackson Lim. Ditemukan beberapa bukti kuat yang mengarah pada pelaku, yakni kalung salib, pecahan batu giok, serta patahan kacamata. Tak hanya itu saja, benda kecil seperti sehelai rambut pirang pun dikumpulkan untuk dijadikan barang bukti.

Hana yang menyaksikan berita tentang penemuan mayat misterius lewat layar televisi di kafe, hanya bisa termangu sambil meneteskan air mata. Sekujur tubuhnya semakin lemas, setelah diketahui bahwa jenazah itu merupakan seorang mahasiswi fakultas manajemen bisnis bernama Alin Aliza. Ia pun bergegas ke toilet di sela-sela waktu kerjanya. Kesedihan yang menyesakkan dadanya, tak bisa dibendung lagi.

Tersedu-sedu Hana di dalam bilik toilet menangisi kematian Alin yang begitu tragis. Paras Alin yang cantik dipandanginya di layar ponsel, sembari mengucapkan kata maaf berkali-kali atas penyesalannya yang kian mengendap di rongga dada.

Ketika hendak menggeser layar ponsel, tampak panggilan masuk dari nomor tak dikenal. Hana segera mengangkatnya sambil menyeka air mata dari pipi.

"Halo," sapa Hana sesenggukan.

"Gimana? Apa sekarang kamu sudah benar-benar menyesal karena menuruti ego kamu?" tanya Yudis dari seberang telepon.

"Brengsek! Kamu bilang, kamu nggak akan menghabisi Alin kalau aku diam saja, tapi nyatanya apa? Dasar licik! Pengkhianat!" gerutu Hana, tersengal-sengal.

"Astaga, Hana. Kenapa kamu masih saja menyalahkan aku atas keegoisan kamu sendiri? Jika saja kamu menerima aku dan mau menghabiskan malam berdua, Alin pasti masih hidup sampai detik ini. Sayang sekali, ya," tutur Yudis dengan nada mengejek.

"Sialan! Berhenti menyalahkan aku! Setidaknya aku sudah berusaha buat mencari Alin dan membebaskan dia dari cengkeraman iblis kayak kamu," tukas Hana gusar.

"Begitu, ya? Kamu ini masih menganggap diri sebagai pahlawan, tapi orang yang kamu tolong tetap saja meregang nyawa. Dasar payah," sindir Yudis sambil terkekeh-kekeh.

"Diam atau aku robek mulutmu!" ancam Hana dengan suara tinggi.

"Silakan saja kalau bisa. Masalahnya, sebelum menuduh aku lebih sering, ada baiknya kamu bercermin dulu. Bukannya kamu juga nggak kalah kejam dari aku? Membiarkan teman menderita dalam waktu lama sampai meregang nyawa. Astaga!" ejek Yudis.

Terdiam Hana mendengar perkataan pria di seberang telepon. Pikirannya benar-benar kacau dan belum sepenuhnya pulih setelah kematian Satria dan Arum. Sekarang ditambah dengan kematian tragis Alin, membuat mentalnya semakin tertekan oleh manipulasi Yudis yang tiada henti.

"Sekarang begini saja, kamu nggak usah ikut campur dalam kasus kematian teman kamu. Cukup diam, dan lihatlah permainanku. Sekali saja kamu sok-sokan jadi pahlawan, aku bakal bikin kamu jadi tersangka utama. Ngerti?"

"Apa maksud kamu bilang begitu? Aku bakal berusaha menuntut keadilan atas kematian Alin sebagai penebusan kesalahanku," bantah Hana dengan tegas.

"Baiklah. Itu artinya, kamu siap dijadikan tersangka dalam kasus ini. Begitu, kan, mau kamu?"

"Apa?! K-Kenapa justru aku yang jadi pelakunya? A-Aku justru ingin--"

"Diam atau masuk bui? Cuma itu pilihan kamu." Yudis menyela.

Hana menelan ludah. Dadanya semakin sesak menyadari tipu daya Yudis semakin ganas.

"Gimana? Apa kamu sudah memikirkannya dengan baik?"

Hana menghela napas sejenak, sampai akhirnya menggetarkan bibirnya. "Kali ini, aku memang nggak bisa memutuskan hal yang pasti. Tapi, satu hal yang harus kamu ingat! Cepat atau lambat, kamu bakal mendapatkan balasan yang setimpal atas kekejaman kamu."

"Balasan? Balasan setimpal macam apa yang akan aku dapat? Katakan!"

Rahang Hana mengeras. Ia tampak geram dengan reaksi Yudis yang terdengar semakin menantangnya.

"Sudahlah, jangan bicarakan hukum tabur tuai denganku. Sebaiknya kamu istirahat yang cukup, tidur nyenyak, dan mimpikan aku. Oke? Sampai jumpa, sayang. Love you," ujar Yudis, kemudian mengakhiri panggilannya.

Hana menggenggam ponselnya dengan erat. Betapa pedih sekaligus marah hatinya setelah menghadapi Yudis yang bersikap biasa saja, seolah tak melakukan kesalahan apa pun. Sungguh apes nasib Hana sejak Yudis datang ke kafe dan menyatakan cinta padanya.

***

Keesokan pagi, sebuah kabar baik mengenai penangkapan para pelaku ditayangkan di layar kaca dan disebarkan di media sosial. Hana yang sedang membuka akun media sosialnya, termangu memandangi wajah para pelaku satu per satu. Dalam video yang ditontonnya, tampak lima terduga pelaku berdiri di belakang polisi.

Hana menyaksikan wawancara pihak kepolisian itu dengan saksama. Andra, Kevin, dan Viktor tampak tertunduk lesu. Yudis terlihat lebih tenang dari yang lainnya, bahkan tak sedikit pun raut penyesalan tergambar di wajahnya. Adapun Anwar hanya membuang muka, seakan tak terima dirinya ikut terseret dalam kasus yang tidak pernah ia lakukan.

"A-Apa? Kenapa Anwar jadi ikut terseret dalam kasusnya Alin? Anwar, kan, yang paling gigih nyariin Alin. Kenapa jadi gini?" gerutu Hana, merasa gusar.

Setelah wajah para pelaku ditayangkan, kabar diantarkannya jenazah Alin ke kampung halaman pun muncul. Tampak ibu Alin menangis terisak-isak dalam acara pemakaman putri semata wayangnya. Hana pun ikut menangis, meratapi kepergian Alin untuk selama-lamanya.

Menjelang siang, gadis itu memutuskan untuk mengambil cuti. Ia pergi ke kampung halamannya untuk mengunjungi pusara Alin yang baru saja dikebumikan. Hatinya benar-benar rapuh setelah semua usaha menyelamatkan Alin ditekan oleh ancaman Yudis yang bertubi-tubi.

Sepanjang perjalanan, air mata Hana meluncur deras membasahi pipinya. Sesekali ia mengusapnya, sambil memandang kosong ke luar jendela bus. Sekilas penyesalan atas keegoisannya mengganggu benak gadis itu. Lambat laun, ia berpikir mungkin perkataan Yudis ada benarnya. Jika saja dulu Hana bersedia menerima Yudis dan mengorbankan harga diri, Alin mungkin baik-baik saja hari ini.

Setibanya di kampung halaman, Hana mengunjungi kediaman Alin lebih dulu. Suasana duka masih terasa di rumah yang memiliki toko kelontong di sebelahnya itu.

Hana memasuki rumah Alin dan mengucapkan salam. Tampak ibu Alin yang sedang melamun, seketika menoleh ke arah Hana. Wanita paruh baya itu beranjak dari tikar dan menghampiri teman masa kecil putrinya itu.

"Hana," ucap ibu Alin memandangi gadis seusia putrinya.

Hana kembali meneteskan air mata tatkala mendapati semburat kehilangan di wajah wanita itu. Dipeluknya ibu Alin, sambil menangis tersedu-sedu. Pun dengan wanita paruh baya berkerudung itu, ikut menangis ketika teringat kembali pada wajah pucat putrinya untuk terakhir kali.

"Hana turut berduka cita sedalam-dalamnya, Bu. Maafin Hana yang nggak bisa jagain Alin di perantauan, ya," ucap Hana dengan suara gemetar.

"Ini bukan salah kamu, Hana. Mungkin takdir yang Allah kasih buat Alin memang seperti ini," sanggah ibu Alin.

Hana melepaskan pelukannya di tubuh ibu Alin, sambil mengusap air mata. Ingin sekali ia membantu wanita paruh baya itu menuntut keadilan bagi Alin. Akan tetapi, ketakutan akan ancaman Yudis lagi-lagi menahan ambisinya. Terbukti dari terseretnya Anwar, sudah dipastikan Yudis sedang memulai permainannya.

Episodes
1 Jadilah Kekasihku
2 Hampa
3 Mengisi Kekosongan Hati
4 Peringatan untuk Arum
5 Cinta atau Racun?
6 Bukti dan Pembenaran
7 Mengulur Waktu
8 Apa Kekuranganku? Katakan!
9 Teror
10 Luka Hati yang Patah
11 Menemukan Alin
12 Pisau Bermata Dua
13 Menjadi Pahlawan
14 Siasat
15 Ancaman dan Penyesalan
16 Berkumpul Kembali
17 Jaga Dirimu, Hana
18 Ketika Kekuasaan Berbicara
19 Tak Tenang
20 Perayaan Kebebasan
21 Kehilangan
22 Tolong, Jaga Batasanmu!
23 Berikan Cintamu
24 Pekerjaan Baru
25 Aroma Kenangan
26 Pertemuan Mengejutkan
27 Fakta Baru
28 Memilih Pulang
29 Rapuh
30 Mengharap Keadilan
31 Keraguan
32 Pak Parman Siuman
33 Curiga
34 Duka
35 Setelah Bapak Tiada
36 Pertaruhan
37 Alasan
38 Sesuai Kesepakatan
39 Pembebasan Lusi
40 Tak Lagi Sama
41 Rahasia Hana
42 Coba Pikirkan Dulu
43 Tawaran ke Luar Negeri
44 Negosiasi
45 Pelarian
46 Kenapa Harus Kamu?
47 Mengambil Keputusan
48 Konspirasi?!
49 Kekhawatiran Seorang Ibu
50 Tempat Baru
51 Menggenggam Dendam
52 Main Api
53 Kamu Hanya Milikku
54 Mayat di Toren Air
55 Pandangan Sinis
56 Pantaskan Dirimu
57 Surat Misterius
58 Impoten?!
59 Mengolok Anwar
60 Pencarian
61 Bu Esih Kecewa
62 Ternoda
63 Terus Terang Saja
64 Hukum Aku, Sayang
65 Kevin Menggertak
66 Adu Intrik
67 Cemburu
68 Memperoleh Maaf
69 Perpisahan Menyakitkan
70 Bolehkah Aku Mati di Tanganmu?
71 Ini Hubungan Toksik, Kak!
72 Dewa yang Ditunggu
73 Barter
74 Maukah Kamu Memaafkanku?
75 Membuka Kotak Pandora
76 Hari Indah Bersamamu
77 Apa Kamu Sungguh-sungguh Mencintaiku?
78 Obsesi Membakar Cinta
79 Visual
Episodes

Updated 79 Episodes

1
Jadilah Kekasihku
2
Hampa
3
Mengisi Kekosongan Hati
4
Peringatan untuk Arum
5
Cinta atau Racun?
6
Bukti dan Pembenaran
7
Mengulur Waktu
8
Apa Kekuranganku? Katakan!
9
Teror
10
Luka Hati yang Patah
11
Menemukan Alin
12
Pisau Bermata Dua
13
Menjadi Pahlawan
14
Siasat
15
Ancaman dan Penyesalan
16
Berkumpul Kembali
17
Jaga Dirimu, Hana
18
Ketika Kekuasaan Berbicara
19
Tak Tenang
20
Perayaan Kebebasan
21
Kehilangan
22
Tolong, Jaga Batasanmu!
23
Berikan Cintamu
24
Pekerjaan Baru
25
Aroma Kenangan
26
Pertemuan Mengejutkan
27
Fakta Baru
28
Memilih Pulang
29
Rapuh
30
Mengharap Keadilan
31
Keraguan
32
Pak Parman Siuman
33
Curiga
34
Duka
35
Setelah Bapak Tiada
36
Pertaruhan
37
Alasan
38
Sesuai Kesepakatan
39
Pembebasan Lusi
40
Tak Lagi Sama
41
Rahasia Hana
42
Coba Pikirkan Dulu
43
Tawaran ke Luar Negeri
44
Negosiasi
45
Pelarian
46
Kenapa Harus Kamu?
47
Mengambil Keputusan
48
Konspirasi?!
49
Kekhawatiran Seorang Ibu
50
Tempat Baru
51
Menggenggam Dendam
52
Main Api
53
Kamu Hanya Milikku
54
Mayat di Toren Air
55
Pandangan Sinis
56
Pantaskan Dirimu
57
Surat Misterius
58
Impoten?!
59
Mengolok Anwar
60
Pencarian
61
Bu Esih Kecewa
62
Ternoda
63
Terus Terang Saja
64
Hukum Aku, Sayang
65
Kevin Menggertak
66
Adu Intrik
67
Cemburu
68
Memperoleh Maaf
69
Perpisahan Menyakitkan
70
Bolehkah Aku Mati di Tanganmu?
71
Ini Hubungan Toksik, Kak!
72
Dewa yang Ditunggu
73
Barter
74
Maukah Kamu Memaafkanku?
75
Membuka Kotak Pandora
76
Hari Indah Bersamamu
77
Apa Kamu Sungguh-sungguh Mencintaiku?
78
Obsesi Membakar Cinta
79
Visual

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!