Luka Hati yang Patah

Yudis termenung di kamarnya sambil melihat-lihat foto Hana di ponsel. Dadanya bergemuruh, obsesi bercampur amarah terus berkecamuk mengganggu pikirannya.

Ketika hendak menggeser layar ponsel, sebuah panggilan masuk muncul. Ternyata dari Kevin Lim, teman nongkrongnya yang merupakan putra sulung pemilik beberapa diskotek di Jakarta. Diangkatnya panggilan itu dengan lesu, lalu menempelkan ponsel di telinganya.

"Ada apa, Vin?" tanya Yudis.

"Lo ada waktu luang nggak? Kita kumpul di diskotek bokap gue malam ini. Bisa, kan?" tutur Kevin dari seberang telepon.

"Hm ... gimana, ya?" Yudis menunduk sambil menepuk-nepuk pahanya.

"Jangan bilang nggak bisa. Gue udah ngajak Viktor sama Andra juga, kok. Sayang banget kalau lo nggak ikutan," tukas Kevin.

"Kalau Anwar sama Demian gimana? Ikutan juga?"

"Demian lagi ada acara balapan sama geng motornya. Kalau Anwar ... ah, lo tau sendiri, kan, dia tuh orangnya nggak bisa diajak senang-senang," jelas Kevin.

Yudis mengangguk pelan. "Oke, deh. Kita kumpul di sana jam berapa?"

"Sekitar jam sepuluh lebih lah. Nanti gue jemput lo ke situ."

"Oke. Kabarin aja kalau udah nyampe depan."

Setelah panggilan berakhir, Yudis menatap lagi foto Hana. Mungkin dengan bersenang-senang sejenak di klub malam, ia bisa melupakan gadis pujaannya. Bukankah pengaruh alkohol bisa menghilangkan rasa sakit untuk sementara?

Yudis segera bersiap-siap memakai kemeja biru tua lengan panjang dengan salur hitam. Ia memadukannya dengan celana bahan berwarna begi agar lebih matching. Rambutnya diolesi pomade dan ditata sedemikian rupa agar tetap rapi.

Tak terasa, waktunya hang out pun tiba. Kevin mengirimi Yudis pesan singkat, mengabarkan bahwa ia sudah menunggu di depan rumah. Maka bergegaslah Yudis ke luar dan mengatakan pada penjaga bahwa ia akan pergi bersama Kevin.

Yudis masuk ke mobil Kevin, sambil memperbaiki posisi kacamatanya. Setelah siap, Kevin melajukan mobil Pajero-nya meninggalkan kawasan elit itu. Pemuda bermata sipit itu melirik Yudis sebentar, lalu fokus kembali memandang jalanan.

"Tumben muka lo kelihatan kusut gitu. Abis ditolak cewek, ya?" celetuk Kevin sambil tersenyum-senyum.

Yudis mendelik, seraya berkata, "Nggak usah banyak bacot lo. Nyetir aja yang bener."

Kevin terkekeh-kekeh. "Ya elah, nggak usah baper gitu kali. Gue cuma heran aja, cowok ganteng dan high class kayak lo bisa-bisanya ditolak cewek. Emang cewek yang lo tembak tuh kayak gimana, sih? Seksi? Bohay? Atau jangan-jangan blasteran juga kayak lo?"

"Bukan apa-apa, cuma pelayan kafe," jawab Yudis singkat.

Tercengang Kevin mendengar jawaban Yudis. Keningnya mengernyit, seolah tak percaya dengan sosok yang diincar sahabat bulenya. "Apa?What the fuck, Yudis? Lo ditolak pelayan kafe?! Bukannya itu penghinaan besar buat lo? Terus, lo gimana? Ngasih pelajaran ke dia?"

"Lo nggak perlu tau. Ini urusan gue. Yang penting sekarang kita senang-senang aja dan lupain semua urusan hidup yang bikin mumet," tukas Yudis dengan ketus.

"Ck. Mentang-mentang lagi galau ngomongnya jadi ketus gitu ke gue. Tapi, nggak apa-apa. Malam ini gue bakal ajarin lo cara naklukin cewek."

"Alah, nggak usah diajarin juga gue udah bisa." Yudis mendelik.

"Nggak usah sok pinter, deh, lo. Kalau lo nggak gue ajak party dari dulu, pasti sampai sekarang tetep cupu, nggak ngerti enaknya gimana senang-senang sama cewek."

"Oh, jadi lo ngerasa paling berjasa dalam hidup gue gitu? Apa lo lupa, gara-gara kita nurutin nafsu, kita kebablasan merusak temen adeknya si Anwar? Padahal dia masih minor, nggak pantes diperlakukan kayak gitu."

"Alah, nggak usah munafik lo! Lo juga menikmati, kan, waktu kita nungguin si Anwar pulang? Cewek SMA emang luar biasa," sanggah Kevin, sambil membayangkan gadis yang sudah dirusaknya bersama Yudis, Viktor, dan Andra.

Tak lama kemudian, mobil Kevin berhenti di depan sebuah diskotek mewah milik ayahnya. Lampu-lampu disko berwarna-warni yang dipancarkan dari berbagai sudut ruangan menambah kesan gemerlap diskotek itu.

Yudis dan Kevin pun turun dari mobil, lalu berjalan memasuki diskotek. Suara musik yang menghentak dan dentuman bass langsung menyambut mereka. Keduanya berjalan menuju sebuah meja di sudut ruangan, tempat Viktor dan Andra sudah menunggu.

"Hei, Bro! Lama banget sih lo datengnya?" sapa Viktor sambil mengulurkan tangannya.

"Sorry, tadi macet di jalan," jawab Kevin sambil berjabat tangan dengan Viktor.

"Yoi, santai aja kali. Kita juga baru nyampe kok," timpal Andra.

Yudis dan Kevin pun bergabung dengan teman-temannya. Mereka memesan dua botol minuman beralkohol dan mulai menikmati suasana malam itu. Sesekali mereka bercanda dan tertawa bersama.

Namun, di balik tawa dan candaannya, Yudis masih teringat pada Hana. Ia mencoba untuk melupakan gadis itu, tetapi bayangannya selalu saja muncul di pelupuk matanya.

"Yudis, lo kenapa diem aja dari tadi?" tanya Viktor.

"Nggak apa-apa kok. Lagi nggak mood aja," jawab Yudis.

"Tumben lo murung gitu. Abis ditolak cewek, ya?" celetuk Andra.

"Bukan gitu, bro. Gue cuma lagi pengen sendiri aja," balas Yudis.

"Ya udah, terserah lo deh," kata Viktor.

Berselang beberapa menit kemudian, seorang gadis berkemeja putih dengan rompi hitam dipadukan celana bahan berwarna senada, membawa pesanan minuman mereka. Kevin yang mengenali gadis itu, tersenyum-senyum memandangi tubuhnya. Pelayan itu tidak lain adalah Alin, teman masa kecil Hana.

Alin menyuguhkan dua botol minuman serta empat sloki bagi para pemuda yang duduk di sudut diskotek itu. Saat minuman ditaruh di meja mereka, Kevin menarik lengan gadis itu.

"Mau ke mana, Alin? Lo nggak mau ikut bersenang-senang dulu di sini?" tanya lelaki bermata sipit itu, sambil beranjak dari tempat duduknya.

Alin mengibaskan lengannya, sambil menatap tajam. "Gue kerja di sini sebagai pengantar minuman. Bukan wanita penghibur!" tegasnya dengan suara tinggi.

"Ayolah! Lo jangan serius-serius amat buat kerja. Ini diskotek punya bokap gue, jadi gue bisa ngelakuin apa pun sama orang-orang di sini. Termasuk elo," tukas Kevin, sembari membelai wajah Alin.

Dengan kasar, Alin menepis lengan lelaki itu seraya berkata, "Lo nggak berhak ngatur-ngatur hidup gue, sekalipun lo berada di tempat kekuasaan lo. Oh! Tadi lo bilang diskotek ini milik bokap lo, kan? Sekali aja lo macem-macem sama gue, bakal gue aduin lo."

Keempat lelaki itu terbahak-bahak mendengar ancaman Alin. Kevin menunjuk bahu Alin dan menatap sinis. "Lo mau aduin gue ke siapa? Bokap gue? Lo itu cuma pegawai di sini. Nggak usah sok pede bakal dilindungi sama bos lo."

Alin mendengkus sebal.

"Lo bisa aja nolak gue di kampus, tapi di sini, lo itu cuma pegawai yang bisa gue rendahin kapan pun gue mau," lanjut Kevin.

"Nggak usah banyak omong lah, Kevin! Lo bisa langsung bawa dia ke hotel," cetus Viktor, lelaki yang memiliki tato naga di lengan kanannya, dengan aksen Batak-nya yang kental.

Kevin menoleh pada Viktor seraya bertanya, "Lo mau nyobain dia juga?"

Yudis yang memperhatikan Alin sejak tadi, tampak senang menyadari tujuannya menculik gadis itu menjadi lebih mudah. Setidaknya dengan menyembunyikan Alin, ia dapat menuntut Hana terus menerus untuk menerimanya.

"Ide bagus," celetuk Yudis, sembari menyeringai.

"Kayaknya asyik juga tuh," sahut Andra, lelaki dengan rambut dicat pirang.

Mendengar arah pembicaraan para lelaki itu, Alin langsung melengos menuju bar diskotek. Bagaimanapun juga, ia harus mempertahankan harga dirinya, meskipun memilih profesi sebagai pelayan di sana.

Ketika hendak memasuki bar, tak disangka, Kevin mengikutinya dari belakang. Lelaki itu membekap mulut Alin dengan saputangan yang sudah dilumuri bius, lalu menopang tubuh si gadis berparas cantik. Viktor membantu Kevin membopong Alin ke sebuah mobil Pajero yang diparkir di basemen, disusul Yudis dan Andra di belakang mereka.

Mereka pun membawa Alin ke sebuah rumah keluarga Kevin yang sudah lama tidak ditinggali. Terlihat dari bangunannya yang usang, serta rumput-rumput liar begitu tinggi.

Setibanya di salah satu kamar yang gelap, Kevin membaringkan tubuh Alin di tempat tidur.

"Jadi, gimana? Langsung eksekusi aja?" tanya Viktor menoleh pada Kevin.

"Tunggu apa lagi? Mumpung dia belum sadar, kita eksekusi aja. Tapi gue yang duluan. Oke?" sahut Kevin, begitu bersemangat.

Kevin, Andra, dan Viktor segera melepas pakaian. Adapun Yudis, membuka kancing kemejanya satu per satu sambil memandangi Alin yang terbaring tak sadarkan diri. Kebahagiaan meletup-letup di dada pemuda itu saat hendak melakukan tindakan bejat pada teman dekat gadis incarannya. Ini, kan, yang kamu inginkan, Hana? Lihatlah! Aku nggak akan berhenti membuat orang sekitarmu menderita sebelum kamu menerimaku, batinnya.

Episodes
1 Jadilah Kekasihku
2 Hampa
3 Mengisi Kekosongan Hati
4 Peringatan untuk Arum
5 Cinta atau Racun?
6 Bukti dan Pembenaran
7 Mengulur Waktu
8 Apa Kekuranganku? Katakan!
9 Teror
10 Luka Hati yang Patah
11 Menemukan Alin
12 Pisau Bermata Dua
13 Menjadi Pahlawan
14 Siasat
15 Ancaman dan Penyesalan
16 Berkumpul Kembali
17 Jaga Dirimu, Hana
18 Ketika Kekuasaan Berbicara
19 Tak Tenang
20 Perayaan Kebebasan
21 Kehilangan
22 Tolong, Jaga Batasanmu!
23 Berikan Cintamu
24 Pekerjaan Baru
25 Aroma Kenangan
26 Pertemuan Mengejutkan
27 Fakta Baru
28 Memilih Pulang
29 Rapuh
30 Mengharap Keadilan
31 Keraguan
32 Pak Parman Siuman
33 Curiga
34 Duka
35 Setelah Bapak Tiada
36 Pertaruhan
37 Alasan
38 Sesuai Kesepakatan
39 Pembebasan Lusi
40 Tak Lagi Sama
41 Rahasia Hana
42 Coba Pikirkan Dulu
43 Tawaran ke Luar Negeri
44 Negosiasi
45 Pelarian
46 Kenapa Harus Kamu?
47 Mengambil Keputusan
48 Konspirasi?!
49 Kekhawatiran Seorang Ibu
50 Tempat Baru
51 Menggenggam Dendam
52 Main Api
53 Kamu Hanya Milikku
54 Mayat di Toren Air
55 Pandangan Sinis
56 Pantaskan Dirimu
57 Surat Misterius
58 Impoten?!
59 Mengolok Anwar
60 Pencarian
61 Bu Esih Kecewa
62 Ternoda
63 Terus Terang Saja
64 Hukum Aku, Sayang
65 Kevin Menggertak
66 Adu Intrik
67 Cemburu
68 Memperoleh Maaf
69 Perpisahan Menyakitkan
70 Bolehkah Aku Mati di Tanganmu?
71 Ini Hubungan Toksik, Kak!
72 Dewa yang Ditunggu
73 Barter
74 Maukah Kamu Memaafkanku?
75 Membuka Kotak Pandora
76 Hari Indah Bersamamu
77 Apa Kamu Sungguh-sungguh Mencintaiku?
78 Obsesi Membakar Cinta
79 Visual
Episodes

Updated 79 Episodes

1
Jadilah Kekasihku
2
Hampa
3
Mengisi Kekosongan Hati
4
Peringatan untuk Arum
5
Cinta atau Racun?
6
Bukti dan Pembenaran
7
Mengulur Waktu
8
Apa Kekuranganku? Katakan!
9
Teror
10
Luka Hati yang Patah
11
Menemukan Alin
12
Pisau Bermata Dua
13
Menjadi Pahlawan
14
Siasat
15
Ancaman dan Penyesalan
16
Berkumpul Kembali
17
Jaga Dirimu, Hana
18
Ketika Kekuasaan Berbicara
19
Tak Tenang
20
Perayaan Kebebasan
21
Kehilangan
22
Tolong, Jaga Batasanmu!
23
Berikan Cintamu
24
Pekerjaan Baru
25
Aroma Kenangan
26
Pertemuan Mengejutkan
27
Fakta Baru
28
Memilih Pulang
29
Rapuh
30
Mengharap Keadilan
31
Keraguan
32
Pak Parman Siuman
33
Curiga
34
Duka
35
Setelah Bapak Tiada
36
Pertaruhan
37
Alasan
38
Sesuai Kesepakatan
39
Pembebasan Lusi
40
Tak Lagi Sama
41
Rahasia Hana
42
Coba Pikirkan Dulu
43
Tawaran ke Luar Negeri
44
Negosiasi
45
Pelarian
46
Kenapa Harus Kamu?
47
Mengambil Keputusan
48
Konspirasi?!
49
Kekhawatiran Seorang Ibu
50
Tempat Baru
51
Menggenggam Dendam
52
Main Api
53
Kamu Hanya Milikku
54
Mayat di Toren Air
55
Pandangan Sinis
56
Pantaskan Dirimu
57
Surat Misterius
58
Impoten?!
59
Mengolok Anwar
60
Pencarian
61
Bu Esih Kecewa
62
Ternoda
63
Terus Terang Saja
64
Hukum Aku, Sayang
65
Kevin Menggertak
66
Adu Intrik
67
Cemburu
68
Memperoleh Maaf
69
Perpisahan Menyakitkan
70
Bolehkah Aku Mati di Tanganmu?
71
Ini Hubungan Toksik, Kak!
72
Dewa yang Ditunggu
73
Barter
74
Maukah Kamu Memaafkanku?
75
Membuka Kotak Pandora
76
Hari Indah Bersamamu
77
Apa Kamu Sungguh-sungguh Mencintaiku?
78
Obsesi Membakar Cinta
79
Visual

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!