Merasa Tersaingi

"Cantik, lumayan manis juga." Zidan sengaja menjawabnya, agar ia dapat melihat ekspresi wajah Ayana akan berubah atau tidak.

Benar saja, Ayana yang semula berseri-seri, kini berubah sedikit masam.

(Yes, apakah kamu cemburu, Za?) 

Batin Zidan terkekeh.

"Kenapa, Za? Ada yang salah, kah?" Imbuh Zidan.

Ayana membuang wajahnya.

"Mengapa kamu tidak menikah saja dengannya?" Ayana berdiri dari duduknya kemudian ia pergi meninggalkan Zidan, Ayana berjalan menuju parkiran.

"Maksud kamu? Za.. Tunggu.. Maksud kamu apa?" Zidan mengejar Ayana yang sudah sampai di parkiran.

Namun, ketika Zidan mengejar Ayana. Datanglah Difa yang hendak pulang juga bersama dengan Kamal dan Agata, namun mereka menghentikan langkah mereka lalu melihat Zidan mengejar Ayana dari kejauhan.

"Eh, Kyai mengejar siapa itu?" Bisik Difa kepada Kamal dan Agata.

"Tuh, lihat saja. Siapa yang sudah berdiri didekat mobil." Tunjuk Kamal mengarah kepada Ayana.

"Siapa dia?" Difa bertanya dengan penasaran.

"Itu yang namanya Umi Ayana." Sahut Agata.

"Oh, ternyata Umi cantik sekali ya." Jawab Difa.

"Iya, terkadang Kyai kecolongan curi-curi pandang kepada Umi. Padahal jelas-jelas, Umi adik iparnya." Imbuh Kamal.

"Ya sudah, biarkan itu menjadi urusan mereka. Kita jangan membicarakan mereka, tidak baik." Tegas Difa.

"Lanjut yuk, sekalian kita pamit kepada Kyai." Sahut Agata.

Difa, Kamal dan Agata berjalan mendekati Zidan.

Zidan yang sudah hampir mendekati Ayana, langkahnya terhenti oleh ketiga karyawannya.

"Assalamu'alaikum, Kyai." Ucap salam Kamal kepada Zidan.

"Wa'alaikumsalam. Lho, kalian belum pulang?" Tanya Zidan.

"Belum, Kyai. Masih ada beberapa yang harus kita kerjakan." Sahut Difa dengan tersenyum mengarah ke Zidan.

Zidan membalas senyuman Difa.

"Mungkin sebentar lagi pulang, Kyai." Imbuh Kamal.

Zidan kemudian memanggil Ayana yang masih berdiri didekat pintu mobil, karena pintu mobil masih terkunci dan belum bisa dibuka.

"Za, kesini sebentar. Ada yang ingin aku kenalkan!" Panggil Zidan kepada Ayana.

Ayana menoleh kearah Zidan. Ia melihat telah berdiri Kamal, Agata dan seorang wanita dengan pakaian syar'i nya, cantik dan elegan.

(Siapa itu? Apakah itu Difa? Memang benar-benar cantik ya.)

Gumam Ayana dalam hatinya.

Ayana berjalan mendekati Zidan dan mereka.

"Za, perkenalkan ini yang namanya Difa. Dan Difa, ini Umi Ayana. Kamu bisa memanggilnya dengan sebutan Umi, kalau ada perlu apa-apa, kamu bisa bicarakan dengan Umi ya!" Zidan tampak memperkenalkan Ayana kepada Difa, lalu begitu sebaliknya.

Ayana mengulurkan tangannya dan tersenyum manis kepada Difa.

"Ternyata kamu cantik ya, Difa! Semoga betah ya selama mengajar disini." Ucap Ayana dengan melirik kearah Zidan.

Mendapatkan lirikan dari Ayana, Zidan menjadi salah tingkah.

"Umi juga cantik sekali. Alhamdulillah, senang berkenalan dengan Umi." Difa tersenyum senang ketika berkenalan dengan Ayana.

"Ya sudah, kalau begitu, kita pamit lebih awal ya." Zidan pun berpamitan kepada mereka.

"Silahkan, Kyai." Kamal mempersilahkan Zidan dan Ayana untuk pergi.

Zidan berjalan menuju mobil kemudian membukakan pintu mobil untuk Ayana.

Ketiga karyawannya begitu iri dengan kasih sayang Zidan kepada Ayana. Sepertinya, Zidan sangat menyayangi dan menghargai Ayana.

"So sweet sekali." Ucap Agata terus memperhatikan Zidan dan Ayana.

Difa hendak pergi meninggalkan Kamal dan Agata.

"Sudah, sudah. Ayo kita pulang!"

***

"Oh, jadi dia yang namanya Difa? Memang benar cantik sih, ukhti-ukhti syar'i lagi. Cocok tuh dengan Kak Zidan yang sudah menjadi seorang Kyai." Ayana tiba-tiba memecahkan suasana di dalam mobil.

Zidan yang sejak tadi diam dan pandangannya fokus kedepan, menjadi mendadak menoleh kearah Ayana.

"Maksud kamu bagaimana sih, Za? Jangan membuat aku bingung seperti ini." Zidan bertanya dengan melembutkan nada bicaranya serta berekspresi wajah yang memang benar-benar bingung.

Ayana melemparkan pandangannya ke arah luar. Ia pun menarik nafasnya dalam-dalam.

"Iya, sepertinya Difa cocok dengan Kak Zidan, cocok untuk dijadikan Isteri. Kak Zidan memangnya tidak ingin menikah? Sudah saatnya Kak Zidan menikah dan memiliki keturunan!" Ujar Ayana dengan mata tetap menatap kearah luar.

Zidan menghembuskan nafasnya. Ia paham betul apa yang telah dimaksudkan oleh Ayana.

"Maaf, Za. Aku belum ingin menikah. Dan untuk masalah hati, tidak bisa dicoba-coba." Jawab Zidan dengan nada yang mulai melunak, ia merasa sedih disaat Ayana menginginkan ia menikah dengan orang lain.

Ayana kemudian melirik kearah Zidan.

"Mengapa? Bukankah segala suatu rasa akan timbul jika semuanya telah terbiasa? Coba Kak Zidan biasakan untuk lebih akrab dengan Difa, siapa tahu memang Difa adalah jodoh kamu, Kak!" Ayana memberikan saran.

Zidan terdiam, ia tidak dapat melanjutkan kata-katanya. Karena, yang ia inginkan adalah Ayana. Bukan Difa.

"Kak, mengapa diam? Bagaimana? Kak Zidan setuju kan?" Ayana membuyarkan lamunan Zidan.

Zidan pun tersentak kaget.

"Hmm.. Kamu maunya aku begitu?" Zidan balik bertanya kepada Ayana.

Ayana mengangguk.

"Iya, supaya Kak Zidan tidak sendirian. Aku tidak ingin kamu berlarut-larut dalam kesendirian." Pinta Ayana kepada Zidan.

"Baiklah, Za. Jika itu permintaan dari kamu. Aku akan turuti saran dari kamu. Mungkin memang sudah saatnya aku memiliki pasangan seperti apa yang kamu bilang!" Zidan menegaskan untuk mengiyakan permintaan Ayana.

Begitu berat Zidan mengatakan hal itu, namun karena ini saran dari Ayana, maka ia akan mencobanya, hitung-hitung sekalian akan membuat Ayana merasa tersaingi atau merasa cemburu, jika memang Ayana masih ada perasaan untuknya.

Padahal dalam hati Ayana, ia seperti tidak merelakan jika Zidan bersama dengan Difa.

Masih ada rasa sayang dari Ayana terhadap Zidan.

Ia hanya berpura-pura saja, supaya ia terlihat kuat. Padahal, hatinya memang rapuh.

Suasana didalam mobil hening, sepi dan tanpa suara.

Setelah pembahasan itu, Ayana dan Zidan hanya terdiam.

Entah apa saja yang ada dalam pikiran mereka masing-masing.

Suasana canggung kembali tercipta.

***

"Zidan, kamu sudah pulang, Nak? Mari makan dulu yuk." Bu Fatimah menawarkan untuk segera makan bersama.

Zidan hanya mencium punggung tangan Bu Fatimah kemudian ia hendak pergi masuk kedalam kamarnya.

"Nanti saja, Bu. Aku belum lapar. Aku istirahat dulu!" Ucap Zidan dengan nada yang tidak biasanya. Ia langsung menaiki anak tangga dan masuk kedalam kamarnya dengan segera.

Apa yang sedang Zidan pikirkan, sehingga ia menjadi bersikap lebih dingin.

Ayana mengekorinya dari belakang.

"Ayana, mau makan sekarang?" Tanya Bu Fatimah.

Ayana yang sudah berada di ruang tamu, akan hendak masuk kedalam kamarnya.

"Nanti saja ya, Bu. Ayana ingin mandi dulu." Jawab Ayana.

Zidan dan Ayana telah masuk kamar.

Bu Fatimah sampai terkejut dengan sikap mereka yang seperti tidak biasanya.

Zidan terlihat kesal, atas perintah Ayana yang ditujukan untuknya.

"Apa dia benar-benar sudah melupakan aku? Kenangan masa lalu kita? Sungguh tidak disangka. Aku harus berbuat apa? Apakah aku harus melakukan saran yang dia berikan?" Gumamnya lirih.

Zidan membanting kunci mobilnya diatas nakas, kemudian ia membaringkan tubuhnya, ia melepaskan penat setelah seharian ini mengurus Pesantren.

Matanya menerawang pada langit-langit.

Ia terus memikirkan ucapan Ayana yang terus mengiang dalam ingatannya.

Di kamar Ayana.. 

(Mungkin memang sudah saatnya Kak Zidan mengenal wanita lain untuk jenjang yang lebih serius. Aku tidak bisa berbuat apa-apa. Jika itu sudah menjadi kehendak Allah, aku tidak bisa menghalanginya. Kehidupan kita sudah masing-masing. Akupun telah bersama dengan Mas Fahmi. Dan tidak akan pernah bersatu bersama Kak Zidan. Semoga kamu bisa mendapatkan jodoh yang terbaik ya, Kak Zid) 

Batin Ayana ketika dirinya sedang beristirahat menyandarkan bahunya disandaran ranjang.

Hatinya gelisah, pikirannya berkecamuk.

(Aduh, sudah sih ini kenapa pikiranku jadi kemana-mana. Kak Zidan adalah masa laluku, saatnya aku fokus dengan kehidupanku bersama dengan Mas Fahmi. Pokoknya aku harus fokus untuk memiliki momongan. Titik tidak pakai koma.) 

Ayana mengacak-acak wajahnya dengan kedua tangannya.

Ia bergegas bersih-bersih karena tidak lama lagi Fahmi akan pulang ke rumah.

Sepanjang harinya, kini begitu lelah dengan rutinitasnya menjadi pengajar sekaligus pengasuh untuk santriwati di Pesantren.

Berangkat pagi, pulang sore hari. Bahkan, jika sedang banyak pekerjaan, ia pasti akan lembur dan pulang hingga malam lari.

Sebenarnya, Zidan dan Ayana memang harus tinggal di Pesantren. Karena, pengajaran selama di Pondok Pesantren tidak hanya dari pagi sampai sore saja. Namun, untuk saat ini. Metode pengajaran telah diterapkan oleh Zidan hanya dari pagi sampai sore saja.

Akan berlaku malam hari, ketika nanti Zidan sudah membangun rumah di area Pesantren. Serta sudah banyak para pengajar yang bersedia tinggal dilingkungan Pesantren.

Jadi, saat ini para Santri dan Santriwati, ketika malam hari diberikan waktu longgar untuk mengaji dan beristirahat.

"Assalamu'alaikum, sayang. Kamu sedang apa?"

Episodes
1 SAH!
2 Pulang Ke Rumah
3 Malam Pertama
4 Sedang Sakit
5 Hanya Kelelahan
6 Canggung
7 Terjadilah Sudah
8 Kembali
9 Ditinggal Tugas
10 Mulai Terbiasa
11 Berdua
12 Bahagia
13 Ditinggal Umroh
14 Pulang Umroh
15 Kesepian
16 Pesantren Ar-Rahman
17 Sebuah Kekhawatiran
18 Dilema
19 Pengajar Baru, Bernama Difa Azahra
20 Merasa Tersaingi
21 Ada Apakah Gerangan?
22 Happy Anniversary
23 Dingin dan Acuh
24 Semakin Dingin
25 Luka Hati, Luka Tubuh
26 Perasaan Terdalam
27 Sebuah Pengakuan
28 Khawatir
29 Menjenguk Umi
30 Perhatian
31 Pertemuan 2 Keluarga
32 Perjodohan
33 Perdana Singgah ke Pesantren
34 Putra Bungsu?
35 Iya, Dia Fahmi!
36 Bakso Cuanki
37 Jujur Lebih Baik
38 Rela Menjadi Madu
39 Apa? Poligami?
40 Terbongkarnya Rahasia
41 Galau
42 Kesimpulan Pahit
43 Kembali ke Jakarta
44 Alhamdulillah, Sudah Membaik
45 Keputusan Berat
46 Mutlak, Lanjut Poligami!
47 Galau Membawa Luka
48 Hmm.. Bolehkah Sedekat Ini?
49 H-3 Pernikahan
50 Hari Pernikahan Fahmi dan Sarah
51 Resmi Menjadi Madu
52 Penyemangat Dari Zidan
53 Malam Penuh Dengan Tanda Tanya
54 Malam Penuh Ketegangan
55 Menyelesaikan Masalah
56 Pergi Honeymoon?
57 Honeymoon
58 Saling Menjaga
59 Zidan Sakit
60 Kekhawatiran Ayana
61 Sarah Pulang ke Rumah
62 Kembali ke Rumah
63 Merasa Kalah Saing
64 Sarah Merajuk
65 Positif Hamil
66 Tersingkirkan
67 Perhatian Zidan
68 Hampir Frustasi
Episodes

Updated 68 Episodes

1
SAH!
2
Pulang Ke Rumah
3
Malam Pertama
4
Sedang Sakit
5
Hanya Kelelahan
6
Canggung
7
Terjadilah Sudah
8
Kembali
9
Ditinggal Tugas
10
Mulai Terbiasa
11
Berdua
12
Bahagia
13
Ditinggal Umroh
14
Pulang Umroh
15
Kesepian
16
Pesantren Ar-Rahman
17
Sebuah Kekhawatiran
18
Dilema
19
Pengajar Baru, Bernama Difa Azahra
20
Merasa Tersaingi
21
Ada Apakah Gerangan?
22
Happy Anniversary
23
Dingin dan Acuh
24
Semakin Dingin
25
Luka Hati, Luka Tubuh
26
Perasaan Terdalam
27
Sebuah Pengakuan
28
Khawatir
29
Menjenguk Umi
30
Perhatian
31
Pertemuan 2 Keluarga
32
Perjodohan
33
Perdana Singgah ke Pesantren
34
Putra Bungsu?
35
Iya, Dia Fahmi!
36
Bakso Cuanki
37
Jujur Lebih Baik
38
Rela Menjadi Madu
39
Apa? Poligami?
40
Terbongkarnya Rahasia
41
Galau
42
Kesimpulan Pahit
43
Kembali ke Jakarta
44
Alhamdulillah, Sudah Membaik
45
Keputusan Berat
46
Mutlak, Lanjut Poligami!
47
Galau Membawa Luka
48
Hmm.. Bolehkah Sedekat Ini?
49
H-3 Pernikahan
50
Hari Pernikahan Fahmi dan Sarah
51
Resmi Menjadi Madu
52
Penyemangat Dari Zidan
53
Malam Penuh Dengan Tanda Tanya
54
Malam Penuh Ketegangan
55
Menyelesaikan Masalah
56
Pergi Honeymoon?
57
Honeymoon
58
Saling Menjaga
59
Zidan Sakit
60
Kekhawatiran Ayana
61
Sarah Pulang ke Rumah
62
Kembali ke Rumah
63
Merasa Kalah Saing
64
Sarah Merajuk
65
Positif Hamil
66
Tersingkirkan
67
Perhatian Zidan
68
Hampir Frustasi

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!