Bahagia

"Sudah mengaku saja, Za!" Zidan bertanya kembali.

"Kakak, kenapa sih? Suka sekali gangguin aku!" Ayana menghardik Zidan dengan menghentakkan kakinya diaspal.

Zidan menggelengkan kepalanya.

"Hahaha, kamu kepe-dean ah, Za. Sudah lah, aku duluan saja kalau dituduh mengganggu kamu!" Zidan melangkahkan kakinya lebih cepat sehingga Ayana jauh tertinggal.

Ayana teramat kesal dengan sikap Zidan yang semakin hari semakin jahil saja terhadapnya.

"Awas ya, Kak! Aku aduin kamu pada Mas Fahmi!" Ancam Ayana pada Zidan.

"Haha, silahkan saja, Za! Aku tidak takut!" Zidan berlari meninggalkan Ayana.

Ayana mengejar Zidan dengan berjalan lebih cepat. Karena hari sudah sangat malam.

Jalanan komplek juga sudah sangat sepi.

"Aaarrrggghhhhh.... Kak Zidaaaaannn!!!!"

***

"Assalamu'alaikum, Sayangku. Ayo bangun! Sudah waktunya sholat subuh." Bisik Fahmi kepada Ayana dengan tertidur pulas.

Samar-samar Ayana mendengar suara Fahmi dalam tidurnya.

Ia menggeliat dan membuka matanya yang masih terasa berat.

Ketika ia membuka matanya, ia terkejut dengan adanya Fahmi dihadapannya.

"Nyenyak sekali tidurnya, tidak ada yang mengganggu ya? Jadi, tidurnya bisa sangat puas?" Ucap Fahmi dengan lembut ketika melihat Ayana telah membuka matanya.

Ayana mengerjapkan matanya dan mengucak-ucak beberapa kali.

"Mas Fahmi?"

"Iya, Sayang. Siapa lagi kalau bukan suami kamu yang paling ganteng?" Jawab Fahmi dengan alis naik turun ditambah senyuman yang begitu manis.

Dengan cepat Ayana memeluk erat tubuh Fahmi, hingga Fahmi tersungkur menindih tubuh Ayana.

"Mas Fahmi, aku rindu sekali dengan kamu. Kapan sih kamu libur kerjanya? Aku sangat bosan sekali!" Rengek Ayana kepada Fahmi.

Fahmi betapa sangat senang ketika Ayana menanti kehadirannya.

Nampaknya, sayang dan cinta Ayana kini telah tumbuh untuk Fahmi.

"Hmm, kirain kamu tidak rindu padaku?" Jawab Fahmi mencolek hidung mancung Ayana.

Ayana memonyongkan mulutnya.

"Ih, apa sih, Mas? Kok bicaranya seperti itu? Kamu tidak yakin ya kalau aku sangat merindukanmu?" Ucap Ayana dengan mengerutkan dahinya.

Fahmi terkekeh gemas melihat ekspresi wajah Ayana yang seperti gadis kecil merindukan sang ayah.

"Maaf ya, Sayang. Aku hanya bercanda saja. Jangan diambil hati." Jelas Fahmi kembali.

Ayana memeluk Fahmi dengan senyuman lebarnya.

Separuh hatinya kini telah kembali pulang. Selama ditinggal tugas oleh Fahmi, hidup Ayana terasa hampa.

Apalagi ia belum dikaruniai momongan, sehingga sangatlah terasa kesepian.

"Mas, aku ingin bicara sesuatu!" Ayana mengendurkan pelukannya.

Fahmi menatap wajah Ayana lekat-lekat.

"Apa tuh, Sayang?" Fahmi dibuat penasaran oleh Ayana.

Ayana memutarkan bola matanya.

"Hmm.. Ibu minta cucu, Mas. Kata Ibu, kita harus segera memberinya cucu." Jelas Ayana.

Fahmi tersenyum.

"Ayo buat, Yuk." Ajak Fahmi kepada Ayana.

"Eh, eh.. Nanti dulu! Kita sholat subuh dulu dong, Mas." Ayana bangkit dari tempat tidurnya dan pergi menjauh meninggalkan Fahmi yang masih tergeletak diranjang.

***

"Kak, kapan rencana akan buka Pondok Pesantren?" Fahmi bertanya kepada Zidan ketika keduanya sedang menikmati secangkir kopi di taman belakang.

Zidan menghembuskan napasnya.

"Kenapa memangnya?" Zidan balik bertanya kepada Fahmi.

Fahmi menyeruput kopi panasnya, kemudian ia letakkan kembali pada tatakan cangkirnya.

"Aku boleh request tidak, Kak?" Fahmi memajukan tubuhnya seolah ingin berbisik-bisik kepada Zidan.

"Request apa?"

"Nanti, ketika Kakak sudah mendirikan Pondok Pesantren, bolehkah Ayana diberikan kesempatan mengajar ditempatmu?" Pinta Fahmi kepada Zidan.

Seketika Zidan terkejut mendengar penuturan Fahmi.

"Apa? Ayana mengajar ditempatku?" Zidan mengulangi perkataan yang dilontarkan oleh Fahmi.

Fahmi mengangguk dengan cepat.

"Bagaimana? Bolehkah?" Fahmi kembali bertanya.

"Atas dasar apa kamu request Ayana untuk mengajar ditempatku nanti? Bukankah ekonomi kamu sudah sangat baik?" Zidan penasaran motif apa yang diberikan Fahmi kepadanya.

"Jadi begini, Kak. Ayana itu kesepian kalau aku sedang bertugas. Nah, supaya dia tidak kesepian berlarut, makanya aku berikan kesempatan untuknya agar mengajar saja ditempat Kakak nanti!" Jelas Fahmi kepada Zidan.

Zidan sedang mencerna ucapan Fahmi dengan menganggukkan kepalanya.

"Hmm, boleh juga sih. Secara, Ayana kan seorang ustadzah ketika di Pesantrennya Kyai Akbar. Apa salahnya kalau kita coba. Siapa tahu dengan dia mengajar di Pesantrenku nanti, ia bisa mengembangkan berbagai ilmu yang ia miliki." Ujar Zidan tersenyum.

"Nah, seperti itu maksudku!" Jawab Fahmi.

"Baiklah, itu soal mudah. Sekarang tinggal bagaimana aku membangun sebuah Pesantren yang sederhana terlebih dahulu." Sahut Zidan dengan pikiran yang tentunya ingin mengembangkan secara luas ilmu agama yang ia dapatkan selama di Kairo.

"Tenang, nanti aku bantu!"

***

Tiga Bulan Kemudian..

"Alhamdulillah, pembangunan Pondok Pesantren telah selesai. Tinggal saatnya membuka dan menyebarkan brosur untuk calon Santri dan Santriwati." Ucap Zidan ketika dirinya sedang berada diruangan yang masih terlihat sangat kosong belum terisi dengan benda sedikitpun.

Ya, Pondok Pesantren milik Zidan kini telah berdiri dengan kokoh dan rapih.

Ia mendirikan Pesantren tidak jauh dari komplek rumahnya.

Kebetulan memang ada penawaran penjualan tanah dengan cukup murah, dan ia sengaja membelinya memang berniat untuk membangun Pondok Pesantren.

Zidan membangun dengan design bangunan yang masih tergolong sederhana.

Terdapat ruangan untuk Para santri.

Satu ruangan Madrasah Santri, dua ruangan istirahat Santri yang biasa disebut dengan "Kobong" . Ada kamar mandi dua pintu plus tempat berwudhu para Santri, dan ada pula tempat memasak atau dapur untuk para Santri.

Begitu juga untuk Para Santriwati. Satu ruangan Madrasah Santriwati, dua ruangan istirahat Santriwati, ada kamar mandi dengan empat pintu, ada pula dapur untuk Santriwati.

Zidan juga membangun Masjid yang tidak terlalu besar, namun cukup untuk para Santri dan Santriwati nantinya.

Dan ia masih menyisakan beberapa meter bidang tanah, yang kelak ingin ia bangun bangunan lainnya.

Betapa bahagianya Zidan telah tercapai apa yang ia inginkan selama ini.

Namun, tinggal satu yang ia inginkan tapi belum juga dikabulkan oleh Allah.

Yaitu Jodoh untuknya.

"Permisi, Ustadz Zidan. Kira-kira, kapan kita akan memulai untuk membuka Pesantren ini?" Tanya salah satu tangan kanan Zidan yang bernama Kamal.

Zidan berpikir sejenak.

"Hmm.. Mungkin bulan depan kita sudah bisa sebar brosur ya, Kamal. Tolong persiapkan brosurnya. Supaya bulan depan kita sudah bisa membuka Pesantren ini." Perintah Zidan kepada kepercayaannya tersebut.

"Baiklah, Ustadz. Akan segera kami persiapkan."

***

"Nanti, setelah kita pulang Umroh. Kamu langsung membantu Kak Zidan untuk persiapan membuka Pesantrennya ya, Sayang." Ujar Fahmi kepada Ayana.

Ayana yang sedang duduk menyaksikan acara televisi bersama dan bersantai dengan Bu Fatimah dan Zidan, seketikan terkejut mendengar penuturan suaminya.

"Loh? Aku, Mas? Kenapa harus aku?" Ayana bingung dan merasa tidak enak menerima perintah dari Fahmi.

"Bulan depan, Zidan akan membuka pendaftaran Santri dan Santriwati, Ayana. Ibu harap, kamu bisa membantu Zidan ya!" Imbuh Bu Fatimah.

Ayana semakin dibuat bingung oleh perkataan anak dan ibunya.

Zidan masih terlihat santai dan tidak banyak bicara.

"Jadi, Karena kamu pernah berada dalam lingkungan Pesantren, dan kamu sebagai Ustadzah. Kita berharap, kamu dapat membantu Pesantren milik kak Zidan, supaya lebih berkembang pesat. Lagi pula, katanya kamu suka bosan kalau aku sedang bertugas. Apa salahnya kalau kamu mengisi waktu luang untuk mengajar, disamping menghilangkan kepenatan, pastinya akan mendapatkan pahala juga kan?" Tegas Fahmi menjabarkan kepada Ayana.

Ayana sedang mencerna ucapan Fahmi yang sangat masuk akal.

Ia tidak menyangka kalau suaminya akan memiliki ide untuk dirinya supaya hari-harinya sangat menyenangkan.

"Hmmm.. Begitu ya? Memangnya Kak Zidan menyetujuinya?" Jawab Ayana dengan melirik kearah wajah Zidan.

Zidan sontak membalas lirikan dari Ayana.

"Zidan sudah menyetujuinya, Ayana! Jadi, kamu tenang saja." Sahut Bu Fatimah dengan senyuman yang mengembang.

Ayana tersenyum, ia tidak henti-hentinya melebarkan senyumannya.

"Kenapa kamu senyum-senyum, Sayang? Kamu bersedia?" Fahmi memperhatikan wajah Ayana yang terlihat bahagia.

"Alhamdulillah, aku bersedia. Aku memang sangat merindukan suasana Pesantren. Terasa hangat dan ramai. Aku jadi tidak kesepian." Jawab Ayana dengan senyuman lebarnya sehingga deretan gigi putihnya terlihat sangat jelas.

Zidan melirik wajah Ayana dan ia pun terpesona oleh senyuman Ayana.

Sangat cantik!

"Syukurlah kalau begitu. Tapi, ingat ya. Jangan terlalu kecapaian. Kamu juga tetap harus fokus untuk memberikan cucu buat Ibu."

Episodes
1 SAH!
2 Pulang Ke Rumah
3 Malam Pertama
4 Sedang Sakit
5 Hanya Kelelahan
6 Canggung
7 Terjadilah Sudah
8 Kembali
9 Ditinggal Tugas
10 Mulai Terbiasa
11 Berdua
12 Bahagia
13 Ditinggal Umroh
14 Pulang Umroh
15 Kesepian
16 Pesantren Ar-Rahman
17 Sebuah Kekhawatiran
18 Dilema
19 Pengajar Baru, Bernama Difa Azahra
20 Merasa Tersaingi
21 Ada Apakah Gerangan?
22 Happy Anniversary
23 Dingin dan Acuh
24 Semakin Dingin
25 Luka Hati, Luka Tubuh
26 Perasaan Terdalam
27 Sebuah Pengakuan
28 Khawatir
29 Menjenguk Umi
30 Perhatian
31 Pertemuan 2 Keluarga
32 Perjodohan
33 Perdana Singgah ke Pesantren
34 Putra Bungsu?
35 Iya, Dia Fahmi!
36 Bakso Cuanki
37 Jujur Lebih Baik
38 Rela Menjadi Madu
39 Apa? Poligami?
40 Terbongkarnya Rahasia
41 Galau
42 Kesimpulan Pahit
43 Kembali ke Jakarta
44 Alhamdulillah, Sudah Membaik
45 Keputusan Berat
46 Mutlak, Lanjut Poligami!
47 Galau Membawa Luka
48 Hmm.. Bolehkah Sedekat Ini?
49 H-3 Pernikahan
50 Hari Pernikahan Fahmi dan Sarah
51 Resmi Menjadi Madu
52 Penyemangat Dari Zidan
53 Malam Penuh Dengan Tanda Tanya
54 Malam Penuh Ketegangan
55 Menyelesaikan Masalah
56 Pergi Honeymoon?
57 Honeymoon
58 Saling Menjaga
59 Zidan Sakit
60 Kekhawatiran Ayana
61 Sarah Pulang ke Rumah
62 Kembali ke Rumah
63 Merasa Kalah Saing
64 Sarah Merajuk
65 Positif Hamil
66 Tersingkirkan
67 Perhatian Zidan
68 Hampir Frustasi
Episodes

Updated 68 Episodes

1
SAH!
2
Pulang Ke Rumah
3
Malam Pertama
4
Sedang Sakit
5
Hanya Kelelahan
6
Canggung
7
Terjadilah Sudah
8
Kembali
9
Ditinggal Tugas
10
Mulai Terbiasa
11
Berdua
12
Bahagia
13
Ditinggal Umroh
14
Pulang Umroh
15
Kesepian
16
Pesantren Ar-Rahman
17
Sebuah Kekhawatiran
18
Dilema
19
Pengajar Baru, Bernama Difa Azahra
20
Merasa Tersaingi
21
Ada Apakah Gerangan?
22
Happy Anniversary
23
Dingin dan Acuh
24
Semakin Dingin
25
Luka Hati, Luka Tubuh
26
Perasaan Terdalam
27
Sebuah Pengakuan
28
Khawatir
29
Menjenguk Umi
30
Perhatian
31
Pertemuan 2 Keluarga
32
Perjodohan
33
Perdana Singgah ke Pesantren
34
Putra Bungsu?
35
Iya, Dia Fahmi!
36
Bakso Cuanki
37
Jujur Lebih Baik
38
Rela Menjadi Madu
39
Apa? Poligami?
40
Terbongkarnya Rahasia
41
Galau
42
Kesimpulan Pahit
43
Kembali ke Jakarta
44
Alhamdulillah, Sudah Membaik
45
Keputusan Berat
46
Mutlak, Lanjut Poligami!
47
Galau Membawa Luka
48
Hmm.. Bolehkah Sedekat Ini?
49
H-3 Pernikahan
50
Hari Pernikahan Fahmi dan Sarah
51
Resmi Menjadi Madu
52
Penyemangat Dari Zidan
53
Malam Penuh Dengan Tanda Tanya
54
Malam Penuh Ketegangan
55
Menyelesaikan Masalah
56
Pergi Honeymoon?
57
Honeymoon
58
Saling Menjaga
59
Zidan Sakit
60
Kekhawatiran Ayana
61
Sarah Pulang ke Rumah
62
Kembali ke Rumah
63
Merasa Kalah Saing
64
Sarah Merajuk
65
Positif Hamil
66
Tersingkirkan
67
Perhatian Zidan
68
Hampir Frustasi

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!