Bertemu Firman

“Perlu kita ikuti mobil itu lagi, mbak ?”

Yang ditanya hanya diam karena tubuh dan pikirannya sedang tidak sejalan membuat sopir taksi mengerutkan dahi saat menatap Mirna dari spion tengah.

“Mbak !” Suara sopir yang cukup kencang membuat Mirna gelagapan.

“Eh iya…. Kenapa Pak ?”

Si sopir tersenyum melihat Mirna kelihatan linglung.

“Mobilnya sudah pergi 5 menit yang lalu, saya nggak yakin kita sempat nyusul.”

Gantian Mirna yang menghela nafas, melihat keluar jendela yang ada di samping kanan lalu tanpa sadar menggelengkan kepala.

“Tolong antarkan saya ke kafe Cerita Kita aja Pak. Alamat dan titik lokasinya ada di aplikasi.”

“Baik mbak.”

Mirna memukul kepala pelan mengutuki dirinya yang sudah gila karena sejak kemarin mengikuti Damar diam-diam.

Tidak puas mencari tahu kabar tetangga barunya lewat Chika, pikirannya malah membawa Mirna nekad menyewa mobil untuk membawanya mengawasi Damar selama 2 hari terakhir.

Ternyata pria itu pulang ke rumah yang sama dengan Chika dan sehari-hari Damar cukup sibuk ke sana kemari, tidak hanya berlama-lama di kantornya dan sudah tidak pernah lagi datang ke kantor Rangga.

Mirna menyandarkan kepalanya ke pintu sambil memejamkan mata.

Sungguh tidak pernah disangka, pria menyebalkan itu bisa membuat perasaan Mirna kacau dan tidak menentu seperti ini.

Dia suami orang Mirna, jangan biarkan perasaan terlarang itu membuatmu menderita ! Apa kamu mau jadi pelakor ? Jangan membuat hatimu semakin terjerumus dalam cinta yang salah !

Mirna memijat pelipisnya yang mulai berdenyut. Suara hatinya kembali bergumul tapi sungguh teramat sulit membuang rasa pada Damar

“Kita sudah sampai, mbak.”

Mirna membuka mata dan melihat bangunan cafe ada di sebelah kirinya.

“Ditinggal saja, pak. Sepertinya saya akan lama di sini.”

“Masih ada waktu sampai batas sewa mbak berakhir. Saya tunggu saja di sini saya akan wa mbak kalau sudah lewat waktunya.”

Mirna mengangguk lalu membuka pintu dan turun dari mobil.

Suasana cafe terbilang sepi karena waktu baru menunjukkan pukul 3 sore. Hanya ada 2 atau 3 meja yang terisi.

Mirna melenggang ke salah satu meja terjauh dari pintu namun berada persis di samping kaca.

Setelah memesan minuman pada seorang pelayan yang mendatanginya, Mirna pun mengisi daya handphonenya sambil melihat-lihat kembali foto aktivitas Damar yang sempat direkamnya.

Entah sudah berapa kali Mirna menghela nafas panjang dan terasa berat. Sungguh perasaannya tidak nyaman.

Mirna bukan tipe wanita yang mudah jatuh hati pada pria-pria tampan karena menurutnya pesona mereka akan membuatnya dan tidak tenang.

Tapi kali ini Mirna begitu mudah jatuh dalam pesona Damar padahal baru kenal beberapa bulan.

Kalau saja pria itu seorang duda mungkin Mirna tidak akan bersikeras membentengi ditinya.

“Mirna !”

Kepala Mirna mendongak lalu menoleh perlahan dan matanya langsung membola.

“Firman !” pekiknya dengan suara tertahan.

Wajah yang tadinya terkejut berubah senang karena sudah lama Mirna tidak bertemu dengan pria yang masih ada hubungan keluarga dengan Anita.

“Kapan balik dari Amerika ? Lagi liburan atau….”

Serentetan pertanyaan Mirna membuat Firman tertawa apalagi ekspresi Mirna yang penuh drngan rasa ingin tahu terlihat menggemaskan.

“Boleh ceritanya sambil duduk di situ ?”

Firman menunjuk bangku kosong yang ada di depan Mirna.

“Boleh, boleh banget,” sahut Mirna dengan antusias membuat Firman terkekeh.

Dengan kedua tangan menopang wajahnya, Mirna memperhatikan Firman membolak balik buku menu lalu memesan minuman.

“Aku memutuskan untuk bekerja dan menetap di Indonesia,” ujar Firman membuka percakapan.

“Loh kenapa ?” Mata Mirna membola. “Aku dengar pekerjaanmu bagus banget di Amerika. Nggak sayang ?”

“Sama sekali nggak karena aku lebih cocok dengan kehidupan di sini, lebih nyaman.”

“Bukan karena aku kan ?” canda Mirna sambil tertawa pelan.

Firman menautkan alisnya membuat Mirma menggoyangkan kedua tangannya.

“Jangan dianggap serius, aku hanya bercanda. Aku salut keputusanmu meski cukup mengejutkan, mbak Anita nggak cerita apa-apa saat kami bertemu di kantornya kak Rangga.”

“Mungkin lupa,” sahut Firman.

Mirna mengangguk-angguk sebelum menyedot minumannya.

“Bagaimana kondisimu ?”

“Dokter belum mengijinkan aku melakukan aktivitas berat dan masih perlu melakukan pemeriksaan rutin seminggu sekali padahal aku merasa sudah kembali normal.”

Firman kembali terkekeh, “Nurut aja, semua pasti ingin yang terbaik untukmu. Kalau ingat bagaimana khawatirnya kami semua saat kamu koma, rasanya senang bisa duduk ngobrol lagi sama kamu seperti ini.”

“Tapi terlalu over protektif bahkan Damar ikut-ikutan rempong mengawasiku. Bisa-bisanya kak Rangga menyuruhku jadi sekretarisnya,” gerutu Mirna sambil misuh-misuh.

“Seharusnya kamu bersyukur banyak yang mempehatikanmu,” nasehat Damae di sela tawanya.

Mirna menatap Firman dengan mata menyipit membuat pria itu balik menatapnya dengan alis menaut.

“Kamu kok nggak tanya siapa Damar ?” tanya Mirna dengan mata menyipit.

“Memangnya kamu nggak tahu siapa Damar ?” Firman malah balik bertanya dan Mirna menggelengkan kepala.

“Kamu kenal ?”

“Damar itu temannya mas Rangga dan mbak Nita sejak SMA. Kamu beneran nggak ingat ?”

“Sama sekali nggak ingat.”

“Tidak usah dipikirkan yang penting niatnya baik padamu.”

Mirna menghela nafas dan kembali menyeruput minumannya.

“Aku senang bisa bertemu denganmu lagi,” ujar Firman.

“Kebetulan kita ketemu di sini, boleh aku tanya sesuatu ?”

Firman tersenyum sambil menganggukkan kepala.

“Soal apa ?”

“Soal kecelakaan yang menimpaku. Apa mbak Nita pernah cerita bagaimana kejadiannya karena aku benar-benar lupa dan sampai saat ini tidak ada yang mau memberitahuku.”

Mirna agak terkejut saat Firman menggenggam jemarinya yang ada di atas meja.

“Sabar saja. Mereka pasti punya alasan kenapa belum mau memberitahumu kejadian yang sebenarnya. Semua sayang padamu dan ingin yang terbaik untukmu.”

“Setidaknya berikan aku alasan kenapa sampai 3 bulan ke depan aku masih harus menjalankan sejumlah pemeriksaan.”

Firman tertawa, “Ternyata kamu masih saja tidak sabaran ! Dasar bocah !”

Kali ini Firman mengacak gemas poni Mirna dan spontan Mirna malah mundur, menjauh dari jangkauan tangan Firman.

“Maaf.”

Firman langsung sadar kalau Mirna tidak terlalu suka dengan perlakuannya.

”Kamu sama siapa kemari ?” tanya Firman.

”Sendiri.”

“Kalau gitu biar aku mengantarmu pulang. Sudah mama aku tidak ke rumahmu.”

“Eh tidak usah. Lain kali saja kamu mampir ke rumah, aku masih ada perlu ke tempat lain.”

Firman mengernyit, tidak percaya dengan ucapan Mirna yang kelihatan jelas ingin menghindar.

Keduanya sempat sama-sama terdiam dan Mirna kelihatan salah tingkah karena Firman menatapnya begitu lekat tapi tidak ada debaran seperti saat bersama Damar.

“Kamu benar-benar belum berubah, Mirna,” ujar Forman sambil senyum-senyum.

”Maksudnya ?”

Mirna hanya berani melirik sekilas lalu menghabiskan minuman di gelasnya.

“Aku pulang duluan.”

Tangan Firman menahan langkah Mirna yang sudah berdiri.

“Lepaskan tanganmu !”

Suara bariton itu membuat keduanya sama-sama menoleh dengan mata membola.

Terpopuler

Comments

Herman Lim

Herman Lim

kayak nya Mirna tuh istri damar cuma karna kecelakaan dia melupakan semua waktu yg telah di lwtkan bersama damar

2025-02-16

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!