Entah sejak kapan, Mirna mulai terbiasa menatap ke jendela rumah seberang sebelum tidur. Meski hanya 5 detik, hati Mirna lebih tenang setelah memastikan Damar sudah di kamarnya.
Sekarang sudah 5 menit Mirna mengulang ritual yang sama dan ada rasa kecewa karena tirai jendela kamar Damar tertutup rapat dan mobil pria itu belum kelihatan di depan rumah.
Mirna melirik jam dinding yang ada di atas meja belajar, pukul setengah sebelas malam. Tadi siang Damar bahkan tidak balik lagi ke kantor Rangga, hanya mengirim sopir untuk menjemput Mirna.
Saat makan malam pun hanya ada Chika yang diantar pengasuhnya tapi Mirna tidak berani mengirimkan pesan untuk menanyakan keberadaan Damar.
Status pria itu yang masih suami orang membuat Mirna menahan diri supaya hatinya tidak jatuh cinta pada Damar.
Ting !
Mirna menautkan alis saat mendengar notifikasi dari handphonenya yang ada di atas nakas.
(BOSSQU) : Jangan cuma ngintip dari jendela, lebih baik temui langsung orangnya di bawah.
Mirna kembali mengintip dan terlihat Damar sedang melambaikan tangan sambil menatap ke arahnya. Lesung pipitnya membuat jantung Mirna langsung berdebar-debat
(MIRNA) Sudah malam, besok pagi saja
(BOSSQU) Oke, langsung tidur ! Besok aku akan membawamu ke rumah sakit.
Mirna mengerutkan dahi sambil mengetik pesan balasan.
(MIRNA) Besok aku nggak ada jadwal kontrol ke dokter
Damar hanya membaca pesan Mirna sambil masuk ke dalam rumah.
Penasaran karena Damar tidak menjelaskan alasannya, Mirna langsung menekan tombol panggilan ke nomor Damar tapi langsung ditolak si pemilik.
Mirna menggerutu apalagi saat membaca pesan masuk dari Damar.
(BOSSQU) Jangan lupa mimpikan aku malam ini dan…. jangan ngeces lagi 🤣🤣
Huuffftt cowok nyebelin ! Udah dibilang aku nggak ngeces.
***
Sudah beberapa kali Mirna melirik Damar saat mereka duduk bersama di meja makan, berharap pria itu menjelaskan rasa penasaran Mirna semalam tapi Damar hanya tersenyum setiap kali mereka beradu pandang.
Saat mereka mengantar Chika ke sekolah, Damar juga tidak menyinggung apa-apa sampai Mirna tidak sadar kalau ia diperlakukan Damar seperti istri.
”Kenapa hari ini aku harus ke rumah sakit ?”
Mirna tidak bisa lagi menahan diri untuk bertanya.
“Periksa lab,” sahut Damar singkat dan santai.
“Kenapa harus periksa lab segala ? Apa dokter Surya curiga kalau aku mengidap penyakit berbahaya ?”
Damar menggeleng dan tatapannya fokus ke depan.
“Kalau bapak nggak mau kasih tau tujuannya, saya menolak.”
Damar malah diam dan wajahnya kelihatan datar membuat Mirna jadi deg deg kan, takut kalau pikiran buruknya jadi kenyataan.
“Pak Damar, tolong jawab pertanyaan saya !” pinta Mirna dengan nada geram.
“Aku bukan bapakmu.”
Mirna melengos sebal, berhadapan dengan pria satu ini benar-benar membuat hidupnya seperti roller coaster. Kadang begitu perhatian sampai membuatnya salah tingkah, kadang penuh misteri dan lebih banyak menyebalkannya.
“Mas Damar !”
Mirna sempat terkejut dengan panggilan yang keluar dari mulutnya sendiri tapi malah membuat Damar menoleh sambil menyeringai senang.
“Anak pintar.”
“Hhuufftt !” Mirna menghela nafas. “Sekarang katakan padaku alasannya !”
“Tidak ada tujuan khusus, hanya ingin mencari second opinion soal keadaanmu. Kebetulan dokter Harry adalah temanku dan Rangga.”
“Second opinion ? Apa ada gejala-gejala aneh yang tidak aku sadari ?”
Damar tertawa pelan, “Kamu kok bawaannya curiga aja kalau berada di dekatku ? Kamu baik-baik saja dan tidak ada yang salah dengan diagnosa dokter Surya. Aku dan Rangga terbiasa mencari pendapat ketiga untuk memastikan segala sesuatunya.”
“Yakin ?”
“Seribu persen yakin !” Damar mengangguk tanpa keraguan.
Meskipun hatinya tidak puas dengan jawaban Damar, Mirna memilih diam, tidak mengajukan pertanyaan lagi sampai akhirnya mereka tiba di rumah sakit tapi bukan tempat Mirna pernah dirawat.
Keduanya berjalan beriringan menemui dokter Harry di ruang prakteknya.
“Apa kabarnya Mirna ? Kamu kok tambah dewasa, tambah cantik aja. Udah punya pacar ?”
Candaan Harry membuat Damar yang berdiri di belakang Mirna langsung melotot.
“Terima kasih pujiannya dokter,” sahut Mirna sambil tersenyum tanpa tersipu.
“Pawang baru kamu lebih galak dari Rangga ya.”
Ledekan Harry membuat Mirna menoleh ke arah Damar yang langsung senyum terpaksa.
“Dia bukan pawang saya, dokter. Dia suami orang yang kebetulan dipercaya sama kak Rangga,” sahut Mirna dengan nada agak ketus.
Harry manggut-manggut sambil tertawa dan mempersilakan kedua tamunya duduk.
“Tunggu sebentar, aku akan membuatkan surat pengantar untuk dibawa ke laboratorium.”
“Maaf sebelumnya dokter, apa ada kecurigaan saya menderita penyakit tertentu sampai harus periksa lab segala ?”
Harry sempat melirik Damar sebelum kepalanya menggeleng sambil tersenyum.
“Nggak ada kok, hanya pemeriksaan rutin darah dan air seni saja. Kadang-kadang Ramgga berkonsultasi soal pemeriksaanmu pasca kecelakaan dan semuanya baik hanya pemulihannya memang butuh waktu agak panjang.”
Mirna mengangguk-angguk dan menerima lembaran pengantar yang dibuatkan Harry.
“Paling lambat besok pagi hasilnya keluar.”
“Baik dokter, terima kasih.”
“Thanks Bro.”
Keduanya beranjak dan meninggalkan Harry di ruang prakteknya.
Perasaan curiga Mirna kembali muncul saat petugas lab mengambil darahnya sampai 2 ampul. Saat Mirna bertanya, perawat hanya bilang ada tambahan pemeriksaan selain cek darah lengkap.
Begitu keluar dari ruang pengambilan sampel, tidak sengaja Mirna melihat Damar sedang berbuncang dengan dokter Harry dan pria lain yang belum dikenalnya.
Alis Mirna menaut, mencoba mengenali wajah Ardi yang dilihatnya dari jarak sekitar 10 meter. Tidak terlalu jelas tapi sepertinya cukup familiar dalam ingatan Mirna.
Karena posisinya, Ardi yang pertama kali melihat Mirna berjalan ke arah mereka. Buru-buru ia pamit pada Damar dan Harry sebelum Mirna menemui mereka.
Mendapat isyarat dari Ardi, Damar dan Harry menghentikan percakapan mereka dan berbalik badan.
“Sudah selesai ?” Mirna mengangguk sebagai jawaban untuk Damar.
“Tadi petugas menganbil darah saya sampai 2 ampul. Dokter yakin kalau tujuan pemeriksaan hari ini…”
“Kamu masih curiga aja,” potong Damar sambil merangkul bahu Mirna.
“Beneran nggak ada apa-apa. Dokter Harry hanya ingin memastikan kalau obat-obatan yang kamu konsumsi selama koma dan perawatan di rumah sakit tidak berbalik menjadi racun untuk tubuhmu.”
Mirna menoleh dengan lirikan mautnya.
“Pertanyaannya aku tujukan untuk dokter Harry, kenapa Mas Damar yang rempong menjawab ?”
“Mas Damar ?” Harry mengulangi panggilan Mirna dan menatap Adam dengan dahi berkerut.
“Si om ganjen ini maksa saya panggil dia mas,” sahut Mirna dengan ketus.
Harry tertawa pelan. “Om kamu ini memang tukang paksa, Mir.”
“Sejak kapan gue kawin sama tante elo ?” suara ketus dan pelototan Damar tidak membuat Harry berhenti tertawa.
”Udah beres dan tinggal tunggu hasilnya kan ?”
Harry mengangguk. “Gue udah minta petugas lab untuk mengirimkan hasilnya langsung ke gue.”
“Kalau begitu kita berdua pamit dulu, mau lanjut kerja.”
Damar mengulurkan tangan, mengajak Harry bersalaman.
“Kerja beneran kan MAS DAMAR ?” ledek Harry.
Damar hanya melirik tajam dan membawa Mirna pergi meninggalkan rumah sakit setelah berpamitan dengan Ardi dan Harry
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments