Sambil menopang wajahnya dengan kedua tangan yang bertumpu di atas meja, Mirna menatap ke layar komputer dengan perasaan campur aduk.
Kalau tidak ingat dengan kondisi kesehatannya, rasanya Mirna ingin hengkang dari perusahaan Rangga daripada menjadi sekretaris Damar.
Tapi semuanya belum memungkinkan karena tidak akan ada perusahaan yang mau memberinya ijin kalau harus sering-sering cuti sampai 3 bulan ke depan selain itu Mirna belum diijinkan melakukan pekerjaan berat yang membuatnya gampang lelah dan stres.
Nekad berhenti berarti Mirna akan kehilangan penghasilan dan artinya ia harus menggantungkan hidup pada pengasihan Rangga dan kedua orangtuanya.
Tanpa sadar Mirna menggelengkan kepala, ia tidak mau semua itu terjadi. Mungkin tubuhnya tidak akan lelah kalau sampai berhenti kerja dan diam di rumah tapi otaknya malah gampang stres karena tidak ada aktivitas apa-apa.
Gabut karena belum tahu apa yang harus dikerjakannya, Mirna berniat mendatangi Lila.
Seharusnya menurut aturan Rangga, Mirna harus pulang tapi kakaknya sedang bertemu klien di luar kantor dan sepertinya lupa pada Mirna.
“Kamu mau kemana ?”
Langkah Mirna terhenti dan matanya membola saat melihat Damar berdiri di depan pintu ruangannya.
“Kok ada di sini ?” tanya Mirna dengan wajah bengong.
Damar mengerutkan dahi dan sempat melongkok ke dalam ruangannya beberapa detik.
“Bukannya ini ruanganku ?”
“Maksud saya, kok bapak nggak pergi sama kak Rangga ?”
“Oooh itu,” kepala Damar pun manggut-manggut.
“Untuk saat ini urusan operasional kantor masih jadi tanggungjawabnya Rangga sementara bagianku fi sini adalah menjagamu sampai 3 bulan ke depan.”
Damar menatap Mirna sambil tersenyum manis tapi wajah lawan bicaranya malah ditekuk dan bibirnya mengerucut.
“Saya bukan Chika yang membutuhkan pengasuh lagipula mana bisa kak Rangga mengambil keputusan tanpa ijin dari saya.”
“Bukan hanya Rangga yang minta tapi papa mama kamu juga.”
”Nggak bisa begitu ! Saya menolaknya !”
“Kenapa ?”
“Karena bapak masih punya istri sah, belum duda.”
“Jadi kalau aku sudah duda kamu nggak masalah ?”
Damar menaikkan alisnya sebelah sambil tersenyum karena Mirna kelihatan mulai gugup dan tidak langsung menjawab.
“Nggak juga !”
“Kenapa ?”
“Karena bapak bukan selera saya !”
Damar bergerak mendekati Mirna membuat wanita itu mundur hingga menabrak meja. Kedua tangan Mirna spontan menyentuh dada Damar, menahannya supaya tidak tambah mendekat.
“Kalau aku sudah resmi duda berarti aku boleh sering-sering dekat sama kamu ?”
”Sudah saya bilang kalau bapak bukan selera saya !”
Damar malah tergelak, langkahnya mundur 2 langkah namun badannya merunduk hingga wajah Damar berhadapan dengan Mirna.
Jantung Mirna berdegup tidak karuan bukan karena hatinya mendadak luluh oleh lesung pipit Damar dan sapuan nafasnya yang terasa hangat di seluruh wajah Mirna tapi rasanya tidak nyaman berbicara dalam posisi sedekat ini dengan suami orang.
“Apakah setiap laki-laki yang baik padamu berarti ingin jadi kekasihmu ?”
Damar menyipitkan matanya, menatap Mirna yang semakin salah tingkah.
“Apa maksud bapak ?”
“Aku belum pernah membahas soal cinta padamu tapi kenapa sejak pertama kamu selalu jutek padaku ? Aku menangkap kamu berpikir kalau kebaikanku karena jatuh cinta padamu. Apa tebakanki salah ?”
Mirna tambah gugup karena apa yang dikatakan Damar memang betul. Pria itu tidak pernah bilang suka padanya, hanya Mirna merasa sikap baik Damar terlalu berlebihan.
Belum lagi omongan-omongan papa, mama dan Rangga membuatnya berpikir kalau Damar punya hati padanya.
“Kamu adik kesayangannya Rangga dan aku sahabatnya. Nggak boleh ya kalau aku menunjukkan simpati pada kondisi kamu karena situasinya mirip dengan istriku ?”
Damar kembali menegakkan tubuhnya bahkan ia kembali mundur hingga posisi mereka semakin berjarak.
Wajah Mirna makin merona karena malu sampai ia tidak sanggup membalas tatapan Damar yang masih berdiri tegak di hadapannya.
Duh bisa nggak aku pinjam pintu ajaibnya Doraemon biar bisa menghilang dari hadapan pria ini ? Benar-benar memalukan ! Bagaimana bisa aku memberikan kesan seperti itu pada cowok ini.
“Kita pulang sekarang. Aku sudah janji pada Rangga dan orangtuamu untuk membawamu pulang sekarang.”
“Saya bisa….”
“Nggak ada penolakan ! Aku sudah terlanjur janji pada keluargamu, kalau kamu keberatan silakan bicarakan langsung sama mereka.”
Sikap Damar yang berubah serius membuat Mirna jadi tidak enak hati untuk bersikeras menolaknya.
”Sebentar saya siap-siap dulu.”
Mirna kembali ke mejanya, mematikan komputer dan merapikan tas kerjanya lalu berjalan di belakang Damar saat keduanya menuju lift.
Tidak ada pembicaraan selama turun ke lantai dasar. Damar menutup mulutnya yang sejak tadi mengulum senyum karena berhasil membuat Mirna menuruti ucapannya.
Untung saja Rangga berbaik hati berbagi ilmu soal bagaimana menundukkan sikap ketusmu, Mirna. Firasatmu sangat tepat dan tunggu saja sampai aku berhasil merubah seleramu.
***
Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam tapi kedua pria itu malah baru bertemu di cafe yang buka 24 jam.
“Chika aman ditinggal ?”
“Sudah tidur pas gue tinggal.”
Rangga mengangguk-angguk lalu menyeruput minuman wedang hangatnya.
“Ada kabar terbaru soal kecelakaan Mirna ? Apa polisi sudah berhasil melacak darimana Mirna malam itu ?” tanya Rangga dengan wajah letih.
Rangga belum sempat pulang karena Damar ingin bicara dengannya tanpa sepengetahuan Mirna.
Sejak kejadian, kedua pria ini curiga kalau kecelakaan yang dialami Mirna bukan murni kesalahannya:
Selama ini Mirna tidak pernah keluar rumah hingga larut malam tanpa minta ijin pada orang rumah tapi kecelakaan itu justru terjadi sekitar tengah malam dan lokasinya lumayan jauh dari tempat tinggalnya.
“Apa elo sudah menemukan orang yang pantas dicurigai, Dam ?”
Damar tidak langsung menjawab, tatapannya seperti orang sedang berpikir. Sebetulnya ia sudah mengantongi beberapa nama tapi karena buktinya belum kuat, Damar tidak ingin membebani pikiran Rangga.
“Belum ada. Gue pasti akan bilang sama elo kalau udah ada.”
“Bagaimana dengan Firman ? Kenapa otak gue selalu ingatnya sama tuh cowok setiap kali memikirkan kecelakaan Mirna.”
“Belum terbukti. Elo nggak bilang sama Anita kalau lo curiga sama sepupunya kan ?”
Rangga menggeleng. “Nggak mungkin karena gue tahu persis kalau Anita sayang banget sama Firman. Bisa-bisa bukannya bantuin cari fakta, Anita malah membantu si brengsek menghilangkan bukti.”
“Gue juga berharap bisa segera menemukan titik terangnya,” ujar Damar di sela helaan panjang.
“Ngomong-ngomong gimana tadi siang ? Berapa lama elo berdebat sampai Mirna mau diajak pulang.”
Damar tertawa pelan, diraihnya botol air mineral dan diteguknya sedikit sebelum menjawab pertanyaan Rangga.
“Aman. Nggak selama yang elo kira, Mirna berubah jadi anak manis yang penurut.”
Rangga tertawa sambil geleng-geleng kepala.
“Tapi jangan berpikir besok-besok Mirna tetap nurut kayak hari ini.”
“Gue akan buat Mirna nurut setiap hari, Ga. Mohon doa dan restunya,” ujar Damar sambil tertawa dan wajahnya terlihat sumringah.
“Gue tunggu buktinya,” ujar Rangga.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments
Aan
lanjutkan Thor 😍 can't wait too long
2025-01-29
1