Inikah Cinta? (tahap revisi, semua bab)
PROLOG
Nathaline Anggelica, seorang gadis ramah, periang, tetapi sedikit pemalu. Saat ini ia telah genap berumur 19 tahun dan sedang melanjutkan sekolahnya di kampus Dwikara.
Ia adalah putri tunggal dari Halim Kusuma Anggara, ibunya bernama Putri Ellica - beliau telah meninggal dunia semenjak Nathaline berumur 3 tahun.
Semenjak kepergian sang ibu, ayahnya menjadi sibuk bekerja dan terkesan mengabaikan Nathaline. Gadis ini tumbuh tanpa kasih sayang dari kedua orang tuanya. Sehingga, ia menjadi gadis yang kurang percaya diri.
Reyhans Aditya Mahesa, putra kedua dari Devano Mahesa, seseorang yang amat berpengaruh dalam dunia politik maupun dunia bisnis.
Wajahnya bisa terbilang cukup rupawan, dengan tinggi badan yang menjulang hampir setinggi tiang dua meter, sepertinya tanpa ia sadari banyak hati wanita yang terpana oleh dirinya.
Namun, dibalik itu semua, pria ini dikenal sebagai pria yang dingin dan sangat jarang tersenyum, bahkan hampir tidak pernah ada orang yang melihatnya tersenyum.
Dan tentunya, julukan si sombong tidak heran jika disematkan padanya.
Reyhans selalu di kekang oleh Devano - ayahnya, untuk menjadi pengganti sang ayah dalam memimpin beberapa bisnis yang ia kelolah selama ini.
Reyhans dididik dengan sangat keras, selalu di tuntut untuk menjadi nomor satu dalam segala hal, dan tidak pernah dibebaskan dalam hal berteman.
Pria ini memiliki kakak kandung bernama Gabriella Ananda Mahesa, ia sudah berumah tangga dan lebih memilih menjadi seorang ibu rumah tangga.
Sang suamilah yang meneruskan perusahaan yang telah diberikan oleh sang ayah.
Sedangkan, Reyhans lebih memilih menjadi seorang Dosen di salah satu kampus yang bisa terbilang cukup elit di kota A.
Ia juga bekerja di salah satu bisnis yang bergerak di bidang kosmetik, tentu saja itu semua kehedak dari sang ayah. Awalnya ia sempat menolak, tetapi Devano terus mendesaknya.
Pria itu dengan berat hati harus menerima permintaan sang ayah, bagaimana pun ia sangat takut jika membantah sang ayah.
...oooOOOooo...
Chapter 1
Hari ini, Nathaline pulang lebih awal dari kampus, karena sudah tidak ada mata pelajaran lagi.
'Gak biasanya tuh orang pulang, tumben-tumbenan? Kesambet setan apaan dia?' batinnya, saat melihat mobil milik sang ayah telah terparkir di depan rumah kediaman mereka.
Nathaline memilih acuh - tidak menghiraukannya dan terus saja melenggang memasuki rumah. Ia sempat menoleh ketika mendapati Halim sedang duduk di sofa ruang tamu.
Gadis itu kembali tidak menghiraukan hal tersebut dan lebih memilih untuk tetap melanjutkan langkahnya menuju ke dalam kamar.
Semenjak kepergian sang ibu, hubungan Nathaline dan sang ayah menjadi kurang baik. Sikap sang ayah yang terkesan acuh kepada dirinya dan tidak pernah memperdulikan gadis itu membuat hubungan keduanya kian renggang.
Halim juga sangat jarang berada di rumah, membuat Nathaline menjadi kekurangan kasih sayang dari kedua orang tuanya.
Saat pulang ke rumah pun, Halim juga tidak pernah bertegur sapa dengan Nathaline seperti keluarga pada umumnya, kecuali saat ada hal yang sangat penting dan mendesak barulah mereka saling berbicara, itupun paling hanya beberapa menit saja. Setelahnya, mereka kembali seperti dua orang asing yang tidak saling mengenal satu sama lain.
"Nathaline, tunggu! Aku ingin bicara empat mata denganmu," ucap Halim di saat melihat Nathaline baru saja menaiki tangga.
Nathaline menghentikan langkahnya saat menginjak anak tangga yang ke tiga, gadis itu terdiam beberapa saat sebelum akhirnya memperkenankan dirinya untuk menoleh.
Nathaline perlahan membalikkan tubuhnya dan memberanikan diri untuk menatap mata sang ayah.
Sudah lama sekali, semenjak terakhir kali mereka berbicara empat mata, hingga membuat Nathaline merasa sedikit canggung jika harus berhadapan dengan pria itu.
"Anda memanggilku? Ada apa Tuan Halim?" tanya Nathaline, bersikap formal.
Gadis itu seolah merasa enggan memanggil pria yang tengah berada di hadapannya sebagai ayah. Bagaimanapun, ia juga sakit hati karena sang ayah selalu menghindari dirinya tanpa sebab selama ini.
Suasana terasa sangat canggung di antara mereka berdua. Sudah sangat lama semenjak terakhir kali mereka berbicara empat mata, saat itu pun mereka sempat berdebat, hingga membuat hubungan keduanya kian merenggang.
"Kemarilah, ada hal penting yang akan aku bicarakan!" ucap Halim, dengan wajah datarnya.
Pria itu menunjuk sebuah sofa yang berada di depannya, sebagai isyarat agar Nathaline segera duduk di sana.
"Ada hal serius yang akan aku katakan kepadamu, dengarkan aku baik-baik, dan aku tidak ingin mendengar penolakan darimu," ucap Halim, dengan suara tegasnya.
Nathaline hanya terdiam, 'Tidak mau mendengarkan penolakan? Bearti mau tidak mau aku harus setuju? jadi untuk apa aku bersuara?' batinnya.
"Aku dan Elliecia, dulu menyepakati sebuah janji kepada teman kami, kau juga terikat dalam perjanjian tersebut, dan kemarin orang itu menagih janji kami," ucap Halim menjelaskan.
Nathaline masih terdiam dan masih menyimak perkataan ayahnya.
"Perjanjian apa? Mengapa aku juga harus terlibat? Aku tidak mengerti apa yang Anda katakan barusan," balas Nathaline, memberanikan diri untuk bertanya.
"Singkatnya, mereka menginginkan dirimu untuk menjadi bagian dari keluarga mereka," jawab pria paruh baya itu menjelaskan.
Nathaline kembali tediam, ia sudah tidak bisa berkata apa-apa lagi, karena telah di peringatkan oleh Halim sebelumnya.
"Kau tidak perlu banyak memikirnya, ini semua sudah di sepakati oleh kami. Kau hanya perlu menuruti kami, anggap saja sebagai balas budi atas kemurahanku telah membiarkan dirimu tetap tinggal dan besar di rumah ini," sambung Halim, ia seolah tidak memikirkan perasaan Nathaline saat mengucapkan hal itu barusan
"Baiklah Tuan Halim, lagipula aku tidak punya kuasa untuk menolak bukan? Terima kasih atas kemurahanmu kepadaku selama ini."
Berkecamuk rasa hatinya saat ini, dan dengan pasrah hanya dapat menganggukkan kepala sebagai tandai persetujuan.
Cukup lama mereka larut dalam keheningan, Nathaline kemudian pamit untuk masuk ke dalam kamarnya, meninggalkan Halim yang masih terdiam.
Nathaline melangkahkan kakinya yang lemas dengan paksa untuk menaiki satu persatu anak tangga. Hatinya terasa sangat sakit atas perkataan Halim tadi.
Ia melemparkan tasnya di atas kasur dengan penuh amarah, kemudian duduk sejenak di samping tempat tidurnya, sembari memejamkan kedua mata sejenak. Barangkali, hal itu bisa mengobati sedikit luka di hatinya.
Bulir-bulir bening air mata mulai mengalir dan menerobos paksa di sela-sela kelopak mata indahnya, perlahan semakin deras dan membasahi wajah manisnya.
Semakin keras ia berusaha untuk melupakan masalah yang tengah ia hadapinya hari ini, bayang-bayang masalah di masa lalu malah turut menghantui dirinya.
Ibunya meninggal semenjak ia berumur 3 tahun, semenjak itupula sang ayah sudah tidak memperdulikan dirinya lagi.
Bahkan, Halim sempat menitipkan Nathaline kecil di panti asuhan selama beberapa tahun. Tetapi ia segera mengambilnya kembali dan membawanya untuk tinggal bersama.
Beberapa tahun berlalu, tetapi sikap Halim malah semakin dingin terhadap sang putri. Bahkan, untuk memandang wajah Nathaline saja, pria itu seolah merasa enggan.
Nathaline bahkan tidak tahu apa kesalahan yang telah ia perbuat hingga membuat sang ayah menjadi benci dan terkesan tidak perduli lagi terhadap dirinya.
Pernah suatu hari, ayahnya membawa seorang wanita yang umurnya tak jauh berbeda dengan Nathaline. Hal itu membuat hubungan Nathaline dan Ayahnya semakin merunyam, karena sang wanita tidak menyukai Nathaline.
Di kampus, Nathaline juga tidak memiliki banyak teman. Gadis ini sering sekali menjadi korban bullying oleh teman-teman seangkatannya.
Nathaline bisa terbilang pintar, wajahnya juga terbilang cantik, dan ia juga merupakan anak dari keluarga yang cukup terpandang, tetapi sayangnya gadis ini terkesan sangat tertutup kepada lingkungan sosial, hingga membuatnya menjadi sasaran empuk pembullyan.
Ia merasa dunia sangatlah tidak adil kepada dirinya, gadis ini bahkan juga pernah mencoba untuk mengakhiri hidupnya berkali-kali.
Hingga puncaknya, sang ayah membawa kabar mengejutkan bagi hari ini, tentang perjodohan yang telah di lakukan kedua orang tuanya di masa lalu sebagai balas budi kepada teman mereka.
Nathaline masih menangis dalam diam, kemudian ia membenamkan wajahnya ke dalam bantal, lalu menangis sekencang-kencangnya.
Hingga pada akhirnya air mata pun terasa sudah kering dan tenaganya juga turut terkuras - tidak sanggup lagi untuk mengeluarkan air matanya.
Tubuh gadis itu tampak lemas, ia membaringkan tubuh letihnya di atas kasur dan perlahan meletakkan kepala diatas bantal yang sudah di penuhi oleh air matanya tadi.
Perlahan kesadarannya mulai hilang, sesaat setelah ia memejamkan kedua matanya. Berharap ketika esok hari ia bangun dari tidurnya, kesedihan yang menghampiri dirinya menghilang.
...*...
...*...
...*...
Pukul 06.45
Sinar mentari menyapa Nathaline lewat sela-sela jendela kaca yang tidak tertutup dengan sempurna. Namun gadis manis itu masih terlelap dalam buaian mimpinya.
"Nona Nathaline! Sudah pagi, ayo sarapan! sebentar lagi anda akan terlambat," pekik seorang wanita paruh baya sambil menggedor pintu kamar Nathaline cukup keras, hingga membuat Nathaline terbangun paksa dari tidurnya.
Beliau adalah Bi Ani, seorang asisten rumah tangga senior di keluarga besar Halim, ia bertugas untuk menjaga dan menyiapkan segala keperluan untuk Nathaline.
"Iya bi, Iya! Berisik banget sih!" ucap Nathaline yang langsung terbangun oleh suara bising di pagi-pagi buta.
Gadis itu segera menyeka sisa air matanya yang masih tertinggal di pipi tembamnya. Bahkan, di dalam tidur pun ia masih menangis.
Setelah selesai mandi dan berkemas, Nathaline segera mengambil kunci mobil yang berada di atas meja dan segera berlari menuruni tangga.
"Nona Nathaline, ayo sarapan dulu." Bi Ani berteriak saat melihat Nathaline berlari melewati dirinya dan keluar dari rumah begitu saja tanpa sarapan.
"Aku makan di kampus aja Bi, udah gak ada waktu! Bentar lagi ada Dosen Killer ngajar, bisa habis aku!" jawab Nathaline sambil berteriak dari arah pintu.
Ia bergegas menaiki mobil dan dengan segera melajukan mobilnya di jalan raya, ia sangat takut jika ia terlambat hari ini.
Hari ini ada mata pelajaran yang di isi oleh Dosen paling killer di kampusnya. Jika terlambat lima menit saja, jangan harap bisa memasuki kelasnya selama satu minggu.
"Saya tidak menerima murid malas dan tidak menghargai waktu!"
Itulah yang selalu Dosen itu ucapkan saat ada mahasiswa yang terlambat.
Siswa yang tidak mengumpulkan tugas, jangan bermimpi untuk lulus dan bersiaplah mengulang kelas tahun depan.
Dia dijuluki Dosen Killer oleh Mahasiswa yang diajarnya. Banyak yang tidak menyukai pria itu karena kegalakan dan kekejamannya
Namun, tidak jarang pula ada mahasiswi yang memuja-muja ketampanan pria itu.
Suara ponsel yang terus berbunyi mengganggu konsentrasi Nathaline yang tengah menyetir. Dan tanpa ia sadari hampir saja menabrak sebuah mobil yang tengah berjalan pelan tepat di depan mobilnya.
Suara decitan dari ban mobil yang menggesek aspal dengan kasar terdengar begitu jelas, ketika Nathaline mengerem mobilnya secara tiba-tiba.
Tampak seseorang keluar dari dalam mobil tersebut, setelah gadis apes itu tidak sengaja menggores mobilnya cukup parah.
"Mampus! Aku harus gimana, nih?" Nathaline kalang kabut saat seseorang mengetuk jendela kaca mobil miliknya.
"Hei, apa kau buta? kau menggores mobilku, keluar sekarang juga!" Suara keras memenuhi jalanan saat orang itu membentak Nathaline
Dengan takut-takut Nathaline perlahan menurunkan kaca mobilnya sembari terus menunduk karena ketakutan seakan tidak berani menatap sang pengemudi tadi.
"Maaf Tuan, saya tidak sengaja. Saya sedang buru-buru di kejar waktu, kasihanilah saya tuan, saya bisa di omelin sama Dosen Killer dan bisa mengulang kelas tahun depan," ucap Nathaline sembarangan, berusaha mencari alasan.
Nathaline terus saja mengoceh tanpa henti. Namun, saat ia mengangkat kepalanya, orang tersebut sudah tidak ada, begitu pula dengan mobilnya.
Terdengar suara klakson puluhan mobil yang sudah tidak sabar menyuruh Nathaline segera melajukan kendaraannya. Telah terjadi antrian panjang karena Nathaline yang berhenti di tengah jalan secara tiba-tiba.
Dengan segera ia tancap gas dan kembali melajukan mobilnya dengan cepat menuju ke arah kampus
Hanya tersisa 15 menit lagi, maka ia akan benar-benar terlambat. Sedangkan, membutuhkan waktu sekitar 25 menitan bagi dirinya untuk tiba di kampus.
Setelah cukup lama perjalanan Nathaline tiba di depan kampus yang telah memakan waktu hanya 18 menitan karena ia benar-benar mengebut seperti pembalap handal pagi ini, namun itu sama saja artinya ia sudah terlambat.
Nathaline segera berlari sepanjang lorong kampus setelah memarkir mobilnya. Nafasnya bahkan tidak beraturan, jantungnya juga turut berdegup sangat kencang.
...Tak!...
Langkahnya terhenti di depan pintu ruang kelasnya, ia tidak berani melangkahkan kaki saat sang Dosen killer sudah mulai mengabsen para siswa yang hadir.
Ia perlahan memberanikan diri saat sang Dosen Killier sudah mulai memanggil namanya.
"Nathaline Anggelica?" Sang Dosen melirik ke segala arah, saat tidak mendengar adanya jawaban.
"Nathaline Anggelica, hadir atau tidak?" Suara Dosen itu menggema ke segala penjuru ruangan, membuat semua mahasiswanya tersentak.
"Saya pak," ucap Nathaline, ragu.
Seketika semua mata langsung tertuju kearah pintu masuk kelas tersebut
'Tamat sudah riwayatku!' batinnya, gusar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments
Heni Yuhaeni
ko ada ya.. ayah seperti ayah nathaline, kasian nathaline, semoga bahagia di akhirnya ya..
2021-03-18
0
Sriyani Wibawa
Sidah milai tertarik thoorrrrr
2020-12-17
0
Nurul nurul
baru aja baca part 1 tpi udah mewek aja aq
2020-11-11
1