Cinta Arini (Love Story Is Complicated)
Selamat membaca, semoga kalian terhibur.®
__________
Mobil putih tersebut baru saja menghilang di ujung gang Kenanga, sementara aku masih mematung menatap ujung gang tersebut dengan bibir gemetar, menahan amarah.
Selang beberapa detik kini aku telah berada di dalam kamar. Mematut wajah di cermin, memoles makeUp natural dengan sedikit lipstik berwarna nude agar terlihat serasi dengan gamis berwarna nude yang aku gunakan. Tak lupa aku menyelip bros berbahan mutiara di sisi kiri hijab. Kemudian mengambil tas kecil diatas meja. Kembali aku mematut diri di cermin, sempurna. Ia sempurna ... pikirku.
_____
Namaku Arini Valencia, mantan karyawan pada salah satu BUMN kota ini, kota kecil yang terletak di tengah-tengah pulau dengan keindahannya bak surga. Aku baru saja di pecat karena tuduhan percobaan pembunuhan terhadap pak Indra, atasanku waktu itu.
Bukan hanya itu, aku bahkan harus menelan pil pahit, di fitnah menggelapkan sejumlah dana kantor tempatku mengabdi. Sungguh miris.
Tak ada yang mendengarkan penjelasanku. Beruntung, kasus ini tidak sampai berakhir di penjara, karna salah satu dari teman sekantor--Riski Adetya, bersedia menjadi jaminan bahwa uang yang hilang tersebut akan di gantikan olehnya.
Namun, tentu saja itu semua tidak serta merta gratis, ada harga yang harus dibayar atas kebaikan pak Riski tersebut. Sungguh! Tidak ada yang percuma di dunia ini.
______
Sebuah kafe dengan nuansa etnik menjadi tempat tujuanku kali ini.
Setelah memarkirkan mobil hitam, mobil peninggalan Almarhum ayah, aku bergegas masuk, sementara pandanganku menyapu seluruh ruangan kafe, nomer 20, itu nomer meja janjian dengan Riski.
Meja tersebut masih kosong. Aku bersyukur kali ini tidak terlambat. Tapi bukankah memang selalu tepat waktu? salah satu nasehat Almarhum ayah yang masih aku amalkan sampai sekarang, "waktu adalah mutiara, ia sungguh sangat berharga, Nak! Maka jangan pernah kamu sia-siakan." begitulah ayah mengatakannya saat itu.
Ah, aku rindu padamu, Ayah!
Sudah lewat sepuluh menit aku duduk di kursi meja 20, ditemani secangkir kopi yang mulai dingin karena tak tersentuh. Namun, sialnya Riski belum juga muncul.
20 menit, 30 menit dan kini sudah 2 jam menunggu, masih tidak ada tanda-tanda bahwa Lelaki itu akan menemuiku.
Beberapa kali mengecek WAG dan akun media sesosial miliknya, berharap ada sebuah petunjuk tentang aktivitas laki-laki dingin itu hari ini, namun, semua akses untuk menghubungkanku dengan Riski seakan tertutup. Akunnya bahkan tidak aktif 3 jam yang lalu.
Setelah meletakkan uang 50 ribu di meja kasir, aku menuju mobil.
____
"Nona sudah pulang?" sapa bik Ijah, asisten rumah tangga dirumah.
"Hum! tolong Bibi buat saya secangkir teh hijau, dan jangan lupa, tanpa gula." pintaku dengan suara lembut.
"Baik, Non"
Bi Ijah berlalu kearah dapur untuk menyiapkan secangkir teh, sementara aku masuk kamar.
Merebahkan sejenak tubuh keatas kasur sambil menatap langit-langit kamar membuat kelelahankan sedikit berkurang.
Apakah Riski sengaja tidak memenuhi janji dengan ku? Lalu kenapa? Apa ia ingin mengerjaiku?
Bermacam pertanyaan muncul begitu saja dalam benak ini.
Suara pintu kamar terbuka, membuyarkan lamunanku, nampak Bi Ijah meletakkan secangkir teh di atas meja dengan hati-hati.
"Buruan di minum, Non! nanti keburu dingin"
"Hum, baik, Bik!"
"Ada lagi yang harus Bibi buat, Non?"
"Tidak, tidak ada, Bik!" aku bangkit dan meraih cangkir minuman tersebut, sementara bi Ijah keluar untuk melanjutkan pekerjaannya.
Drrtt!
Gawai yang sejak dari tadi berada di dalam tas tangan, bergetar. Sebuah pesan dari Riski masuk.
[Kita harus bertemu sekarang],
Membaca pesan dari Riski tersebut membuatku merasa ingin membanting gawai saja.
'Tahan, Rini, tahan!' gumamku, kemudian mulai mengetik balasan.
[ Tapi pak, tadi pagi saya sudah menunggu bapak di Kafe Seilena selama tiga jam] send!
Nampak dilayar, Riski sedang mengetik ...
[ Saya tunggu kamu 15 menit lagi, di restoran N&F]
[Apa tidak bisa besok saja, saya baru saja kembali kerumah], send ...
Setelah pesan terkirim, tak ada lagi tanda-tanda jika Riski akan membalas pesanku lagi. Hanya centang biru yang ia berikan, sebagai tanda bahwa pesan tersebut telah selesai ia baca.
Aku mulai khawatir, bagaimana jika Riski ingin membahas masalah yang penting?
'15 menit, ya, saya harus sampai disana 15 menit lagi'
Aku meraih tas kembali dan berlalu meninggalkan kamar.
"Mau kemana lagi, Non?" tanya bik Ijah dari ruang tengah. Ia terlihat sedang sibuk menyetrika setumpuk pakaian.
"Saya keluar sebentar, ya, Bik!" jawabku sambil terburu-buru, dengan pikiran dipenuhi dengan berbagai pertanyaan.
Membuka pintu depan dan menutupnya dengan cepat.
Bruuk!
"Astarqfirullah, ya Allah"
Aku begitu terkejut karna tanpa sengaja menabrak dada bidang seseorang yang berdiri tepat di depan pintu utama, dada yang lebih pantas di katakan tembok.
Aku mendongakkan wajah, melihat siapa pemilik tubuh kekar tersebut.
"Riski! pa-pak Riski?" pekikku karena kaget dan seolah tidak percaya.
Sementara Riski tak menghiraukan kata-kataku, ia sibuk membenarkan jasnya yang agak kusut karna insiden tabrakan tadi.
Lelaki itu menggunakan jas hitam dan celana slim berwarna sama di padu dengan dasi berwarna biru dongker. Meski sikapnya dingin, tetap saja Ia terlihat cool dan berwibawa walaupun aku tidak mau mengakuinya.
Setelah memastikan semuanya rapi, sepasang netranya yang berwarna hitam kecoklatan menatap wajahku yang sedikit tegang. Sementara aku masih terdiam, mencoba merangkai kata maaf untuk kuucapkan.
"Boleh aku masuk?" tanya Riski dengan telunjuk mengarah ke pintu.
"Oh, maaf pak! Boleh, silahkan!" jawabku sambil cengengesan sekaligus kesal dengan sikap dinginnya.
Riski masuk mendahului tubuhku yang sejenak mematung. Tanpa kata, tanpa basa-basi.
Wangi parfum dari tubuhnya beraroma oceanik begitu menyegarkan dan alami seperti laut yang dingin atau linen.
"Dasar orang aneh" gumamku, lalu melangkah mengikutinya.
"Aku bisa denger apa yang kau omongin." ketus Riski dari arah dalam, kemudian ia menubrukkan tubuhnya keatas sofa.
Aku mendecak sebal, kemudian memilih masuk dan duduk tepat di hadapan Riski.
"Pak Riski mau minum apa?"
"Terserah tuan rumah!" Jawabnya ketus.
'Cih, terserah tuan rumah!' batinku dengan memicingkan mata.
"Ok well, bagaimana dengan tawaran saya hari itu? Sudah kamu pikirkan? Dan sayangnya aku butuh jawaban sekarang juga, atau ..."
Riski menghentikan ucapannya. Bibir indahnya ia biarkan sedikit mengerucut.
"Atau apa?"
"Jawab saja, ya atau tidak."
Aku paham betul dengan apa yang sedang lelaki sombong itu bicarakan. Ingatanku kembali pada perkataan Ruka--sekretarisnya Riski, tadi pagi.
'Kau harus bersedia menjadi kekasih bohongannya pak Riski. Berlakon dengan sempurna di hadapan keluarganya terutama di hadapan nyonya Dwi Anjana Ningsih --omanya pak Riski, beliau adalah pemilik Perusahaan Yuka- Yuka Group.
"Hei, apa kau sedang berada di dunia lain?" tanya Riski sambil menjentik jarinya ke hadapanku. Menarikku dari lamunan.
"Ba-baiklah, Pak! Saya terima tawarannya, tapi saya mau ada perjanjian di atas hitam dan putih, dan isinya tidak boleh memberatkan pihak manapun."
"Ok!"
Lelaki itu bangkit dari tempat duduk, mengaitkan beberapa kancing jas kelubang masing-masing. Kemudian berlalu menuju mobil, tak ada kata pamit atau basa-basi. Semenit kemudian, mobil berwarna kuning itu telah menghilang dari halaman rumah.
Aku berdecak kesal. "Ck, Dasar makhluk aneh."
Bersambung ....
______________
Hai Reader!😀
Tq yach!🤗 atas dukungan kalian buat Cinta Arini. Author jadi tambah semangat buat ngehalu. Hehe.
Jangan lupa untuk ngetap tombol like dan memberikan komentar terbaik kalian supaya author tambah semangat lagi.
Oa, Selain Cinta Arini. Mak author juga punya karya satu lagi yang masih bayi. Namanya Takdir Cinta Adinda. Jika ada waktu luang, Mampir ya.
Baiklah, cukup sampai di sini intermezo unfaedah ini. Semoga bisa menghibur kalian semuanya.
Salam cinta untuk kalian semuanya!🤗🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Hap£!π
baru nemu thor
2023-10-07
0
@💞'𝙛𝙖𝙣𝙮𝙮🍏🌺
jejak dlu
2022-10-11
0
Little Peony
Haloo Kak Hanna, Temptation hadir Kak 💕
2021-02-03
0