2. Kesadaran yang Terlambat

Di dalam mobil yang masih sunyi, Ziel menggeliat pelan. Kepalanya terasa berat, dan tubuhnya seperti dihantam batu. Ia mencoba membuka mata, tapi kelopak matanya terasa lengket.

Lalu, samar-samar, ia merasakan sesuatu yang aneh.

Jok di sampingnya kosong. Tapi ada aroma samar yang tertinggal di sana. Aroma asing.

Ia mengernyit, mencoba mengingat apa yang terjadi. Ia mengingat perjalanan, efek obat yang mulai bekerja, lalu tabrakan... setelah itu, pikirannya kabur.

Namun, saat Ziel mencoba duduk tegak, sesuatu di dalam dirinya bergetar. Ada perasaan aneh yang menyelinap, rasa tak nyaman, seperti ada sesuatu yang tak seharusnya terjadi.

Ia mengedarkan pandangan ke sekeliling. Pintu di sisi penumpang sedikit terbuka, seperti seseorang telah pergi terburu-buru.

Ziel memegang kepalanya yang berdenyut. "Apa yang sebenarnya terjadi...?"

Tiba-tiba, bunyi dering ponselnya memecah kesunyian. Dengan gerakan lambat, ia meraihnya dari dasbor mobil dan melihat nama di layar. Nika.

Amarah melonjak dalam dadanya. Ia mengabaikan panggilan itu, lalu melempar ponselnya kembali ke dasbor mobil.

Sejenak Ziel terdiam. Ia mengingat seseorang mengetuk kaca mobilnya. Suara lembut yang memanggilnya…

Matanya membelalak.

Gadis itu.

Ia menunduk, menatap dirinya sendiri. Namun tak bisa melihat dalam gelap.

Ziel segera menyalakan lampu dalam mobil, ingin melihat lebih jelas. Saat pandangannya jatuh ke dirinya sendiri, matanya terbelalak, napasnya tercekat. Pakaiannya berantakan, kancing kemejanya terbuka sebagian. Ada bekas sentuhan di kulitnya, samar tapi nyata.

Darahnya mendadak berdesir.

Resleting celananya terbuka, memperlihatkan sesuatu yang seharusnya tersembunyi. Lalu matanya turun ke jok mobil, terdapat bercak darah di sana. Juga di celananya.

Darah itu…

Napasnya tersengal, pikirannya berusaha merangkai kejadian yang terasa kabur. Dada Ziel mulai sesak. Kepalanya terasa berat, pikirannya berputar kacau. Ia tidak tahu siapa gadis itu, tetapi instingnya berteriak bahwa ia telah melakukan kesalahan besar.

Kesalahan yang tak bisa diperbaiki.

***

Di kamar hotel yang sunyi, Nika membanting ponselnya ke kasur, napasnya memburu penuh emosi. Berkali-kali ia mencoba menghubungi Ziel, tetapi panggilannya terus diabaikan.

Matanya memerah, tangannya terkepal. "Brengsek!" geramnya, menggigit bibir bawahnya dengan frustrasi.

Tak pernah ia bayangkan Ziel akan benar-benar memukulnya hingga pingsan, sama seperti yang ia lakukan pada Ziel sebelumnya. Ini bukan bagian dari rencananya. Ia pikir Ziel akan marah, tapi tidak sampai seperti ini.

Pikirannya kacau. Bagaimana jika Ziel melampiaskan hasratnya dengan tidur bersama wanita lain? Dadanya sesak membayangkan kemungkinan itu. Ia mengacak rambutnya, berteriak marah ke udara.

"Tidak! Ziel milikku!"

Ia meraih kembali ponselnya dengan tangan gemetar, kembali mencoba menghubungi Ziel. Namun, kali ini suara operator yang terdengar : "Nomor yang Anda tuju tidak dapat dihubungi."

Darah Nika berdesir. Ziel mematikan ponselnya.

Pertunangan mereka benar-benar di ujung tanduk.

***

Mandara turun dari motor dengan lutut lemas, lalu bergegas masuk ke dalam rumah. Adiknya dan beberapa tetangga terlihat di sana.

"Kak...." panggil Aditya. Kekhawatiran dan ketakutan terlihat jelas di matanya.

Mandara menemukan ayahnya terbaring di atas ranjang, darah mengalir dari kepala pria tua itu. Salah seorang tetangga mencoba mengelap darah yang keluar, yang lain nampak bingung harus berbuat apa.

"Astaga... Ayah!"

Tanpa pikir panjang, ia meraih kain dan menekan luka itu, berusaha menghentikan pendarahan. Matanya beralih ke adiknya.

"Panggil ambulans!"

"Tadi sudah! Mereka bilang akan segera ke sini!"

Mandara menggertakkan giginya, tangannya berlumuran darah saat terus menekan luka sang ayah. Tapi pikirannya mulai berkabut, tubuhnya terasa semakin lemas.

Seketika, kejadian tadi di dalam mobil kembali menghantamnya. Bayangan Ziel, cengkeraman kuatnya, rasa sakit yang ia rasakan...

Tidak. Ia tidak boleh hancur sekarang.

Ambulans datang beberapa menit kemudian. Saat para petugas medis mengangkat ayahnya, Mandara melangkah dengan kaki gemetar, ingin ikut masuk ke ambulans. Tapi sebelum ia sempat naik, kegelapan menyelimuti pandangannya.

Semua menjadi buram.

Lalu gelap.

Suara mesin medis berdengung pelan di telinga Mandara saat matanya perlahan terbuka. Cahaya putih dari lampu rumah sakit menusuk pandangannya, membuatnya mengerjap beberapa kali. Kepalanya terasa berat, tubuhnya lelah seolah baru melewati sesuatu yang menguras tenaga.

Di sampingnya, duduk dua orang yang paling ia kenal, Aditya, adiknya yang masih SMP, dan Bibi Ema, tetangga sebelah rumah. Tapi ada sesuatu yang aneh. Wajah mereka pucat, mata sembab, dan bibir mereka seolah terkunci dalam kebisuan yang menyakitkan.

Dara mencoba bangun, tetapi tubuhnya terlalu lemah. "Adit... Bibi..." suaranya serak, dadanya tiba-tiba dipenuhi kecemasan. "Ayah... bagaimana kondisi Ayah?"

Aditya menggigit bibirnya, menunduk dalam-dalam. Sementara Bibi Ema menggenggam tangan Dara, matanya basah.

"Nak... Ayahmu..." suara Bibi Ema bergetar, tapi tak mampu melanjutkan.

Dara merasakan hatinya mencelos, jantungnya berdetak kencang. "Bibi, tolong jangan diam! Katakan Ayah baik-baik saja!"

Aditya menoleh padanya dengan mata merah. "Ayah sudah pergi, Kak..." bisiknya, suaranya parau. "Ayah sempat ditangani, tapi pendarahannya terlalu banyak..."

Dunia Dara seakan runtuh.

"Tidak..." bisiknya, kepalanya menggeleng berulang kali. "Tidak mungkin... tidak mungkin!

Tangannya mencengkeram selimut dengan kuat, air mata mulai menggenang di pelupuk matanya. Ia ingin menolak kenyataan ini, ingin berlari ke luar kamar dan melihat ayahnya tersenyum, mengatakan semuanya baik-baik saja. Tapi... tidak ada yang bisa mengembalikan seseorang yang telah pergi.

Tubuhnya bergetar hebat. "Aku bahkan... belum sempat melihatnya, Bibi... aku bahkan tidak ada di sana saat dia butuh aku..."

Aditya terisak dan langsung memeluk Dara. "Kakak satu-satunya keluargaku sekarang..." katanya dalam tangis.

Dara menggigit bibirnya, menahan isak yang semakin menyakitkan. Lima tahun lalu, ia kehilangan ibunya. Sekarang, Ayah pun pergi...

Ia dan adiknya kini yatim piatu.

Dan beban besar itu seketika menghantamnya, bahwa kini dialah yang harus menjaga Aditya, sendirian.

***

Tiga Hari Kemudian.

Dara duduk di teras rumah dengan wajah kusut seperti baju yang lupa disetrika sebulan. Matanya menatap ponsel di tangannya, email panggilan interview dari perusahaan besar di kota. Harusnya ini berita baik. Harusnya.

Tapi…

“Delima. Eh, dilema.” Dara mengusap wajah. “Ini kesempatan langka. Tapi Adit gimana? Masa aku tinggalin sendirian? Mau kubawa? Halah, yang ada malah dia bolos sekolah dan jadi bocah kota yang suka bilang ‘yo bro’ tiap ketemu orang.”

Ia menyandarkan diri ke kursi. “Herman, deh! Eh, heran deh! Kenapa hidupku kayak sinetron tayang sore? Belum kelar drama kehilangan, eh, datang lagi episode baru yang judulnya ‘Dara Bingung Memilih’.”

Pikirannya terus berputar hingga suara langkah kaki terdengar. Ema muncul dengan senyum lembut. “Kamu kenapa, Dara? Melamun dari tadi.”

Dara mendesah, menegakkan tubuhnya. “Ini, loh, Bik. Aku dapat panggilan interview di kota. Tapi… Adit?”

Ema tersenyum tipis, lalu duduk di sampingnya. “Kalau kamu khawatir soal Adit, biar Bibi yang jaga. Bibi juga sendiri di rumah. Lagipula, Adit itu anak baik, kami juga akrab, 'kan?”

Dara menatap Ema dengan ekspresi campuran antara harapan dan ragu. “Beneran, Bik? Nggak keberatan? Adit itu, loh, makannya banyak. Belum lagi PR sekolahnya kadang kayak soal ujian masuk NASA.”

Ema tertawa pelan. “Justru itu, biar Bibi ada kesibukan. Rumah rasanya sepi sejak mereka pergi…”

Dara terdiam. Ia tahu betul luka yang masih tersisa di hati Ema. Wanita itu kehilangan suami dan anaknya dalam kecelakaan tahun lalu.

Dara menarik napas panjang. “Aduh, jadi makin bingung. Mau seneng dapat interview, tapi sedih ninggalin Adit. Campur-campur kayak es teler.”

Ema menepuk bahunya. “Yang penting kamu pikirkan baik-baik. Adit di sini pasti aman.”

Dara melirik ke dalam rumah, melihat Aditya yang tengah fokus pada bukunya. Ia tampak tenang, meski Dara tahu, hatinya juga masih terluka.

Dara bangkit. “Oke, kalau gitu aku harus mulai packing. Adit pasti baik-baik aja sama Bibi, 'kan?”

Ema tersenyum. “Tentu saja.”

Dara menghela napas. “Ya udah, aku siapin semua. Semoga nggak ada lagi plot twist di hidupku dalam waktu dekat.”

...🌸❤️🌸...

.

To be continued

Terpopuler

Comments

Dwi Winarni Wina

Dwi Winarni Wina

Waaah jodoh gak lari kemana pasti ketemu ziel lagi telah memperkosa dara dan interview diperusahaan ziel....

Ziel lupa ingat telah menodai seorang gadis tapi dlm keadaan tidak sadar terpengaruh obat lucknut..

Apakah dara akan mengenali ziel pria akan ditolong saat kecelakaan itu....
ziel bekerja keras jd tulang punggung keluarga membiayai adiknya sekolah dan jd tanggungjawab dara....

Semangat2 dara interview smg diterima ya.....

2025-01-22

2

sum mia

sum mia

bisa jadi nih interview di perusahaan Ziel . misal mereka ketemu mungkinkah Dara ingat wajahnya Ziel , secara waktu kejadian suasana temaram .
dan mungkinkah nantinya Dara hamil .
aku tunggu cerita selanjutnya kak Nana .

lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍

2025-01-20

5

Muzaata Alenmiyu

Muzaata Alenmiyu

hadir lagi thor 😊 selamat launching karya barunya 🤗

2025-01-21

1

lihat semua
Episodes
1 1. Malam yang Mengubah Segalanya
2 2. Kesadaran yang Terlambat
3 3. Sesi Wawancara
4 4. Pengumuman
5 5. Santainya Dara
6 6. Apa yang Salah?
7 7. Pagi yang Aneh
8 8. Kesempatan Kedua
9 9. Lelah Mental
10 10. Sesuatu yang Berbeda
11 11. Semakin Sensitif
12 12. Dipindahkan
13 13. Karena Dara
14 14. Izin
15 15. Tanda Tanya
16 16. Merasa Tergoda
17 17. Ke Luar Kota
18 18. Sulit Ditebak
19 19. Apa Benar Karenanya?
20 20. Perhatian
21 21. Ide Gila yang Muncul
22 22. Meminta Izin
23 23. Pindah
24 24. Seperti Istri?
25 25. Menghilangkan Canggung
26 26. Dapet?
27 27. Perubahan
28 28. Sama Siapa?
29 29. Benar-benar Aneh
30 30. Apa Sakit?
31 31. Siluet dan Aroma
32 32. Peduli
33 33. Brutal
34 34. Memburuk
35 35. Pengakuan
36 36. Perubahan
37 37. Punya Suami?
38 38. Baru Menyadari
39 39. Alasan Dara
40 40. Kalau Nggak Laku...
41 41. Tanggal dan Lokasi
42 42. Petunjuk
43 43. Bingung Sendiri
44 44. Menghindar
45 45. Batas Lima Tahun
46 46. Salah Paham
47 47. Undangan Makan Malam
48 48. Kehamilan Simpatik
49 49. Mencari Tahu
50 50. Buaya Darat
51 51. Tergantung
52 52. Malu
53 53. Memerhatikan
54 54. Memastikan
55 55. Istri?
56 56. Menggali
57 57. Seperti Pencuri
58 58. Tidak Mengizinkan
59 59. Antara Bahagia dan Takut
60 60. Zombie
61 61. Diluar Dugaan
62 62. Tak Bisa Menyangkal
63 63. Meyakinkan
64 64. Tidur Bersama?
65 65. Ciuman Selamat Malam
66 66. Sejak Kapan?
67 67. Kencan Rahasia
68 68. Taktik
69 69. Air Kobokkan?
70 70. Gugup
71 71. Ujian Etika
72 72. Penjelasan Ziel
73 73. Sederhana
74 74. Panggilan
75 75. Deretan Mantan
76 76. Pukulan Telak
77 77. Bisa Menunggu?
78 78. Apa Mungkin?
79 79. Khawatir
80 80. Siapa Wanita Itu?
81 81. Salah Minum
82 82. Sensasi
83 83.Kenapa Tidak?
84 84. Pengakuan Ziel
85 85. Level Skenario Drama Terbaik
86 86. Ingin Tahu Istri Ziel
87 87. Sensi
88 88. Lelah
89 89. Menemukan Jawaban
90 90. Mantan
91 91. Kabar Kelulusan
92 92. Akrab
93 93. Kenyataan
94 94. Putri Zion?
95 95. Klarifikasi
96 96. Mabuk
97 97. Motif Tersembunyi
98 98. Ke Luar Kota
99 99. Mantan, Ya?
100 100. Kenangan
101 101. Terlalu Percaya Diri
102 102. Mencekam Tapi Konyol
103 103. Menikahi Gadis Badung
104 104. Pesta Syukuran Kelahiran
105 105. Ketika Cinta Ditentang Takdir
Episodes

Updated 105 Episodes

1
1. Malam yang Mengubah Segalanya
2
2. Kesadaran yang Terlambat
3
3. Sesi Wawancara
4
4. Pengumuman
5
5. Santainya Dara
6
6. Apa yang Salah?
7
7. Pagi yang Aneh
8
8. Kesempatan Kedua
9
9. Lelah Mental
10
10. Sesuatu yang Berbeda
11
11. Semakin Sensitif
12
12. Dipindahkan
13
13. Karena Dara
14
14. Izin
15
15. Tanda Tanya
16
16. Merasa Tergoda
17
17. Ke Luar Kota
18
18. Sulit Ditebak
19
19. Apa Benar Karenanya?
20
20. Perhatian
21
21. Ide Gila yang Muncul
22
22. Meminta Izin
23
23. Pindah
24
24. Seperti Istri?
25
25. Menghilangkan Canggung
26
26. Dapet?
27
27. Perubahan
28
28. Sama Siapa?
29
29. Benar-benar Aneh
30
30. Apa Sakit?
31
31. Siluet dan Aroma
32
32. Peduli
33
33. Brutal
34
34. Memburuk
35
35. Pengakuan
36
36. Perubahan
37
37. Punya Suami?
38
38. Baru Menyadari
39
39. Alasan Dara
40
40. Kalau Nggak Laku...
41
41. Tanggal dan Lokasi
42
42. Petunjuk
43
43. Bingung Sendiri
44
44. Menghindar
45
45. Batas Lima Tahun
46
46. Salah Paham
47
47. Undangan Makan Malam
48
48. Kehamilan Simpatik
49
49. Mencari Tahu
50
50. Buaya Darat
51
51. Tergantung
52
52. Malu
53
53. Memerhatikan
54
54. Memastikan
55
55. Istri?
56
56. Menggali
57
57. Seperti Pencuri
58
58. Tidak Mengizinkan
59
59. Antara Bahagia dan Takut
60
60. Zombie
61
61. Diluar Dugaan
62
62. Tak Bisa Menyangkal
63
63. Meyakinkan
64
64. Tidur Bersama?
65
65. Ciuman Selamat Malam
66
66. Sejak Kapan?
67
67. Kencan Rahasia
68
68. Taktik
69
69. Air Kobokkan?
70
70. Gugup
71
71. Ujian Etika
72
72. Penjelasan Ziel
73
73. Sederhana
74
74. Panggilan
75
75. Deretan Mantan
76
76. Pukulan Telak
77
77. Bisa Menunggu?
78
78. Apa Mungkin?
79
79. Khawatir
80
80. Siapa Wanita Itu?
81
81. Salah Minum
82
82. Sensasi
83
83.Kenapa Tidak?
84
84. Pengakuan Ziel
85
85. Level Skenario Drama Terbaik
86
86. Ingin Tahu Istri Ziel
87
87. Sensi
88
88. Lelah
89
89. Menemukan Jawaban
90
90. Mantan
91
91. Kabar Kelulusan
92
92. Akrab
93
93. Kenyataan
94
94. Putri Zion?
95
95. Klarifikasi
96
96. Mabuk
97
97. Motif Tersembunyi
98
98. Ke Luar Kota
99
99. Mantan, Ya?
100
100. Kenangan
101
101. Terlalu Percaya Diri
102
102. Mencekam Tapi Konyol
103
103. Menikahi Gadis Badung
104
104. Pesta Syukuran Kelahiran
105
105. Ketika Cinta Ditentang Takdir

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!