Chapter 5 : Pedang Kayu dan Boneka Tua

Fandi terkejut melihat Raka berdiri di depan kamarnya dengan ekspresi tegang. “Rak, Kenapa lo di sini?" ujar Fandi bingung. Menurutnya, Raka masih harus beristirahat lebih banyak.

Namun ada sesuatu yang membuat Fandi gelisah. Raka menatapnya seolah-olah mengetahui hal yang dia sembunyikan.

"Gue mau nanya," jawab Raka singkat, wajahnya menjadi serius. Tanpa basa-basi, dia melanjutkan, “Fan, gue bukannya mau nuduh lo nyuri atau apa ya, tapi kemarin gue liat lo keluar dari kamar lo bawa pedang kayu kecil.”

Raka menggaruk rambutnya yang tidak gatal, ekspresi seriusnya menghilang saat raut wajahnya menunjukkan kebingungan. "Ya, gue juga nggak mau minta itu pedang balik, lagian itu juga bukan barang gue dari awal. Tapi kondisi gue kemarin..." Dia melihat Fandi dengan cermat, "Lo tau sesuatu, kan?"

Fandi terdiam beberapa detik, kebingungan terlihat jelas di matanya.

Fandi tahu bahwa dia tidak bisa menghindar karena pedang kayu itu ada di kamarnya sekarang. Dia mungkin bisa membuat alasan lain, namun Raka adalah korban yang membutuhkan kebenaran. Bahkan jika dia berbohong, tidak ada kepastian Raka tidak akan di ganggu lagi yang mungkin lebih parah. Jadi dia tidak memiliki pilihan lain selain memberitahunya.

Namun, Fandi masih merasa terlalu sulit untuk langsung berbicara. Dia tidak ingin temannya tiba-tiba melihatnya dengan aneh.

Fandi mengalihkan pandangannya, mencari celah untuk menenangkan diri. Saat itu, suara adzan subuh terdengar dari kejauhan. Suara itu membuatnya teringat nasihat kakeknya: "Apa pun yang terjadi, jangan lupakan Allah, Allah akan selalu menunjukkan jalan."

Menghela napas dalam-dalam, Fandi mencoba menenangkan pikirannya. Dia menatap Raka dengan penuh keyakinan dan berkata, “Rak... sebelum gue jelasin, gimana kalau kita sholat dulu? Biar hati kita lebih tenang. Gue sendiri bingung harus mulai dari mana.”

Raka diam, menatap Fandi dengan alis terangkat, jelas sedikit heran dengan usul itu. Namun, beberapa detik kemudian, dia mengangguk. “Oke, tapi kondisi gue nggak bisa jadi imam,” jawabnya dengan tenang.

Fandi menghela nafas lega, "Yaelah, gue juga bisa kali. Tenang aja." Raka kemudian mengikuti Fandi. Wudhu dan Sholat berjamaah.

Setelah mereka selesai sholat, suasana di antara mereka terasa lebih tenang. Fandi mengajak Raka ke teras, tempat yang menurutnya cukup aman untuk berbicara tanpa gangguan.

Dia sengaja memilih teras untuk menghindari hantu-hantu kosan seperti Pak Kromo atau Lili yang mungkin saja menguping percakapan mereka. Dia akan sangat terganggu jika kedua hantu super itu mengetahui kebenaran tentang dirinya. Sayangnya, Fandi tidak menyadari bahwa dua hantu itu sekarang duduk dengan santai di atap teras, mendengarkan tanpa suara.

Setibanya di teras, Fandi menarik napas dalam-dalam, berusaha mengumpulkan keberanian. Dia akhirnya memutuskan untuk membuka diri. “Gini, gue harus jujur sama lo. Sebenernya... gue punya kelebihan yang nggak dimiliki orang biasa. Gue bisa lihat hal-hal yang kata orang itu nggak ada. Gue bisa lihat hantu, makhluk-makhluk aneh, dan hal-hal yang... mungkin susah lo pahami.”

Raka menatap Fandi dengan tatapan penuh kebingungan, lalu mendekatkan wajahnya sedikit. “Lo serius bilang lo bisa lihat hantu? Kaya anak indomie gitu?”

Fandi memutar matanya kesal. “Indomie, Indomie. Indigo kali.”

Raka tertawa sementara Fandi tersenyum. Fandi tau kalau Raka mencoba menghiburnya meski sedikit. Ekspresi serius Raka hilang, dia masih bercanda. “Sama aja kali. Yang penting dua-duanya ada ‘indo’-nya, kan?”

Fandi hanya bisa menggelengkan kepala sambil tertawa kecil. “Dari mananya sama? Indomie sih enak masih bisa dimakan, indigo? Hadeh...”

Tawa mereka pun mengalir ringan, mencairkan ketegangan yang ada sebelumnya. Namun, setelah beberapa saat, tawa itu perlahan memudar, digantikan oleh keheningan yang lebih serius.

Raka mengangguk perlahan, berusaha mencerna penjelasan Fandi. “Oke. Terus kondisi gue kemarin?”

Fandi menghela napas panjang, menatap Raka dengan raut serius. “Gue awalnya nggak ngerti apa-apa soal itu. Tapi gue dengar suara... semacam bisikan yang bilang ada benda aneh yang ganggu lo. Jadi gue cari benda itu. Ternyata bener, setelah gue bawa, demam lo jadi turun. Dan, ya, gue sempat dapet informasi tentang benda itu.”

“Informasi? Dari siapa?” Raka bertanya dengan wajah penuh rasa ingin tahu.

Fandi mendadak memelototi Raka. “Jangan nanya bagian itu. Kalau gue jawab, ntar orangnya denger!”

Raka mengangkat satu alis, bingung dengan jawaban Fandi, sementara Pak Kromo yang duduk di atap teras menahan tawa geli.

Fandi, mengabaikan ekspresi Raka, melanjutkan, “Lo ngambil pedang kayu ini dari gudang belakang, kan?”

Kini giliran Raka yang terlihat waspada. Dia buru-buru menoleh ke kanan-kiri, lalu mendesis, “Anjir, Lo mau bales gue, Fan! Kalau Kang Roy denger, gue bisa kena omel panjang!”

Fandi tersenyum tipis, tapi nada bicaranya berubah serius saat dia mulai menjelaskan. “Gue dapet informasi kalau pedang kayu itu bagian dari boneka kayu yang ada di gudang. Masalahnya, boneka kayu itu dirasuki arwah. Dan arwah itu bikin benda ini jadi terkutuk. Makanya, kemarin harusnya Lo cuma demam ringan, tapi tambah parah gara-gara benda itu.”

Raka mendengarkan dengan serius, lalu menatap Fandi dengan mata melebar. “Fan, bentar, deh. Jangan bilang... suara anak kecil yang gue ceritain ke Lo itu arwah gentayangan si boneka?”

Fandi mengangkat kedua bahunya. “Gue nggak tau pasti. Tapi, itu bisa aja salah satu kemungkinan.”

Mereka terdiam untuk beberapa saat, masing-masing sibuk dengan pikirannya.

Setelah hening beberapa saat, Raka bicara dengan nada hati-hati, “Gini, Fan... Gue hari ini cuma ada kelas malam. Sebelum itu, lo mau nggak ke gudang belakang buat ngecek langsung?”

Fandi terdiam sejenak, jelas ragu dengan tawaran itu. Tapi dia sadar kalau dia libur hari ini dan nggak punya banyak rencana lain. Akhirnya, dia mengangguk pelan. “Oke. Sekalian kita balikin pedang kayunya.”

"Oke." Kemudian Raka tersenyum lebar, matanya berbinar. “Gila! Entah kenapa jadi seru gini, kaya petualangan horor nggak sih." Lalu berpikir sebentar sebelum bicara sambil melihat kamar Dimas dan Arief yang masih tertutup, "gimana kalau sekalian kita ajak Dimas sama Arief juga?”

Fandi menghela napas. “Gue nggak yakin ini ide bagus. Tapi, kalau mereka mau, ajak aja...”

————

Sayangnya, rencana mereka untuk mengajak Dimas dan Arief berakhir sia-sia. Dimas terjebak dengan tugas coding yang memaksanya berdiam diri di kamar selama tiga hari, sementara Arief harus fokus pada pertandingan basket penting yang tidak bisa dia lewatkan.

Meskipun hanya berdua, Fandi dan Raka tetap memutuskan untuk melanjutkan rencana mereka menyelidiki gudang belakang. Fandi membawa pedang kayu itu di dalam tasnya.

Dengan hati-hati, mereka menyelinap ke area gudang belakang kos, yang sudah lama dibiarkan tak terurus. Pintu gudang yang tua itu berderit pelan saat mereka membukanya, menghasilkan suara yang membuat bulu kuduk berdiri. Di balik pintu, ruangan gelap yang dipenuhi debu dan barang-barang lama menyambut mereka. Segalanya tampak berantakan, seperti tempat itu tidak pernah disentuh selama bertahun-tahun.

Cahaya di dalam sangat minim, untung mereka membawa senter kecil yang cukup membantu mereka. Bayangan dari tumpukan barang terlihat menari-nari di dinding, menciptakan suasana yang semakin mencekam. Fandi menatap sekeliling dengan waspada, sementara Raka mencoba menjaga ketenangan meski dia merasa ada sesuatu yang tidak beres di dalam ruangan itu.

“Gila, ini tempat udah kayak set film horor nggak sih,” gumam Raka, suaranya bergetar samar, berusaha terdengar santai meski jelas rasa takutnya mulai terlihat.

Fandi meliriknya sekilas, kemudian menggeleng pelan sambil memeriksa sekeliling dengan senter. “Jangan ngomong aneh-aneh. Fokus aja cari saklar lampunya.”

Raka mengangguk ragu, menelan ludah sebelum melangkah lebih dalam ke gudang. Langkah kaki mereka terdengar berderak di atas lantai kayu tua yang rapuh, menambah kesan suram di tempat itu.

Suasana begitu hening, hanya diiringi oleh suara langkah mereka dan gemerisik barang-barang yang tersentuh secara tidak sengaja. Cahaya senter menyapu rak-rak tua yang dipenuhi debu dan sarang laba-laba, membuat bayangan gelap bergerak seolah mengikuti mereka.

"Fandi...” bisik Raka, suaranya nyaris tenggelam dalam keheningan. “Nggak ada sesuatu di sini, kan?”

Fandi berhenti, menatap Raka sekilas sebelum mengarahkan sinar senter ke sudut ruangan yang tampak lebih gelap. “Gue belum lihat apa-apa.”

Namun, tepat setelah kata-kata itu keluar, cahaya senter mereka menyapu sesuatu—sebuah wajah. Wajah itu mendadak muncul di bawah sinar, menatap mereka tanpa ekspresi.

"AAAAA!!"

Keduanya berteriak bersamaan. Raka, tanpa berpikir panjang langsung memeluk Fandi erat-erat, sementara Fandi membeku di tempat, tak sanggup bergerak.

Sebelum Fandi sempat memproses apa yang terjadi, sebuah tongkat kayu tiba-tiba menghantam kepalanya dengan suara duk!

"Itu manusia, bocah bodoh," suara berat dan familiar terdengar, membuat Fandi tersentak. Dia mengenali suara itu—Kyai Jagakarsa, sosok misterius yang mengatakan bahwa dia adalah penjaganya.

Kyai Jagakarsa keluar karena mendengar teriakan Fandi. Melihat bahwa dia tidak perlu berurusan dengan hal merepotkan dan teriakan itu hanya alarm palsu, Kyai Jagakarsa menjadi kesal dan memukul Fandi sebelum menghilang.

Fandi mengabaikannya. Yang lebih penting, Fandi kembali melihat ke wajah yang baru saja tersorot senternya. Setelah mengenali pemilik wajah itu, kakinya mulai bergetar hebat lebih ketakutan.

“Pertama, bisa arahkan senter ke tempat lain?” suara itu terdengar tegas namun tidak terlalu keras, cukup untuk membuat Fandi tersadar. Dengan canggung, dia segera menggeser arah senternya sambil memaksakan senyum kaku.

Sementara itu, Raka, yang masih bergelantungan pada Fandi, mulai mengenali suara yang familiar tersebut. “K-Kang Roy?” katanya dengan nada setengah tidak percaya.

Sosok yang dipanggil Kang Roy perlahan maju dari balik tumpukan barang, wajahnya serius seperti biasa. “Dasar kalian, dibilangin jangan ke gudang ini malah ngeyel. Ngapain kalian ke sini? Bahkan kalau ini masih siang, gue udah ingetin supaya kalian nggak kesini, kan.”

Fandi dan Raka terdiam, tidak tahu harus menjawab apa. Namun, Raka yang merasa tidak mungkin lagi menghindar akhirnya memutuskan untuk jujur. Dia menarik napas dalam, mencoba menenangkan diri, lalu mulai bercerita.

Kang Roy melihat mereka dengan aneh. "Begitu, Lo anak indigo, Fan." Kang Roy menganggukkan kepalanya, "Terus demam si Raka kemarin gara-gara ini."

Raka mengangguk, "kemungkinan besarnya gitu, kita kesini buat balikin pedang kayunya kok, Kang."

Kang Roy menghela napas, terlihat lega namun juga kesal. "Raka, Raka, dibilangin jangan macam-macam, malah ngambil barang-barang di sini. Gudang ini bukan tempat buat main-main. Untung aja ada Fandi yang bantuin Lo kemarin, kalau nggak, gue mungkin harus hubungin orang tua lo."

Raka mengangkat kedua tangannya dengan sikap kalah, "Ampun, Kang. Gue juga nggak tau. Lagian gue nggak ambil di gudang, tapi di sekitarnya. Dan Kang Roy juga tau sendiri kalau gue suka ngoleksi kerajinan macam itu."

"Dibilangin jangan ngeyel." Kata Kang Roy sambil memukul kepala Raka. Dia kemudian menghela nafas sebentar, "Gara-gara demam Lo yang naik turun kemarin, gue curiga ada hubungannya sama hal-hal disini. Makanya gue lihat-lihat. Nggak taunya emang bener."

Kang Roy berjalan ke dekat dinding dan menyalakan saklar lampu gudang dengan gerakan cepat. Begitu cahaya menyinari sekeliling, gudang yang sebelumnya terasa suram, kini terlihat lebih jelas dengan tumpukan barang-barang yang terabaikan.

"Jangan cuma berdiri aja. Cepetan cari boneka itu." Kang Roy memerintah.

Fandi dan Raka pun mulai mencari bersama. Mereka menggeser tumpukan barang, mengamati setiap sudut dengan cermat.

Beberapa saat kemudian, Fandi menemukan sebuah kotak kayu tua yang terletak di pojok ruangan. Di dalamnya ada boneka kayu wanita berukuran lima belas inci, mengenakan pakaian seperti prajurit yang compang-camping, dengan wajah yang terukir sangat detail namun sedikit usang. Fandi mengernyit, merasakan hal aneh pada benda itu.

“Ketemu," kata Fandi pelan.

Kang Roy dan Raka segera mendekat.

Raka melihat boneka itu dengan tatapan takjub, "gila, masih ada aja boneka ukir keren kaya gini."

"Iya, detailnya bagus." Kata Fandi setuju.

Kang Roy menatap boneka itu dengan ekspresi kusam, dia mengingat cerita dibalik boneka ini. Kang Roy menghela nafas lalu berkata. “Kalian lihat bagian pinggangnya, memang seharusnya ada pedang disana. Kalian bawa pedang itu?"

Fandi hanya mengangguk pelan, mengambil pedang kayu kecil di tasnya.

Kang Roy mengangguk, "pasang sekalian, nanti gue bantu ngunci kotaknya,” kata Kang Roy.

Fandi akan memasang pedang itu, tapi berhenti ditengah jalan. Dia berbalik dan menyerahkannya pada Raka, "Lo yang pasang. Lo yang berhubungan sama benda ini. Karma benda ini ada di Lo."

Raka bingung, tapi dia segera mengerti maksud Fandi.

Karma...

Karma adalah konsep hukum sebab akibat yang mengajarkan bahwa setiap tindakan akan menghasilkan konsekuensi yang sebanding.

Seperti ketika seseorang makan, mereka akan kenyang. Jika seseorang lari, mereka akan kelelahan.

Dan sekarang, Raka yang menemukan pedang ini, dia harus mengembalikannya.

Raka segera memasangkan pedang kayu ke boneka. Dengan gerakan cepat, Kang Roy menutup kotak dan menguncinya. Mereka kemudian kembali ke kosan.

Episodes
1 Chapter 1 - Kos-Kosan Baru, Masalah Lama
2 Chapter 2 : Penghuni Lain
3 Chapter 3 : Sarapannya Kelihatan Enak
4 Chapter 4 : Benda Aneh di Kamar Raka
5 Chapter 5 : Pedang Kayu dan Boneka Tua
6 Chapter 6 : Nonton Hamtaro
7 Chapter 7 : Ingatan Masa Lalu
8 Chapter 8 : Mengungkap Masa Lalu
9 Chapter 9 : Rencana Penyelesaian
10 Chapter 10 : Lima Hari dari Sekarang
11 Chapter 11 : Ritual Dimulai
12 Chapter 12 : Selamat Tinggal?
13 Chapter 13 : Bersikap Aneh
14 Chapter 14 : Pena Antik
15 Chapter 15 : Misi Gaib, Penumpang Gelap
16 Chapter 16 : Dua Penjaga
17 Chapter 17 : Dikejar-kejar
18 Chapter 18 : Mbah Semi, Keadaan Dimas
19 Chapter 19 : Daerah Hutan Bayangan
20 Chapter 20 : Berhasil Lolos
21 Chapter 21 : Parti atau Parto?
22 Chapter 22 : Bagian Tengah
23 Chapter 23 : Fandi Tertangkap?
24 Chapter 24 : Menjalankan Tugas, Momo
25 Chapter 25 : Rairo, Monster Dua Wajah
26 Chapter 26 : Calon Suami
27 Chapter 27 : Ampun, Aku Akan Mengembalikannya
28 Chapter 28 : Kyai Jagakarsa Vs Rinjani
29 Chapter 29 : Menyelesaikan Masalah
30 Chapter 30 : Keputusan Baswara, Kembali ke Bagian Tengah
31 Chapter 31 : Keberangkatan
32 Chapter 32 : Permisi, Paket...
33 Chapter 33: Aku Benar-Benar Merindukan Kos-Kosan
34 Chapter 34 : Akhirnya Pulang
35 Chapter 35 : Senior
36 Chapter 36: Kenan Anji
37 Chapter 37 : Keanehan Kenan
38 Chapter 38 : Masa Lalu Kenan
39 Chapter 39 : Mimpi Buruk
40 Chapter 40 : Bangun
41 Chapter 41 : Tayangga
42 Chapter 42 : Hai~ Titi disini~
43 Chapter 43 : Penawaran
44 Chapter 44 : Bachtiar Setianto
45 Chapter 45 : Nuhdin
46 Chapter 46 : Selamat Tinggal, Maaf, Terimakasih
47 Chapter 47 : Sosok Yang Harus Diwaspadai
48 Chapter 48 : Dimas Kembali
49 Chapter 49 : Jayden
50 Chapter 50 : Tawaran
51 Chapter 51 : Saran untuk Jayden
52 Chapter 52 : Kunti Nangis?
53 Chapter 53 : Latihan Jayden
54 Chapter 54 : Wilhelmina
55 Chapter 55 : Wilhelmina dan Jayden
56 Chapter 56 : Terror Night
57 Chapter 57 : Noni Belanda
58 Chapter 58 : Pergilah, Jayden!
59 Chapter 59 : Lolos
60 Chapter 60 : Mata-mata Kecil
61 Chapter 61 : Parto In Action
62 Chapter 62 : Di mata Jayden
63 Chapter 63 : Penyelamatan Arief
64 Chapter 64 : Bunga Terakhir Wilhelmina
65 Chapter 65 : Tak Kuasa Marahin Ayang
66 Chapter 66 : Kecemburuan Jayden
67 Chapter 67 : Hantu Aja Punya Jodoh, Kita Kapan....
68 Chapter 68 : Akhirnya Tenang
69 Chapter 69 : Ryan
70 Chapter 70 : Tidak Jadi Memberi
71 Chapter 71 : Bu Asti?
72 Chapter 72 : Mantra Jawa
73 Chapter 73 : Penyesalan Masa Lalu
74 Chapter 74 : Pendapat Mbak Lili
75 Chapter 75 : Amalan Baik
76 Chapter 76 : Ikhwan
77 Chapter 77 : Manggil Kakek
78 Chapter 78 : Datang ke Kosan
79 Chapter 79 : Ryan Aneh
80 Chapter 80 : Kecurigaan
Episodes

Updated 80 Episodes

1
Chapter 1 - Kos-Kosan Baru, Masalah Lama
2
Chapter 2 : Penghuni Lain
3
Chapter 3 : Sarapannya Kelihatan Enak
4
Chapter 4 : Benda Aneh di Kamar Raka
5
Chapter 5 : Pedang Kayu dan Boneka Tua
6
Chapter 6 : Nonton Hamtaro
7
Chapter 7 : Ingatan Masa Lalu
8
Chapter 8 : Mengungkap Masa Lalu
9
Chapter 9 : Rencana Penyelesaian
10
Chapter 10 : Lima Hari dari Sekarang
11
Chapter 11 : Ritual Dimulai
12
Chapter 12 : Selamat Tinggal?
13
Chapter 13 : Bersikap Aneh
14
Chapter 14 : Pena Antik
15
Chapter 15 : Misi Gaib, Penumpang Gelap
16
Chapter 16 : Dua Penjaga
17
Chapter 17 : Dikejar-kejar
18
Chapter 18 : Mbah Semi, Keadaan Dimas
19
Chapter 19 : Daerah Hutan Bayangan
20
Chapter 20 : Berhasil Lolos
21
Chapter 21 : Parti atau Parto?
22
Chapter 22 : Bagian Tengah
23
Chapter 23 : Fandi Tertangkap?
24
Chapter 24 : Menjalankan Tugas, Momo
25
Chapter 25 : Rairo, Monster Dua Wajah
26
Chapter 26 : Calon Suami
27
Chapter 27 : Ampun, Aku Akan Mengembalikannya
28
Chapter 28 : Kyai Jagakarsa Vs Rinjani
29
Chapter 29 : Menyelesaikan Masalah
30
Chapter 30 : Keputusan Baswara, Kembali ke Bagian Tengah
31
Chapter 31 : Keberangkatan
32
Chapter 32 : Permisi, Paket...
33
Chapter 33: Aku Benar-Benar Merindukan Kos-Kosan
34
Chapter 34 : Akhirnya Pulang
35
Chapter 35 : Senior
36
Chapter 36: Kenan Anji
37
Chapter 37 : Keanehan Kenan
38
Chapter 38 : Masa Lalu Kenan
39
Chapter 39 : Mimpi Buruk
40
Chapter 40 : Bangun
41
Chapter 41 : Tayangga
42
Chapter 42 : Hai~ Titi disini~
43
Chapter 43 : Penawaran
44
Chapter 44 : Bachtiar Setianto
45
Chapter 45 : Nuhdin
46
Chapter 46 : Selamat Tinggal, Maaf, Terimakasih
47
Chapter 47 : Sosok Yang Harus Diwaspadai
48
Chapter 48 : Dimas Kembali
49
Chapter 49 : Jayden
50
Chapter 50 : Tawaran
51
Chapter 51 : Saran untuk Jayden
52
Chapter 52 : Kunti Nangis?
53
Chapter 53 : Latihan Jayden
54
Chapter 54 : Wilhelmina
55
Chapter 55 : Wilhelmina dan Jayden
56
Chapter 56 : Terror Night
57
Chapter 57 : Noni Belanda
58
Chapter 58 : Pergilah, Jayden!
59
Chapter 59 : Lolos
60
Chapter 60 : Mata-mata Kecil
61
Chapter 61 : Parto In Action
62
Chapter 62 : Di mata Jayden
63
Chapter 63 : Penyelamatan Arief
64
Chapter 64 : Bunga Terakhir Wilhelmina
65
Chapter 65 : Tak Kuasa Marahin Ayang
66
Chapter 66 : Kecemburuan Jayden
67
Chapter 67 : Hantu Aja Punya Jodoh, Kita Kapan....
68
Chapter 68 : Akhirnya Tenang
69
Chapter 69 : Ryan
70
Chapter 70 : Tidak Jadi Memberi
71
Chapter 71 : Bu Asti?
72
Chapter 72 : Mantra Jawa
73
Chapter 73 : Penyesalan Masa Lalu
74
Chapter 74 : Pendapat Mbak Lili
75
Chapter 75 : Amalan Baik
76
Chapter 76 : Ikhwan
77
Chapter 77 : Manggil Kakek
78
Chapter 78 : Datang ke Kosan
79
Chapter 79 : Ryan Aneh
80
Chapter 80 : Kecurigaan

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!