Bab 2 : "Bayangan dari Masa Lalu"

Setelah melaporkan keluarganya ke polisi, Xin Lian akhirnya bisa bernapas lega. Tidak ada lagi ketukan di pintu rumahnya atau tatapan penuh harap yang mengganggunya saat bekerja. Hidupnya kembali normal, dan dia kembali sibuk dengan jadwalnya yang padat.

Hari-harinya dipenuhi dengan permintaan dari klien-klien kaya yang memohon bantuannya. Namun, satu permintaan yang datang pagi itu berhasil menarik perhatiannya. Sebuah panggilan dari Museum Nasional.

"Beberapa pengunjung kami melaporkan kejadian aneh," kata seorang pria di telepon dengan nada gugup. "Kami ingin Anda datang dan memeriksa apa yang sebenarnya terjadi."

Xin Lian menghela napas. "Saya tidak bekerja secara gratis. Biaya awal saya 500 ribu yuan, dan itu belum termasuk biaya tambahan jika masalahnya rumit."

"Uang bukan masalah. Tolong datang secepatnya," jawab pria itu tanpa ragu.

Mendengar itu, Xin Lian menyeringai. "Baiklah. Kirim alamatnya."

***

Kunjungan ke Museum Nasional

Museum Nasional berdiri megah di tengah kota, bangunannya yang besar dan kuno dikelilingi oleh taman luas. Saat Xin Lian melangkah masuk, dia langsung merasakan sesuatu yang berbeda. Suasana di dalam museum terasa lebih gelap dari biasanya, seolah-olah ada sesuatu yang menyerap cahaya.

Dia berjalan menyusuri koridor panjang yang dipenuhi artefak kuno dan lukisan-lukisan tua. Tidak ada yang aneh pada awalnya, hanya keheningan yang terlalu mencekam.

"Tidak ada apa-apa di sini," gumamnya sambil memutar bola mata. "Seperti biasa, orang-orang terlalu paranoid."

Namun, saat dia melewati salah satu ruangan besar, matanya tiba-tiba tertuju pada sebuah pintu di ujung lorong. Ada tanda besar bertuliskan Dilarang Masuk yang tergantung di depannya.

"Kenapa harus ada larangan? Semakin dilarang, semakin menarik," katanya pada dirinya sendiri.

Tanpa ragu, dia mendorong pintu itu dan masuk ke dalam ruangan.

Ruangan itu dipenuhi dengan barang-barang kuno, tetapi yang paling menarik perhatian Xin Lian adalah sebuah lukisan besar yang tergantung di dinding utama.

Xin Lian berdiri mematung di depan lukisan besar itu, kedua tangannya bersedekap. Matanya yang tajam menyapu setiap detail lukisan, mulai dari wajah pria yang tampak tegas hingga postur tubuhnya yang gagah dalam seragam jenderal. Ada sesuatu yang begitu hidup dari lukisan itu, seolah pria itu bisa keluar kapan saja dari bingkai dan berdiri di hadapannya.

Dia tersenyum kecil, penuh arti, sambil mendekat. "Sayang sekali kau hanya sebuah lukisan," katanya pelan, nada suaranya setengah menggoda. "Lihat otot-otot itu... Kau pasti sangat tampan saat melepas baju perangmu. Mungkin aku akan menghabiskan waktu lebih lama di sini kalau kau nyata."

Dia tertawa kecil, sedikit mencondongkan tubuh ke depan untuk melihat lebih dekat wajah pria itu. Matanya yang gelap tampak dalam, penuh dengan kesedihan yang tidak bisa dia pahami. Xin Lian menghela napas panjang, lalu menyentuh dagunya dengan gaya santai.

"Kenapa matamu seperti itu? Kau pria tampan, seharusnya hidupmu penuh dengan wanita-wanita cantik yang mengejarmu. Kalau aku hidup di zamanmu, mungkin aku juga salah satu dari mereka." Dia menyeringai, memiringkan kepalanya. "Tapi aku berbeda. Aku tidak mengejar, aku yang diperebutkan."

Dia berbalik dengan santai, berjalan ke tengah ruangan. Namun, saat langkahnya baru beberapa meter, udara di sekitarnya tiba-tiba berubah. Lampu-lampu berkedip, dan hawa dingin merambat hingga ke tulang.

Xin Lian berhenti, tapi alih-alih panik, dia hanya mendengus pelan. "Huh, trik murahan seperti ini? Aku sudah bosan."

Dia merogoh kantongnya, mengambil sebuah jimat kecil, lalu memutar-mutar benda itu di antara jarinya. Saat langkah kaki samar terdengar di belakangnya, dia tidak langsung menoleh. Sebaliknya, dia berbicara dengan nada malas, penuh kepercayaan diri.

"Kalau kau pikir bisa menakutiku, kau salah besar. Aku ini siapa, huh? Dukun Xin Lian, yang bahkan hantu-hantu paling keras kepala pun takut mendengar namaku."

Ketika dia akhirnya menoleh, tidak ada siapa-siapa. Namun, mata pria dalam lukisan itu kini menatap langsung ke arahnya. Tatapan itu tajam, penuh dengan emosi yang sulit dijelaskan.

Xin Lian memiringkan kepalanya, bibirnya melengkung menjadi senyuman kecil. "Oh, jadi kau hidup, ya? Apa kau ingin keluar dari sana? Jangan khawatir, aku tidak keberatan. Tapi kau harus tahu, aku bukan wanita yang mudah ditaklukkan."

Udara semakin dingin, dan lampu tiba-tiba padam sepenuhnya. Xin Lian merasakan kehadiran di belakangnya, tapi dia tidak bergerak. Sebaliknya, dia menggulung lengan bajunya, matanya bersinar penuh tantangan.

"Baiklah," katanya dengan nada santai, meski suaranya terdengar jelas di ruangan yang kini sunyi. "Kalau kau ingin bermain, aku tidak keberatan. Tapi ingat, aku tidak suka kalah."

Saat suara berat terdengar untuk pertama kalinya, dia tidak menunjukkan rasa takut sedikit pun. Sebaliknya, dia tersenyum lebar, senyum khas seorang gadis yang tahu betul cara memenangkan permainan.

"Kau tidak tahu dengan siapa kau berurusan," katanya pelan, tapi setiap kata terdengar seperti peringatan. "Tapi aku akan memberimu kesempatan. Ayo, tunjukkan apa yang bisa kau lakukan, Jenderal Tampan."

***

Setelah keluar dari ruangan terlarang itu, suasana museum yang sebelumnya gelap dan menakutkan perlahan kembali normal. Lampu-lampu menyala terang, udara dingin menghilang, dan keheningan mencekam berubah menjadi keramaian seperti biasa. Pengelola museum yang tadi terlihat panik kini tersenyum lega.

"Terima kasih, Nona Xin," katanya sambil membungkuk hormat. "Kami tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi di sana, tapi sekarang semuanya terasa lebih tenang."

Xin Lian hanya mengangguk kecil. Dia terlalu malas untuk menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi, atau bahkan memikirkan kehadiran pria dari lukisan itu.

"Transfer pembayaran segera," katanya singkat sebelum melangkah keluar.

***

Hari itu benar-benar melelahkan, dan Xin Lian hanya ingin pulang, berendam di air panas, dan tidur. Namun, teleponnya berbunyi berkali-kali. Teman-temannya memintanya untuk bergabung di bar favorit mereka.

"Kau baru saja resmi menjadi mahasiswi, Xin Lian. Jangan jadi membosankan!" seru salah satu temannya melalui telepon.

Akhirnya, dia menyerah. Beberapa jam keluar tidak akan membunuhnya. Dia berganti pakaian menjadi gaun kasual berwarna hitam yang pas di tubuhnya, lalu menuju bar yang terletak di pusat kota.

Xin Lian melangkah masuk ke dalam bar dengan santai, gaun hitam kasual yang membalut tubuhnya memancarkan pesona yang sulit diabaikan. Lampu neon yang berkedip-kedip menyoroti wajahnya yang cantik dengan senyum menggoda. Musik menghentak, suara tawa bercampur dengan denting gelas, menciptakan suasana malam yang meriah.

Dia segera menemukan meja teman-temannya di dekat panggung. Beberapa pria yang berdiri di dekatnya melirik ke arahnya, tetapi dia hanya memberikan senyum kecil sebelum duduk.

“Xin Lian, akhirnya kau datang!” seru salah satu temannya sambil menuangkan minuman ke dalam gelasnya.

“Ya, ya, aku di sini. Jangan terlalu antusias,” jawab Xin Lian dengan nada santai, mengambil gelas itu dan meminumnya dalam satu tegukan.

Teman-temannya tertawa, tetapi perhatian mereka segera teralihkan ke panggung. Para pelayan pria mulai tampil, berjalan di antara meja-meja dengan seragam mereka yang sedikit terbuka, memamerkan otot-otot mereka yang terlatih.

“Lihat itu, Xin Lian!” seru salah satu temannya, menunjuk seorang pria tampan dengan senyum menggoda. “Dia tipe kau, kan?”

Xin Lian menyandarkan tubuhnya ke kursi, memandang pria itu dengan mata tajam penuh penilaian. “Tampan, tubuhnya bagus. Tapi aku tidak suka yang terlalu percaya diri,” katanya santai, meskipun matanya tidak lepas dari pria itu.

Teman-temannya tertawa lagi. “Kau ini selalu begitu! Kau suka pria tampan, tapi tidak pernah benar-benar berkencan. Xin Lian, kau ini kurang menikmati hidup.”

Xin Lian menoleh, mengangkat alisnya dengan senyum kecil. “Siapa bilang aku tidak menikmati hidup? Aku menikmati apa yang aku mau, kapan aku mau. Hanya karena aku tidak berkencan, bukan berarti aku tidak bersenang-senang.”

Dia mengambil gelasnya lagi, meneguk minumannya dengan percaya diri. “Lagipula,” lanjutnya dengan nada menggoda, “pria tampan itu menyenangkan untuk dilihat, bukan untuk dipertahankan. Mereka seperti seni, hanya untuk dinikmati.”

Teman-temannya tertawa keras, sementara Xin Lian kembali mengalihkan pandangannya ke panggung. Salah satu pelayan pria mendekati meja mereka, membawa nampan minuman. Dia menatap Xin Lian dengan senyum penuh arti, lalu berkata, “Minuman spesial untuk wanita paling cantik di ruangan ini.”

Xin Lian menatapnya balik dengan senyum miring. “Oh, kau tahu cara berbicara, ya? Tapi sayang sekali, aku tidak mudah terkesan.”

Pria itu tampak terkejut sesaat, tetapi dia segera tertawa. “Aku suka tantangan,” katanya sebelum pergi, meninggalkan Xin Lian dan teman-temannya yang kembali tertawa.

Salah satu temannya menyikut lengannya. “Kau benar-benar tahu cara membuat pria gugup, Xin Lian.”

Dia hanya tersenyum tipis. “Tentu saja. Kalau aku tidak bisa membuat mereka gugup, apa gunanya?”

Namun, di tengah tawa dan obrolan itu, perasaan dingin tiba-tiba menjalari punggungnya. Dia menoleh, mencoba mencari sumbernya, tetapi tidak ada yang aneh.

Xin Lian menghela napas, mencoba mengabaikannya. “Mungkin aku hanya terlalu lelah,” gumamnya, tetapi di dalam hatinya, dia tahu ada sesuatu yang tidak beres.

Dia berdiri. “Aku ke toilet dulu,” katanya singkat, meninggalkan teman-temannya yang masih sibuk tertawa dan bercanda.

Dan di situlah semuanya berubah—di toilet yang sepi, saat dia bertemu dengan pria dari lukisan itu, yang kini menjadi bagian dari hidupnya.

Xin Lian berdiri di depan cermin, membasuh wajahnya dengan air dingin. Saat menatap refleksinya, bayangan seorang pria tampan muncul di belakangnya, membuatnya berhenti sejenak. Tanpa terkejut, dia menoleh dengan tatapan tajam.

“Kau lagi?” katanya sambil melengkungkan bibirnya, suara penuh ejekan.

Pria itu, wajahnya dingin, hanya diam, menatapnya dalam diam. “Kau tidak akan bisa lari dariku.”

Xin Lian tertawa kecil, menyilangkan tangan di dada. “Aku tak takut pada bayangan. Kau hanya seorang hantu yang terperangkap dalam lukisan.”

Pria itu mendekat, suaranya berbisik di telinganya. “Kau milikku, Xin Lian.”

Dengan santai, Xin Lian menoleh, matanya penuh tantangan. “Milikku? Hanya jika kau bisa membuktikan itu.”

Namun, sebelum dia bisa bereaksi, pria itu menghilang, meninggalkan udara dingin yang menggantung. Xin Lian hanya tersenyum sinis. “Aku bukan gadis yang mudah ditaklukkan.”

.

.

.

.

.

Ilustrasi Visual Xin Lian di Bar

Terpopuler

Comments

Arix Zhufa

Arix Zhufa

aq kesini thor...
awal yg menarik 😍

2025-01-19

1

Ayu Septiani

Ayu Septiani

waaah xin lian di kuntit hantu jendral

2025-01-18

1

lihat semua
Episodes
1 Bab 1 : "Dukun Tanpa Takdir : Awal Kebohongan Xin Lian"
2 Bab 2 : "Bayangan dari Masa Lalu"
3 Bab 3 : Bayangan Cinta yang Terlupakan
4 Bab 4 : Kehidupan dan Kematian
5 Bab 5 : Kehidupan Baru, Dimulai dengan Kelicikan
6 Bab 6 : "Dukun Palsu, Pesona Nyata"
7 Bab 7 : Jejak Masa lalu yang Terkubur
8 Bab 8 : "Pertaruhan Kekuatan dan Keinginan"
9 Bab 9 : Pohon Uang, Kutukan, dan Kenyamanan yang Tak Terduga
10 Bab 10 : Gosip yang Menyebar
11 Bab 11 : Harga diri dan Seribu Tael
12 Bab 12 : Perjamuan Kemenangan dan Tantangan
13 Bab 13 : Bayangan di Balik Segel
14 Bab 14 : Bayangan yang Terbangun
15 Bab 15 : Tawaran licik sang Dukun
16 Bab 16 : "Di Balik Senyum, Ada Ketegangan"
17 Bab 17 : Perjalanan menuju Negeri Kutukan
18 Bab 18 : Bayangan dibalik Malam
19 Bab 19 : "Tanda Takdir dan Bayangan Kegelapan"
20 Bab 20 : Bisikan dari Kegelapan
21 Bab 21 : Malam yang Menghantui, Tumbal yang Terungkap
22 Bab 22 : Ketika Bayangan Berbicara
23 Bab 23 : Di Balik Gerbang yang Tertutup
24 Bab 24 : Seruling yang Mengikat Darah
25 Bab 25 : Pertemuan dan Pertempuran
26 Bab 26 : "Jejak Kabut dan Perangkap Tak Terlihat"
27 Bab 27 : "Rahasia yang Terkunci dalam Halaman"
28 Bab 28 : "Murid Sang Dukun"
29 Bab 29 : Dibalik Gerbang Terlarang
30 Bab 30 : Sekutu dari Kegelapan
31 Bab 31 - Pergi ke Klan Xuanming
32 Bab 32 - Gerbang Menuju Kegelapan
33 Bab 33 - Pilihan Yang Menentukan
34 Bab 34 - Malam Yang Panjang
35 Bab 35 - Jarak Yang Tak Terlihat
36 Bab 36 - Diskusi Lanjutan, Saran Bai Xue
37 Bab 37 : Ikatan Yang Tak Terlihat
38 Bab 38 : Berbagi Kutukan
39 Bab 39 : Bayangan Yang Tak Terhapuskan
40 Bab 40 : Perjalanan Tanpa Kepastian
41 Bab 41 : Kota Terlarang dan Peramal Buta
42 Bab 42 : Pergi ke Lembah Arwah Terkunci
43 Bab 43 : Perjalanan Menuju Lembah Arwah Terkunci
44 Bab 44 : Kenangan yang Terkunci
45 Bab 45 : Takdir yang Tersembunyi di Lembah Arwah
46 Bab 46 : Pelukan yang Menenangkan, Bisikan yang Menggetarkan
47 Bab 47 : Takdir yang Terjalin di Antara Kita
48 Bab 48 : Kembali ke Keluarga Yang Terlupakan
Episodes

Updated 48 Episodes

1
Bab 1 : "Dukun Tanpa Takdir : Awal Kebohongan Xin Lian"
2
Bab 2 : "Bayangan dari Masa Lalu"
3
Bab 3 : Bayangan Cinta yang Terlupakan
4
Bab 4 : Kehidupan dan Kematian
5
Bab 5 : Kehidupan Baru, Dimulai dengan Kelicikan
6
Bab 6 : "Dukun Palsu, Pesona Nyata"
7
Bab 7 : Jejak Masa lalu yang Terkubur
8
Bab 8 : "Pertaruhan Kekuatan dan Keinginan"
9
Bab 9 : Pohon Uang, Kutukan, dan Kenyamanan yang Tak Terduga
10
Bab 10 : Gosip yang Menyebar
11
Bab 11 : Harga diri dan Seribu Tael
12
Bab 12 : Perjamuan Kemenangan dan Tantangan
13
Bab 13 : Bayangan di Balik Segel
14
Bab 14 : Bayangan yang Terbangun
15
Bab 15 : Tawaran licik sang Dukun
16
Bab 16 : "Di Balik Senyum, Ada Ketegangan"
17
Bab 17 : Perjalanan menuju Negeri Kutukan
18
Bab 18 : Bayangan dibalik Malam
19
Bab 19 : "Tanda Takdir dan Bayangan Kegelapan"
20
Bab 20 : Bisikan dari Kegelapan
21
Bab 21 : Malam yang Menghantui, Tumbal yang Terungkap
22
Bab 22 : Ketika Bayangan Berbicara
23
Bab 23 : Di Balik Gerbang yang Tertutup
24
Bab 24 : Seruling yang Mengikat Darah
25
Bab 25 : Pertemuan dan Pertempuran
26
Bab 26 : "Jejak Kabut dan Perangkap Tak Terlihat"
27
Bab 27 : "Rahasia yang Terkunci dalam Halaman"
28
Bab 28 : "Murid Sang Dukun"
29
Bab 29 : Dibalik Gerbang Terlarang
30
Bab 30 : Sekutu dari Kegelapan
31
Bab 31 - Pergi ke Klan Xuanming
32
Bab 32 - Gerbang Menuju Kegelapan
33
Bab 33 - Pilihan Yang Menentukan
34
Bab 34 - Malam Yang Panjang
35
Bab 35 - Jarak Yang Tak Terlihat
36
Bab 36 - Diskusi Lanjutan, Saran Bai Xue
37
Bab 37 : Ikatan Yang Tak Terlihat
38
Bab 38 : Berbagi Kutukan
39
Bab 39 : Bayangan Yang Tak Terhapuskan
40
Bab 40 : Perjalanan Tanpa Kepastian
41
Bab 41 : Kota Terlarang dan Peramal Buta
42
Bab 42 : Pergi ke Lembah Arwah Terkunci
43
Bab 43 : Perjalanan Menuju Lembah Arwah Terkunci
44
Bab 44 : Kenangan yang Terkunci
45
Bab 45 : Takdir yang Tersembunyi di Lembah Arwah
46
Bab 46 : Pelukan yang Menenangkan, Bisikan yang Menggetarkan
47
Bab 47 : Takdir yang Terjalin di Antara Kita
48
Bab 48 : Kembali ke Keluarga Yang Terlupakan

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!