Bab 16 Beda Pendapat Tentang Warisan

Beratnya beban dan tekanan ekonomi yang dirasakan oleh Faisal sepertinya membuat dia sangat frustasi dan berfikir pendek. Sampai akhirnya tercetus ide untuk menanyakan tentang warisan kepada kakaknya. Memang secara hukum Islam warisan itu harus segera dibagikan kepada ahli warisnya, karena kalau ditunda khawatir akan terjadi konflik sengketa waris, hilangnya hak waris dan ketidakpuasan dari ahli waris. Pada saat Faisal masih memiliki rumah dan penghasilan, tidak pernah terbersit sedikit pun untuk mengungkit tentang harta warisan ini. Apalagi yang ditinggalkan orang tuanya itu hanyalah sebuah rumah di Kota Bandar Lampung yang saat ini ditempati oleh adiknya sekeluarga. Namun disaat Faisal tidak memiliki rumah dan penghasilan, yang selalu dikejar-kejar dengan kewajiban membayar uang kontrakan, membuatnya terfikir untuk meminta haknya. Dia pun menghubungi adiknya untuk berdiskusi tentang hal ini.

"Andi, setelah mengalami kebangkrutan beberapa kali, akhirnya aku berfikir tentang warisan orang tua kita. Bagaimana kalau rumah itu kita jual, terus duitnya dibagi berempat. Meski Donny sudah meninggal, tapi kan dia punya anak, jadi harus menerima haknya. Sekarang ini rumah saja aku nggak punya, nah maksud aku kalau warisan itu dibagi aku bisa beli rumah lagi dan punya modal untuk buka usaha baru. Kau sendiri kan sekarang ini belum punya rumah, berarti kan bisa beli rumah juga. Kalau Nani terserah dia, duitnya mau dipakai apa, karena dia kan sudah punya rumah. Bagaimana menurutmu Ndi?" tanya Faisal kepada Andi.

"Aku sih setuju saja, hanya rumah ini surat-suratnya nggak ada, jadi nggak bisa dibuat sertifikat secepatnya. Kalau mau harganya tinggi berarti kan harus dilengkapi dengan sertifikat." jelas Andi memberitahu kendalanya.

"Kalau bukti tagihan PBB tiap tahun ada kan?" tanya Faisal lagi.

"Ada, dan selalu kubayar."

"Setahu aku, bukti PBB itu bisa dijadikan dasar Kelurahan setempat membuat surat keterangan bahwa kita pemiliknya. Nanti surat itu yang kita bawa ke Notaris dan BPN untuk pengurusan sertifikat."

"Pasti biayanya besar untuk pengurusan ini, Sal"

"Memang. Makanya kalau aku waktu jual rumah dulu, biayanya pengurusan surat-surat ditanggung pembeli, pokoknya kita terima beres. Memang sih ada selisih harga yang lumayan dibandingkan yang sudah bersurat lengkap"

"Pastinya begitu. Rumah Bibi depan kita itu dijual tahun kemarin laku Rp 2,5 Milyar."

"Benar Ndi? Tapi dia tanahnya lebih luas dari kita. apa mungkin harga jual rumah kita bisa di harga Rp 2 Milyar?"

"Mungkin harga pasarannya segitu, Bibi itu jualnya sudah tahun lalu. Anggaplah tahun ini ada kenaikan."

"Ya sudah kalau kau setuju dijual, aku nanti pasang iklan di OXL. Kau foto-foto lah rumah bagian luar dan dalam, supaya bisa segera dipasang iklannya.!"

"Nanti untuk Neni biar aku yang hubungi, daripada kamu yang kena omelan"

Setelah memutus telpon dengan Andi, Faisal langsung menghubungi Neni dan mendiskusikan hal yang sama.

"Jadi begitu ceritanya Nen, kalau aku sudah dapat bagian kan bisa bayar hutang ke kamu dan Andi juga. Aku nggak mau meninggalkan hutang saat akhir hayat nanti, makanya mau minta warisan dijual dan dibagikan."

"Tapi apa nggak akan jadi ribut dengan keluarga Pak Cik dan anak-anaknya?" tanya Neni ragu-ragu.

"Justru kalau dijual sekarang lebih baik, masih ada saksi kalau rumah itu milik Bapak sepenuhnya. Jadi tidak ada yang bisa menuntut, karena hak adik-adik Bapak sudah diberikan sebelumnya. Bisa saja kalau Pak Cik meninggal, anak-anaknya pada nuntut karena tidak tahu cerita sebenarnya mengenai rumah itu" ujar Faisal menjelaskan kemungkinan yang terjadi.

"Ya sudah aku setuju saja, tapi harganya harus Rp 2 Milyar ya minimal" ucap Neni menyampaikan persetujuannya.

"Iya lah, kalau kurang dari Rp 2 Milyar aku juga nggak mau. Terus jangan lupa haknya di Tiara, kamu yang pegang saja. Mungkin nanti kalau dia mau kuliah atau nikah baru kita berikan" Ucap Faisal mengingatkan hak keponakannya yang saat ini masih SMP.

Seminggu berlalu dari percakapan itu, namun tidak ada lagi yang menghubungi Faisal bagaimana kelanjutannya. Foto-foto rumah yang diminta Faisal dari Andi juga belum dikirimkan. Faisal mencoba untuk menunggu sampai beberapa waktu lagi.

🌾🌾🌾🌾🌾

Dua bulan sudah berlalu, namun kabar yang ditunggu Faisal juga tak ada. Karena penasaran Faisal menghubungi Andi kembali.

"Jadi bagaimana Ndi? Kok nggak ada kabar lanjutannya." tanya Faisal begitu telpon tersambung.

"Beberapa hari yang lewat aku main ke rumah Neni, terus ngebahas tentang penjualan rumah ini. Terus Neni bilang, Kak Budi tidak setuju. Dia bilang jangan dijual, biar saja itu untuk tempat ngumpul keluarga besar kalau lagi pulang ke Lampung" jawab Andi menjelaskan kenapa tidak berlanjut.

"Lah kenapa dia ikut campur? Dia itu bukan ahli waris, statusnya hanya suami Neni. Sedangkan ahli warisnya Neni, suara dia lah yang kita perhitungkan. Ya sudah aku coba telpon Neni saja" ujar Faisal dengan nada kesal langsung mengakhiri panggilan.

Faisal pun langsung menelpon Neni ingin mendengar kepastian informasi yang disampaikan Andi.

"Nen, jadi bagaimana rencana menjual rumah Bapak itu?" tanya Faisal langsung to the poin.

"Setelah kita ngobrol waktu itu, terus aku ngobrol lah sama Kak Budi. Dia bilang nggak usah dijual, biar saja itu jadi rumah tempat kumpulnya keluarga besar. Jadi kalau kalian pulang ke Lampung, nggak harus nginap di hotel. Sama seperti rumah Bapak Kak Budi, yang sampai saat ini tidak dibagikan kepada anak-anaknya"

"Beda kasusnya Neni. Kak Budi dan kakak-kakaknya itu sudah menerima warisan sebelumnya, dan memang masih sering ngumpul di kampung. Ya wajar saja kalau satu rumah itu dijadikan milik bersama. Lah kita ini warisannya hanya itu, jadi biar semua merasakan warisan dari orang tua ya dijual dan dibagikan."

"Terus kalau kamu pulang ke sini tidur dimana nantinya?"

"Kalau kami pulang ya urusannya nanti, sekarang ini jangankan ongkos untuk pulang ke sana, untuk makan saja kami kesusahan. Makanya aku usul dijual rumah Bapak itu."

"Kami ini sekarang nggak punya tempat tinggal, Andi juga nggak punya.Jadi lebih baik dibagikan haknya supaya Aku dan Andi bisa punya rumah sendiri."

"Tapi aku juga setuju dengan Kak Budi, biarlah rumah itu jadi tempat ngumpul keluarga besar kita"

"Kalau memang kamu nggak setuju dijual, ya sudah bayarlah hal aku. Kau sama Andi patungan untuk bayar aku, potong hutang aku pada kalian, dan sisanya biar aku pakai untuk beli rumah di sini sama modal toko"

"Kami tuh kenapa ngotot banget ingin jual rumah Faisal? Kamu ingin lepas tangan dari keluarga? Kamu ingin enak sendiri" berondong Neno dengan nada tinggi

"Aku nggak lepas tangan dari keluarga, aku hanya meminta hak aku sendiri. Kamu yang ngotot nggak mau jual, berarti kamu ingin memilikinya. Kamu sih enak sudah punya rumah, anak sudah selesai kuliah semua, suami ada kerjaan tetap. Coba dibalik posisinya kalau menjadi aku bagaimana! Aku nggak bisa memberi nafkah padakeluarga saat ini, anakku berhenti kuliah, rumah nggak punya, terus salahnya dimana kalau aku nuntut hal yang memang belum kuterima? Andi nggak pusing, karena dia menikmati tinggal di rumah itu tanpa mikirin bayar sewanya." ujar Faisal dengan suara lirih disertai tangisan

"Itu kan kesalahan kamu sendiri, kenapa jadi kami yang nanggung?"

"Justru aku tidak ingin menjadi beban kalian, makanya aku ngomongin hak warisanku. Kamu tanya langsung sama ustadz tempat kamu ngaji tuh, bagaimana hukum waris yang sebetulnya. Warisan itu wajib segera dibagikan kepada ahli warisnya, salah satunya untuk membantu ahli waris yang kesusahan. Kalian memang saat ini sedang dalam kondisi mapan, dan baru mengerti apa yang aku lakukan ini saat sedang terpuruk sepertiku."

"Terserah kamu mau ngomong apa, pokoknya aku dan Andi tetap tidak akan menjual rumah itu" Neni kukuh dengan pendiriannya.

"Baik kalau begitu, berarti kalian sudah dzolim denganku. Dan aku tidak akan rela sedikitpun atas hak warisku yang ditahan. Silahkan kalian nikmati rumah itu, anggap saja kalian sudah membayar hakku senilai Rp100 juta, jadi hutangku sudah kuanggap lunas. Aku pun tidak akan mengungkitnya lagi dan anggap saja ahli warisnya sudah mati." Faisal langsung memutuskan sambungan telpon dengan kedua mata bercucuran air mata.

Selang beberapa jam kemudian handphone Faisal berdering, terlihat nama Andi di layar panggilan, namun Faisal abaikan. Hingga beberapa berdering, namun tak satupun yang diangkat. Kemudian muncul juga panggilan dari Kak Budi, dan Faisal masih tetap mengabaikannya. Faisal melihat beberapa chat dari Andi dan Kak Budi, namun tidak ada satupun yang dibukanya.

"Tuh handphone bunyi terus kenapa nggak diangkat?" tanya Hanum yang memang tidak tahu ada kejadian ribut dengan kakaknya

"Biar saja lagi malas ngomong sama mereka, daripada nanti emosi mendingan didiamkan saja" jawab Faisal cuek.

"Memang ada masalah apa sampai malas jawab panggilan merek? Biasanya asyik ngobrol sampai bahkan bisa sampai sejam an" tanya Hanum lagi heran

"Sebenarnya tadi sudah ngobrol sama mereka berdua cukup lama, jadi ya malas saja kalau sudah nyalahin Ayah tanpa tahu kejadian sesungguhnya"

"Menyalahkan karena apa? Nggak mungkin tiba-tiba menyalahkan kalau nggak asal mulanya"

"Ibu kepo banget sih, biarin saja nanti juga mereka hubungi Ayah lagi kalau sudah mode santai"

Hanum hanya mengangkat bahunya, lalu meninggalkan Faisal kembali ke dapur untuk menyiapkan bahan-bahan kue. Bukannya Hanum tidak penasaran dengan Faisal, apalagi sekilas melihat kedua matanya yang sembab. Dia hanya mengira-ngira ada perdebatan dengan kakaknya atau adiknya. Yang Hanum tidak tahu, ternyata itu kontak terakhir Faisal dengan adik dan kakaknya. Sedangkan Hanum sendiri memang jarang berhubungan dengan adik dan kakak iparnya, kecuali memang ada yang perlu untuk dibicarakan.

Memang benar kata orang kalau harta warisan itu panas dan bikin perpecahan. Apalagi kalau ahli warisnya kurang ilmu agama, pasti akan terjadi perselisihan.

Episodes
1 Bab 1 Hanum Pratiwi
2 Bab 2 Faisal Rahmadi
3 Bab 3 Hidup Dalam Ketidakpastian
4 Bab 4 Faras Al Ghiffari
5 Bab 5 Hanum Sakit
6 Bab 6 Hanum Sakit Part 2
7 Bab 7 Kedatangan Bu Henny
8 Bab 8 Peluang Tambahan Income
9 Bab 9. Judol (Judi Online)
10 Bab 10 Kejutan Dari Seorang Sahabat
11 Bab 11 Dilema Kampus Libur
12 Bab 12 Tamu Kejutan
13 MOHON MAAF
14 Bab 13 Menjajaki Peluang Baru
15 Bab 14 Konflik dengan David dan Bu Juni
16 Bab 15 Tawaran Kerja Yang Batal
17 Bab 16 Beda Pendapat Tentang Warisan
18 Bab 17 Menikmati Takdir
19 Bab 18. Bertemu Sahabat Putih Biru
20 Bab 19 Diskusi Yang Terputus
21 Bab 20 Pembuatan Sertifikat Ahli Waris
22 Bab 21 Sebait Pesan dari Bekasi
23 Bab 22 Berpulangnya Budhe Mardiah
24 Bab 23 Mengenang Kebersamaan di Rumah Bekasi
25 Bab 24 Pembicaraan Ibu dan Anak Bujang
26 Bab 25 Kedatangan Sepupu
27 Bab 26 Nasihat Pernikahan
28 Bab 27 Indahnya Berbagi
29 Bab 28 Kekhawatiran Hanum
30 Bab 29 Harapan itu Masih Ada
31 Bab 30 Keberangkatan Faisal
32 Bab 31 Pekerjaan Baru Hanum
33 Bab 32 Kehidupan Faisal di Rantau
34 Bab 33 Pertama Bekerja
35 Bab 34 Faras: Bekerja Dengan Hati
36 Bab 35 Nafkah Pertama
37 Bab 36 Penyesalan Faisal
38 Bab 37 Gadis Kuli Bangunan
39 Bab 38 Murni Gadis Yatim
40 Bab 39
41 Bab 40 Kejadian Tak Terduga di Waktu Pagi
42 Bab 41 Keserakahan Mendorong Pada Kejahatan
43 Hari Ini Tidak Ada Update
44 Bab 42
45 Bab 43 Faisal Bertemu Mang Fahmi
46 Bab 44 Feeling Seorang Istri
47 Bab 45 Apa Yang Terjadi Dengan Faisal
48 Bab 46
49 Bab 47 Hutang Faisal
50 Bab 48 Menemui Mang Fahmi
51 Bab 49 Rejeki Tak Terduga
52 Bab 50 Membersihkan Rejeki Dengan Berbagi
53 Bab 51 Pembelajaran Berarti dari Panti.
54 Bab 52 Terealisasinya Rencana Perubahan Hidup
55 Bab 53 Rumah Impian Terwujud
56 Bab 54 Merintis Usaha Baru
57 Bab 55 Pindahan Rumah
58 Bab 56 (POV Faras) Masa Perkuliahan
59 Bab 57 Hutan Lereng Gunung Kaba
60 Bab 58 Menikmati Hidup di Lereng Gunung Kaba
61 Bab 59 Kesibukan Baru Pak Ridho
62 Bab 60 Mengambil Alih Proyek Bernasalah
63 Bab 61 Menyelesaikan Proyek Tepat Waktu
64 Bab 62 Jejak Yang Semakin Jelas
65 Bab 63 Pertemuan Tak Terduga
66 Bab 64 Pertemuan Erwin dan Faisal
67 Bab 65 Pertemuan Erwin dan Faisal (2)
68 Bab 66 Keputusan Faisal
69 Bab 67 Kejutan Untuk Hanum dan Faras
70 Bab 68 Mengunjungi Toko Kue Hanum
71 Bab 69 Cerita Menjelang Tidur
72 Bab 70 Mengumpulkan Puing-puing Ingatan
Episodes

Updated 72 Episodes

1
Bab 1 Hanum Pratiwi
2
Bab 2 Faisal Rahmadi
3
Bab 3 Hidup Dalam Ketidakpastian
4
Bab 4 Faras Al Ghiffari
5
Bab 5 Hanum Sakit
6
Bab 6 Hanum Sakit Part 2
7
Bab 7 Kedatangan Bu Henny
8
Bab 8 Peluang Tambahan Income
9
Bab 9. Judol (Judi Online)
10
Bab 10 Kejutan Dari Seorang Sahabat
11
Bab 11 Dilema Kampus Libur
12
Bab 12 Tamu Kejutan
13
MOHON MAAF
14
Bab 13 Menjajaki Peluang Baru
15
Bab 14 Konflik dengan David dan Bu Juni
16
Bab 15 Tawaran Kerja Yang Batal
17
Bab 16 Beda Pendapat Tentang Warisan
18
Bab 17 Menikmati Takdir
19
Bab 18. Bertemu Sahabat Putih Biru
20
Bab 19 Diskusi Yang Terputus
21
Bab 20 Pembuatan Sertifikat Ahli Waris
22
Bab 21 Sebait Pesan dari Bekasi
23
Bab 22 Berpulangnya Budhe Mardiah
24
Bab 23 Mengenang Kebersamaan di Rumah Bekasi
25
Bab 24 Pembicaraan Ibu dan Anak Bujang
26
Bab 25 Kedatangan Sepupu
27
Bab 26 Nasihat Pernikahan
28
Bab 27 Indahnya Berbagi
29
Bab 28 Kekhawatiran Hanum
30
Bab 29 Harapan itu Masih Ada
31
Bab 30 Keberangkatan Faisal
32
Bab 31 Pekerjaan Baru Hanum
33
Bab 32 Kehidupan Faisal di Rantau
34
Bab 33 Pertama Bekerja
35
Bab 34 Faras: Bekerja Dengan Hati
36
Bab 35 Nafkah Pertama
37
Bab 36 Penyesalan Faisal
38
Bab 37 Gadis Kuli Bangunan
39
Bab 38 Murni Gadis Yatim
40
Bab 39
41
Bab 40 Kejadian Tak Terduga di Waktu Pagi
42
Bab 41 Keserakahan Mendorong Pada Kejahatan
43
Hari Ini Tidak Ada Update
44
Bab 42
45
Bab 43 Faisal Bertemu Mang Fahmi
46
Bab 44 Feeling Seorang Istri
47
Bab 45 Apa Yang Terjadi Dengan Faisal
48
Bab 46
49
Bab 47 Hutang Faisal
50
Bab 48 Menemui Mang Fahmi
51
Bab 49 Rejeki Tak Terduga
52
Bab 50 Membersihkan Rejeki Dengan Berbagi
53
Bab 51 Pembelajaran Berarti dari Panti.
54
Bab 52 Terealisasinya Rencana Perubahan Hidup
55
Bab 53 Rumah Impian Terwujud
56
Bab 54 Merintis Usaha Baru
57
Bab 55 Pindahan Rumah
58
Bab 56 (POV Faras) Masa Perkuliahan
59
Bab 57 Hutan Lereng Gunung Kaba
60
Bab 58 Menikmati Hidup di Lereng Gunung Kaba
61
Bab 59 Kesibukan Baru Pak Ridho
62
Bab 60 Mengambil Alih Proyek Bernasalah
63
Bab 61 Menyelesaikan Proyek Tepat Waktu
64
Bab 62 Jejak Yang Semakin Jelas
65
Bab 63 Pertemuan Tak Terduga
66
Bab 64 Pertemuan Erwin dan Faisal
67
Bab 65 Pertemuan Erwin dan Faisal (2)
68
Bab 66 Keputusan Faisal
69
Bab 67 Kejutan Untuk Hanum dan Faras
70
Bab 68 Mengunjungi Toko Kue Hanum
71
Bab 69 Cerita Menjelang Tidur
72
Bab 70 Mengumpulkan Puing-puing Ingatan

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!