Balikan

Suasana riuh di dalam markas sejenak terhenti ketika Regan memasuki bangunan lantai dua tersebut. Langkah tenang cowok itu memberi kesan berbeda pada keempat sahabatnya yang tengah menatap ke arahnya.

Entah kenapa, mereka merasa hal baik sudah terjadi. Meski raut wajah Regan tak menampilkan ekspresi apapun, tapi mereka tahu Regan sepertinya mengalami sesuatu yang membuat sedikit aura positif terpancar dari wajahnya.

"Ada apa nih? Kayaknya hatinya lagi tentram," kata Leo saat Regan mendudukkan tubuhnya di sofa.

"Kerja sama lo sama klien berjalan lancar, Gan?" tanya Yudha.

"Atau, salah satu perusahaan lo keuntungannya naik drastis?" sahut Jovan.

"Lo sama Atlana balikan?"

Semua sontak menoleh pada Erteza, tidak terkecuali Regan. Jika semua menatap Erteza dengan pandangan setuju, maka tidak dengan Regan yang menatap Erteza dengan tatapan tajam.

Bukan karena tebakan Erteza benar, tapi karena cowok itu mengatakan kata "balikan", seolah dia dan Atlana pernah menjadi mantan sebelumnya. Dan itu sangat tak dia suka.

"Sorry. Lo berdua baikan?" Erteza mengganti pertanyaannya. Sepertinya dia salah memilih kata tadi, pikirnya.

"Hm." Deheman Regan menjelaskan segalanya. Leo mendengus, sementara Jovan dan Yudha sudah saling bertatapan dan tersenyum lebar. Kesempatan mereka untuk memoroti Regan.

"Waahh... Bagus, Gan! Usaha lo gak sia-sia. Lo emang pantas dapatin Atlana lagi." Yudha mengacungkan jempol pada Regan.

"Mantap, Gan!" seru Jovan. "Ngomong-ngomong, lo gak mau rayain? Semua mau ikutan bahagia karena lo dapetin Atlana lagi."

Leo dan Erteza terkekeh pelan. Jovan memang bisa soal memoroti Regan.

Regan tak menjawab. Dia menyandarkan tubuhnya, lalu mengeluarkan ATM nya dan melemparnya pada Jovan. Sontak cowok itu dengan cepat menangkap barang paling berharga itu. Barang yang sering sekali mereka gunakan.

"Ke club?" tanya Jovan.

"Di sini aja."

"Gas lah!" ujarnya. "Ayo, Yud! Ikut gue beli minum."

"Ayo!" jawab Yudha.

"Gan, pakai mobil lo, ya?"

Regan langsung melemparkan kunci mobilnya pada Jovan, yang langsung ditangkap oleh cowok itu.

***

Atlana tersenyum manis melihat senyum lebar kakak ipar Ghea. Perasaannya begitu senang kakak ipar Ghea itu kembali mendapat pekerjaannya.

"Makasih, Na," ujar Ghea yang masih duduk di kursi roda tepat di sebelahnya.

Atlana menoleh pada Ghea, lalu memeluk sahabatnya itu. "Bukan karena gue, kenapa lo terima kasih? Kakak ipar lo dapat kembali pekerjaan itu karena memang seharusnya dia dapat pekerjaan itu. Dia bekerja keras dan melakukan pekerjaannya dengan baik. Dia gak sepantasnya dipecat."

"Tapi, itu berkat usaha lo. Walaupun gue gak mengenal dekat Regan kayak lo, tapi gue sedikit tau kalau Regan gak mudah ubah keputusannya." Ghea melepas pelukannya, lalu menatap Atlana. "Lo gak diapa-apa in Regan, kan? Atau, Regan—"

"Gak ada. Jangan pikirin yang macam-macam."

"Na, lo gak mau jujur sama gue?" bujuk Ghea. Gadis itu menarik nafasnya, lalu mengangguk pelan. "Oke. Kalau lo gak mau, gak papa. Kalau lo udah siap buat cerita—"

"Regan minta gue balik ke dia."

"Terus?"

"Gue setuju."

Ghea menarik nafasnya lega. Bibirnya sedikit tertarik membentuk senyum tipis. "Gue senang dengar keputusan lo."

Atlana mengerutkan keningnya. "L-lo... Se-senang gue balik sama Regan?"

Ghea meringis lucu, dan sedikit merasa bersalah pada sahabatnya itu. "Sorry ya, gue keliatan senang lo balik sama Regan. Gue gak tau Na, apa yang buat lo gak mau balik sama Regan. Tapi, sejak lo pergi, Regan kacau. Gue beberapa kali liat dia menyendiri. Banyak yang terjadi sama dia setelah lo pergi. Dan banyak yang berubah juga."

Ghea menarik nafasnya. "Selain itu, gue rasa lo bakal lebih aman sama Regan. Gue bisa liat, setulus dan secinta apa Regan sama lo. Maaf kalau gue gak sejalan sama lo," ungkap Ghea dengan suara lembutnya.

Atlana terdiam. Sebanyak itu yang sudah ia lewatkan. Apa yang terjadi pada Regan? Dia akui, dia sedikit melihat perubahan itu.

"Apa yang udah Regan lewati selama ini, Ghe?"

Ghea lagi-lagi menarik nafasnya. "Gue gak bisa cerita, Na. Lo tanya langsung aja ke Regan."

"Ada masalah serius?"

"Itu—"

"Tanteee!!" Teriakan dengan suara ceria dan menggemaskan itu membuat Ghea tak melanjutkan ucapannya. Dia dan Atlana serentak menoleh ke sumber suara, lalu sama-sama tersenyum melihat anak lelaki yang tengah digendong seorang lelaki yang merupakan kakak Ghea.

"Tanteee... Johan kangen." Anak itu memeluk Ghea saat sang ayah menurunkannya tepat di depan Ghea.

"Tante juga kangen Johan." Ghea berucap dengan suara bergetar. Dia tidak bisa menahan diri untuk tidak menangis melihat keponakannya. Anak itu berusaha ceria di depannya meski raut lelah dan wajah pucat karena penyakit yang ia derita terlihat jelas di mata Ghea.

Gadis itu hampir meneteskan air mata saat sang kakak— Damar, papa Johan mengecup puncak kepalanya.

"Kak—"

"Bukan cuman Johan, kakak juga kangen kamu," ujar pria itu membuat Ghea tersenyum haru.

Atlana yang melihat interaksi adik kakak tersebut tersenyum samar. Dia jadi merindukan kakaknya, Renata.

"Atlana?"

"Hallo, Kak," sapa Atlana pada Damar.

"Tante ini, temannya tante Ghea?" tanya Johan. Suara lucunya terdengar pelan sekarang.

Atlana menatapnya sambil tersenyum, lalu mengangguk. Dalam hatinya begitu iba melihat Johan. Anak 4 tahun itu sudah diuji dengan penyakit berbahaya. Dokter memvonis nya menderita penyakit berbahaya yang mematikan sejak sebulan lalu. Dan sekarang sedang menjalani pengobatan.

***

Susana sunyi di apartemen menyambut Atlana ketika memasuki bangunan tersebut. Atlana sedikit mendongak, menatap jam yang tertempel di dinding. Masih pukul delapan, sudah pasti Renata belum kembali.

Atlana berjalan menuju kamarnya dan menghempaskan tubuhnya di atas kasur ketika sampai. Tiba-tiba perkataan Ghea mengenai apa yang telah Regan lewati selama ini terlintas di benaknya.

Namun tiba-tiba, getaran handphone yang berada dalam tas yang tergeletak di sampingnya membuyarkan lamunan Atlana. Gadis itu meraih tasnya dan mengambil handphone. Bibirnya mengerucut melihat nama Regan tertera di layar.

Atlana meletakkan handphone tersebut, mengabaikan panggilan Regan. Tapi setelah itu, ponselnya kembali bergetar oleh sebuah notifikasi.

Regan

Gue di depan.

Atlana langsung terlonjak duduk. Regan? Di depan? Maksudnya di depan apartemen? Untuk apa dia datang?

Mengabaikan segala pertanyaan yang terlintas di otaknya, Atlana segera keluar kamar dan membuka pintu apartemen. Dia harus menyuruh Regan pulang. Jika Regan tetap disini dan bertemu Renata yang pulang, pasti kakaknya itu akan bertanya segala macam.

"Lo ngapain ke sini?"

"Kenapa?"

Atlana berdecak. Bisa-bisanya Regan balik bertanya? Tentu saja dia tidak mau lelaki itu datang, apalagi sampai berdiam di apartemennya berjam-jam.

"Sana balik, gih! Gue lagi gak nerima tamu."

"Gue bukan tamu."

"Terus, lo apa? Abang gofood? Sales asuransi? Atau— Regan!"

Atlana memekik tak terima saat Regan mendorongnya masuk. Lelaki itu ikut masuk lalu menutup pintu.

Atlana tentu saja tak terima. Dia melotot garang pada cowok yang sekarang berstatus sebagai pacarnya.

"Iya, sayang?" jawab Regan dengan seringaian tipis. Atlana baru sadar, nafas lelaki itu berbau alkohol.

"Regan, lo mabuk?" tanya Atlana. Dia sedikit ketakutan.

"Gue gak mabuk," jawab Regan. Memang benar, dirinya tidak mabuk. Lelaki itu berjalan mendekat pada Atlana yang wajahnya mulai ketakutan.

Regan tersenyum tipis, kemudian meraih tangan Atlana hingga gadis itu jatuh dalam pelukannya. Dia memeluk Atlana erat, menyusupkan wajahnya di ceruk leher Atlana dan menghirup aroma yang selalu menjadi candunya.

"Regan!"

"Jangan bergerak. Jangan berontak. Gue pengen peluk lo lama."

Atlana terdiam. Entah kenapa, ia merasa ada kelelahan yang tersirat dalam nada bicara Regan. Sekarang, dia hanya bisa membiarkan Regan memeluknya tanpa ada balasan darinya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!