Kilas Balik Kenangan Menyakitkan

Jasmine berbaring di atas ranjang empuknya, memandang langit-langit kamar yang dihiasi ukiran indah dan dihiasi ornamen-ornamen mewah. Bagi kebanyakan orang, kamar ini adalah simbol kemewahan dan kenyamanan untuk statusnya sebagai Duchess Clair, namun bagi Jasmine sekarang, kamar ini adalah saksi bisu penderitaan dan ketidakberdayaannya di masa lalu.

Ruangan ini telah menyimpan begitu banyak luka dan tangisan yang tak pernah terdengar, tempat di mana ia dulu hanya menjadi bayangan dari dirinya sendiri. Setiap sudut kamar itu menyimpan kenangan yang membuatnya ingin melupakan, tetapi juga menjadi alasan ia harus bangkit.

Dia memejamkan mata, menarik napas panjang, namun pikirannya tak mau berhenti mengembara dan berputar mengingat setiap kejadian yang baru ia alami.

Kilasan kejadian tadi siang berputar-putar dalam benaknya. Pelayan yang dengan sengaja menjatuhkan diri sambil memegang teko berisi teh panas ke arahnya, bukankah itu kejadian yang sama seperti di kehidupan sebelumnya?

Apakah ini benar?. Apakah hidupku sekarang adalah kehidupan keduaku? Jika benar, maka... gereja itu... tempat di mana aku terbangun kembali, adalah awal dari segalanya.

Jasmine mengingat kilasan memori di gereja dengan jelas. Saat dirinya di kehidupan sebelumnya, ia telah diperlakukan dengan begitu buruk, hingga napasnya terhenti dalam penderitaan dan penghinaan besar. Kini, ketika pikirannya semakin yakin akan kenyataan ini, hatinya bergemuruh. Ia menyadari bahwa dirinya hidup kembali bukanlah sekadar mimpi. Ini benar-benar nyata. Kehidupan ini adalah kesempatan keduanya. Ia menatap langit-langit kamar itu dengan mata yang semakin berkaca-kaca.

Ia menggenggam selimut dengan erat, matanya memandang kosong ke atas. Dalam keheningan, ia mengucapkan doa dalam hati, mengucap syukur kepada Tuhannya yang telah mendengar tangis dan doanya di kehidupan sebelumnya.

Tuhanku, apakah ini jawaban atas doa-doaku? Apakah Engkau telah mengabulkan permohonan tulusku untuk memberiku kesempatan kedua? Jika memang benar, aku bersumpah tidak akan menyia-nyiakannya. Kali ini, aku akan mengubah segalanya. Aku akan membuat mereka yang menyakitiku menyesal... terutama Duke Louise Clair.

Nama itu meluncur di pikirannya dengan tajam, seperti pisau yang menusuk jantungnya. Jasmine mengepalkan tangan.

Duke Louise Clair... kau akan merasakan apa yang telah kau lakukan padaku di kehidupan pertama. Aku akan membuatmu menyesal sedalam-dalamnya, hingga kau kehilangan segalanya. Dan saat kau berada di dasar kehancuran, aku akan meninggalkanmu tanpa belas kasihan.

Air mata mulai mengalir dari sudut matanya. Kali ini bukan hanya tangisan rasa syukur, tetapi juga tangisan penyesalan dan tekad.

Aku akan membuat mereka yang menginjakku hancur sehancur-hancurnya. Pelayan di kediaman ini dan wanita yang ia percayai akan ku buat wajah asli nya terlihat, Cecilia Thorne.

Jasmine terdiam sejenak, merasakan dadanya sesak saat ingatan akan kehidupan pertamanya kembali menghantui. Ia teringat hari terakhirnya, hari di mana ia melihat keluarganya untuk yang terakhir kali dalam bentuk roh. Ayah, Ibu dan kakak laki-laki, keluarga D’Orland yang ia cintai.

Jasmine mengingat wajah mereka yang dipenuhi kesedihan dengan linangan air mata, jeritan pilu mereka saat menatap jasadnya yang sudah tak utuh, dengan kepala yang telah terpisah dari badannya. Dada Jasmine tiba-tiba terasa begitu sesak.

Maafkan aku, Ayah... Ibu... Kakak. Aku telah membuat kalian menderita dan merasakan kesedihan yang mendalam. Jika aku tahu bagaimana akhirnya hidupku saat itu, aku tidak akan membiarkan semuanya terjadi. Aku terlalu lemah, terlalu bodoh karena terlalu mencintai pria yang salah, hingga aku tidak bisa melindungi kalian dari rasa sakit itu.

Air mata mengalir tanpa henti di pipinya, membasahi bantal tempat ia berbaring. Ia menggigit bibirnya untuk menahan suara tangis, namun rasa sesak di dadanya tak juga reda. Ia tidak dapat menahan rasa sakit yang kembali menghantam hatinya

Duke Louise Clair bahkan tidak peduli. Dia pergi begitu saja setelah menghukumku tanpa sekalipun menoleh ke arah jasadku. Dia tidak peduli dengan apa yang terjadi pada keluargaku. Dia hanya peduli pada dirinya sendiri... dan wanita licik itu.

Jasmine menutupi wajahnya dengan kedua tangan. Tangisnya semakin menjadi, namun di dalam hatinya ia berjanji.

Aku tidak akan mengulang kesalahan yang sama. Aku akan melindungi keluarga D’Orland dengan seluruh hidupku. Aku akan membahagiakan mereka, seperti yang seharusnya terjadi. Aku akan menjadi putri dan adik yang membuat mereka bangga. Aku akan menebus segalanya di kehidupan ini. Dan aku akan menemukan kebahagiaanku sendiri. Aku berjanji.

Setelah beberapa saat, Jasmine menghapus air matanya dengan ujung selimut. Ia menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri. Hatinya yang sebelumnya diliputi kesedihan kini mulai dipenuhi oleh tekad yang membara.

Ini adalah hidupku sekarang. Aku memiliki kendali penuh atas hidupku. Tidak akan ada lagi yang bisa menyakitiku sekalipun itu pria brengsek dan wanita licik itu. Akan aku tunjukkan wujud asliku sebelum menikah dengan pria brengsek ini. Aku Jasmine D'Orland, Lady cerdas dan pemberani yang akan memimpin balas dendam dalam permainan ini.

Jasmine menutup matanya perlahan, membiarkan kelopak matanya yang berat menutupi dunia di sekitarnya. Rasa lelah yang selama ini ia tahan akhirnya menyeretnya ke dalam pelukan malam.

Perlahan, nafasnya yang semula berat menjadi lebih teratur. Tubuhnya yang sempat tegang akhirnya menyerah pada kehangatan selimut. Di balik mata yang terpejam, Jasmine akhirnya membiarkan malam menenangkannya. Untuk sesaat, ia hanyalah seorang wanita yang mencoba mengistirahatkan jiwa yang terluka