Real Dreams
Hidup ini sangat membosankan, setiap hari harus dipertemukan dengan berbagai macam masalah, dari hal sepele sampai hal yang membuat seseorang berfikir untuk mengakhiri hidupnya saja, seperti yang sekarang terjadi pada Bagas. Seorang penulis ambisius yang baru saja kehilangan pujaan hatinya. Pujaan hati yang telah ia tulis dalam kisahnya. Sebenernya Bagas telah memprediksi, kalau hal ini akan terjadi padanya. Namun, ternyata sakit yang ia rasakan melebihi perkiraannya.
Sebagai seorang penulis, ia biasanya terlalu asyik dengan imajinasi. Lupa akan sekitar nya, kehidupan nyata. Yang terkadang membuat orang kebingungan dengan tatapan kosongnya. Padahal di saat ia melamun, diam tanpa suara, disitulah ia mulai masuk kedalam sebuah dunia yang diciptakannya sendiri. Dan ia pun sadar, hal itu menjadi salah satu alasan kenapa ia ditinggalkan.
Sakit hati yang ia rasakan membuat nya tak bisa fokus, bahkan menutup jalannya menuju dunia yang ia ciptakan. Hanya ada bayang-bayang seorang wanita impian dan penyesalan yang sekarang menghantuinya.
Kehidupan nyata memang terasa sangat membosankan baginya, sehingga ia lebih sering termenung. Masuk kedalam dunia imajinasi yang luas dan tanpa batas, lalu membuat sebuah cerita. Namun, ia tak bisa masuk lagi ke dunia itu. Hanya ada satu cara untuk mengatasinya, ketenangan.
"Mas. Ini kopi nya." Barista kafe meletakkan secangkir kopi di meja.
"Iya mas. Makasih," jawab Bagas tersenyum.
Dipagi yang cerah itu, Bagas mengawali harinya dengan meminum kopi sambil mencoba masuk ke dunia imajinasi. Hp-nya berdering.
"Halo. Gimana? Udah sampe?" tanya Bagas sambil menikmati secangkir kopi hitam.
"Lo dimana Gas? gue udah di depan kafe."
Pagi ini Bagas ada janji bertemu dengan Alvin sahabat dekatnya.
"Lo masuk aja, gue ada di pojok kanan deket jendela," jawab Bagas.
Alvin masuk. kemudian datang menghampiri bagas "Jadi gimana? masih belum bisa move on?" Alvin duduk tepat di depannya.
"Belum Vin. Gue aja belum bisa nulis lagi," jawab Bagas dengan lesu.
"Udah lah Gas, lupain aja. Lo kan penulis, ya lo paham lah ... Nama nya juga hidup. Kita gak tau alur nya bakal kemana. Udah ada yg ngatur bro."
"Ngomong mah gampang, ngelakuin nya susah," jawab Bagas sedikit kesal.
"Hmmm ... Kayaknya novel ketiga gue gak bisa terbit tahun ini," lanjut Bagas.
"Jangan gitulah, semangat bro ... Kan banyak inspirasi dari kehidupan nyata ini," dukung Alvin.
"Gak ... bosen kehidupan nyata," ucap Bagas ketus. Ia kembali meminum kopinya kemudian berkata.
"Kenapa yaa hidup gue gini-gini aja. Pasti ada aja masalah, ketemunya sama masalah mulu. Maksudnya ya, masalah yang gitu-gitu aja. Ya masalah lain kek, menyelamatkan dunia kek, baru seru. Biar novel gue juga seru," keluh Bagas.
"Sama seperti novel yang udah lo tulis, pasti ada masalahnya, ya meskipun yang gitu-gitu aja. Gak semua hal bisa sesuai apa yg kita mau, karena kita cuma tokoh yang sedang menjalani kisah hidup yang di bikin sama tuhan."
Bagas hanya diam mendengarkan ceramah dari temannya itu.
"Lagian lo gaya-gayaan mau menyelamatkan dunia, diputusin cewek aja galau lo," ejek Alvin.
"Itu mah beda lagi Vin. Tapi kisah hidup gue boring abis bro, gak ada yang tertarik buat gue angkat. Gue bosen sama nih hidup," jawab Bagas lalu menghela nafas.
"Bosen idup? gue ambilin piso mau," tawar Alvin.
"Mana? sini kasih gue!" jawab Bagas.
Alvin terheran heran melihat respon bagas.
"Becanda kali bro, jangan mati dulu, utang lu lima ratus ribu aja belum di bayar," jawab Alvin.
"Gue juga becanda kali," jawab Bagas kemudian tertawa sejadi-jadinya. Alvin hanya melongo menatap teman nya. Dalam hati ia berkata.
"Kalo gue jadi penulis, mungkin gue bisa gila kayak nih kampret."
Bagas perlahan-lahan berhenti dari tawa nya, lalu berkata.
"Bukannya udah gue balikin lima puluh ribu? harusnya empat ratus lima puluh ribu dong sisanya." Bagas masih ngos-ngosan.
"Ya gitulah pokoknya. Yang jelas, lo harus nulis lagi. Kalo lo nulis terus buku nya terbit. Kan uang gue bisa balik."
"Syukur-syukur dilebihin," lanjut Alvin sambil nyengir kuda.
"Iya deh, gue coba lagi ngumpulin semangat buat nulis. pulang dari sini gue langsung lanjutin cerita nya."
"Nah sip, itu baru Bagas," kata Alvin.
"Ehh bro, kopi gue bayarin yaa," kata Bagas.
"Nah ini Bagas banget nih."
"Gue bilang juga apa genapin aja jadi lima ratus ribu," lanjut Alvin.
Alvin adalah sahabat yg baik dan loyal. Dulu waktu mereka SMA, Bagas sering membantu nya membuat surat cinta untuk menyatakan perasaan Alvin pada wanita yang ia sukai. Alvin sudah menganggap Bagas seperti saudara kandungnya sendiri.
Diperjalanan pulang, Bagas masih merenung meratapi nasib nya. Ia menyesal telah mengabaikan seseorang yang sebenarnya sangat peduli padanya. Namun, Bagas juga masih memikirkan kelanjutan novel yang berhenti di tengah jalan. Pikirannya menjadi buntu, pandangannya menjadi sempit. Kembali ke dunia imajinasi pun menjadi sulit.
***
Tiba waktu malam, Bagas mencoba mengembalikan mood untuk melanjutkan kisah novelnya. Ia menatap keluar jendela, sesekali mengetik beberapa kata, walaupun pada akhirnya ia menghapus kembali kata yang telah di ketik. Hingga akhirnya, ia memutuskan.
"Kayaknya gue harus bikin kopi."
Bagas beranjak ke dapur membuat secangkir kopi. Pelan-pelan ia aduk kopi tersebut, sambil mencoba memikirkan kelanjutan kisah karakter novelnya.
Seketika ia ingat perkataan Andri, seorang penulis hebat yang menjadi inspirasi Bagas untuk terjun ke dunia imajinasi.
"Ketika hidupmu banyak masalah, jadilah penulis. karena pasti ada banyak cerita yang bisa kamu buat," kata Andri dalam sebuah acara launching novel ke-10.
Tetapi, Bagas tetap tidak bisa membangkitkan semangatnya. Karena tidak semudah menulis ketika dalam keadaaan terpuruk.
Kembali terbayang semua kenangannya bersama Tiara pujaan hatinya. Penyesalan pun kembali menghantuinya. Karena saat Tiara masih di sampingnya, ia malah sibuk dengan dunianya. Lalu tiba-tiba terbesit di pikirannya.
"Kenapa harus menyesal, bukannya dunia imajinasiku lebih menyenangkan dibandingkan dunia nyata yang membosankan ini."
Tak terasa ia sudah terlalu lama mengaduk kopi, Bagas pun bergegas, kembali melanjutkan kisah novelnya. Dengan secangkir kopi, ia berharap bisa membangkitkan semangat.
Satu jam pun berlalu. Namun, tak ada satupun kata yang ia ketik. Ia memutuskan untuk tidur dan melanjutkannya esok hari. Seperti biasanya, sebelum tidur ia berdiskusi dengan dirinya sendiri. Yang bisa membuat nya dicap sebagai orang yang kurang waras karena berbicara sendiri.
"Kenapa rasanya bisa sesakit ini? kenapa bayang-bayangnya selalu menghantui gue?"
"Itu yang dinamakan kehilangan. Hal yang biasanya ada, lalu hilang. Membuat kita tak terbiasa," hati kecil nya membalas.
"Lalu kenapa di saat dia ada, gue biasa-biasa aja. Baru sekarang kerasa," Bagas kembali bertanya.
"karena feelingmu berkata ia tak akan pergi kemana-mana."
Bagas kembali melihat pesan yang di kirimkan Tiara padanya, yang dulu ia hiraukan. Sebelum tidur, biasanya Tiara memberikan ucapan selamat tidur dan mimpi indah untuknya. Hal itu membuatnya sangat merindukan sesosok bidadari yang selama ini ia hiraukan.
Bagas pun menutup handphone mematikan lampu, kemudian memejamkan matanya. Ia membaca doa lalu berkata.
"Semoga mimpi malam ini, jauh lebih indah dari kehidupan nyata."
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
Rian Cappuchino
Kak mampir yuk kenovelku.Judulnya "Ray stardust."
Kutunggu kedatanganmu.
Terima kasih
2021-01-30
1
Auda Iqbal
aku mampir thor.
keren thor ceritanya. terus menulis y thor 😉
2020-12-06
1
☜☜[Pacar ku]
Udah mampir nih silahkan baca novel ku yang lain Gakpapa kan :v
2020-12-03
2