Korban Kedua

Malam nan gelap dan sunyi. Sebuah gedung teater tua berdiri megah tetapi kusam, dihiasi dinding yang retak dan cat yang terkelupas. Sudah bertahun-tahun gedung itu tak lagi menjadi pusat hiburan, kini hanya menjadi bangunan yang terlupakan. Namun, malam ini, gedung itu akan menjadi saksi bisu dari sebuah aksi pembunuhan yang sempurna, pembunuhan tanpa suara, tanpa jejak, hanya menyisakan sebuah tanda misterius.

Bayangan Hitam telah tiba. Sosoknya menyelinap di antara kegelapan, mengenakan mantel hitam panjang dan sarung tangan kulit yang menutupi setiap inci kulitnya. Wajahnya tersembunyi di balik topi lebar yang menutupi sebagian besar kepala. Tak ada yang tahu siapa dia, bahkan deskripsi wajahnya pun tak pernah muncul dalam penyelidikan. Ia bagaikan arwah gentayangan, hadir tanpa meninggalkan bukti keberadaan.

Korban kedua sudah dipilih: seorang pria bernama Randi, seorang mantan aktor yang pernah berjaya di atas panggung gedung teater ini. Namun kariernya hancur setelah ia terlibat dalam kasus kriminal yang tak pernah terungkap sepenuhnya. Meski publik tak pernah tahu kebenarannya.

Bayangan Hitam tahu bahwa Randi sering datang ke gedung teater tua ini di malam hari, sebuah kebiasaan yang ia lakukan untuk mengenang masa kejayaannya. Di sinilah ia akan mengakhiri semuanya di tempat yang pernah menjadi panggung kehidupannya.

Jam menunjukkan pukul 23.15 ketika Bayangan Hitam memasuki gedung teater melalui pintu belakang yang sudah rusak. Ia bergerak seperti hembusan angin, langkahnya nyaris tak terdengar di lantai kayu yang berdebu. Di dalam gedung, suasana sangat sunyi, hanya suara gemerisik tikus dan angin yang berhembus melalui jendela pecah.

Randi sedang duduk di atas panggung utama, memandangi kursi-kursi kosong di auditorium yang dulu pernah dipenuhi penonton yang mengaguminya. Sebotol anggur kosong tergeletak di sampingnya. Wajahnya murung, matanya terlihat lelah. Bayangan Hitam berdiri di sudut gelap ruangan, mengamati targetnya dengan seksama.

Ia menunggu saat yang tepat, detik-detik menjelang pukul 23.40, waktu yang selalu ia pilih untuk mengakhiri hidup korbannya. Waktu itu adalah simbol baginya, transisi antara kehidupan dan kematian, antara kegelapan malam dan awal hari baru.

Jam menunjukkan pukul 23.40. Bayangan Hitam mulai mendekati panggung dengan gerakan halus. Ia mengeluarkan pisaunya, pisau kecil dengan mata tajam yang berkilau di bawah cahaya bulan yang masuk melalui jendela.

Randi masih tenggelam dalam lamunannya, tidak menyadari bahaya yang mendekat. Tepat pada pukul 23.40, Bayangan Hitam bergerak cepat. Dalam satu gerakan yang lihai, ia membungkam mulut Rendi dengan sarung tangannya dan menusukkan pisau ke jantungnya.

Rendi tersentak, matanya melebar dalam keterkejutan, tetapi ia tidak sempat berteriak. Dalam hitungan detik, nyawanya melayang. Bayangan Hitam menurunkan tubuh tak bernyawa itu perlahan ke lantai panggung, memastikan tidak ada suara yang mencurigakan.

Setelah itu, ia mengeluarkan alat pembuat tato dari kantong mantel nya dan mulai mengukir ditangan Randi yang berbentuk lingkaran hitam dengan sayap. Dengan teliti, ia mencelupkan stempel itu ke tinta khusus yang selalu ia bawa dan menekannya ke punggung tangan kanan Randi. Simbol itu terlihat jelas di atas kulit pucat korban lingkaran hitam bersayap, sebuah tanda yang hanya dikenali oleh segelintir orang sebagai jejak sang pembunuh bayangan.

Bayangan Hitam bergerak cepat namun terencana. Ia membersihkan pisau dan sarung tangannya dengan cairan khusus yang menghilangkan segala jejak. Ia memastikan tidak ada sidik jari, tidak ada noda darah, bahkan tidak ada jejak langkah di lantai berdebu.

Ia memeriksa sekeliling panggung untuk memastikan tidak ada sesuatu yang tertinggal. Tidak ada kamera pengawas di gedung tua ini, tidak ada saksi mata, dan tidak ada orang lain yang tahu bahwa ia pernah berada di sana.

Ia berhenti sejenak, kemudian mengukir sesuatu di dinding dengan menggunakan darah korban.

Jam menunjukkan pukul 23.55 ketika ia meninggalkan gedung melalui pintu belakang, sama seperti saat ia masuk. Dalam kegelapan malam, ia menghilang seperti bayangan, meninggalkan gedung teater yang kini menjadi makam tanpa tanda.

Bayangan hitam itu, mengambil ponselnya dan mengetik sesuatu. Setelahnya, ia pergi meninggalkan korban dengan bersimbah darah sembari melirik pelan ke arah korban.

"Itu adalah harga dari yang telah kau perbuat."

Ia kembali ke markasnya dan melihat papan putih yang telah dipenuhi oleh banyak foto dan beberapa koran lama.

Tangannya dengan telaten mengambil spidol warna merah dan mulai memberikan tanda silang pada orang yang baru saja ia bunuh.

"Tinggal beberapa orang lagi." Jarinya menyentuh foto-foto itu dari atas dan mulai turun secara perlahan. Hingga tangannya terhenti disebuah foto.

"Naya Vellin. Kau akan merasakannya sebentar lagi."

...****************...

Pukul 22.30, kembali ke kantor petugas detektif bagian kriminal. Sudah dua hari Naya kembali bekerja di distrik 16. Kini, gadis itu duduk ditengah dengan rekan-rekannya yang mengelilinginya. Ia menyesap kopi miliknya dan memperhatikan mereka satu-persatu.

"Naya! Jangan diam saja! Sudah dua hari kami menunggu penjelasan darimu!" marah Rayna, salah satu rekan kerja yang paling dekat dengan Naya.

"Yah, sepertinya kamu harus memberikan kami penjelasan yang lebih banyak tentang ini," sambung Rayyan.

Naya meletakkan cangkir kopinya. "Ayolah teman-teman. Kalian tahu kan, kalau aku tidak terlalu suka mengungkit kehidupan pribadi ku. Haha," tawanya canggung.

"Kau masih berani mengatakan itu pada kami?" teriak Rayna marah.

Melihat Rayna yang marah membuat Naya tak tega. Ia menghela napasnya kasar. "Aku minta maaf," ucapnya begitu tulus.

"Aku tidak tahu harus mengatakan apa. Kalian juga tahu, kalau kejadian tiga tahun lalu benar-benar membuatku terpuruk. Aku...aku benar-benar terpuruk waktu itu. Hal bodoh yang telah aku lakukan tiga tahun lalu. Aku malah bersembunyi seperti seorang pengecut. Aku merasa sangat bersalah," jelas Naya lirih.

Rayyan dan Rayna saling bersitatap sendu. Mereka juga merasakan hal yang sama. Tetapi, mereka tidak seterpuruk Naya.

"Tapi, untung ada bocah kurang ajar yang menyadarkan ku." Naya tertawa kecil lalu menatap Evan sekilas.

"Sudah saya katakan. Jangan pernah memanggil saya dengan label bocah kurang ajar," ucap sarkas Evan yang diiringi tawa oleh Naya.

"Ho ho, suasana apa ini?" sontak Rayyan dan Rayna melirik Evan dan Naya bersamaan.

"Tidak ada! Ayo kembali bekerja!" Naya meraih cangkir kopinya dan kembali ke meja kerjanya.

"Oh iya, senior Owen dimana?" tanya Naya ketika menyadari ketidakberadaan Owen di ruangan ini.

"Ketua melakukan dinner bersama istri dan anaknya di sebuah restoran," sahut Rayna.

Naya mengangguk. Ia kembali membuka dokumen tentang kasus pembunuhan pertama. Dia masih ingin mencari sesuatu. Apa alasan dibalik orang ini membunuh Darman?

Sebuah notifikasi membuyarkan konsentrasinya. Siapa yang mengirimkan email jam 23.55 begini? Sudah larut malam. Tetapi, Naya tetap membukanya. Ia bingung, apa maksudnya?

...To be continue...

Episodes
1 Prolog
2 Penemuan di Tengah Malam
3 Tawaran Untuk Naya
4 Bayangan Masa Lalu
5 Korban Kedua
6 Email Aneh dan Mulai Menyadari
7 Lingkaran Konspirasi
8 Korban ke tiga
9 Jejak diantara Abu
10 Pertemuan Dengan Dr.Theo
11 Penemuan Rahasia Jonas
12 Korban Keempat
13 Teka-teki Ketiga dan Peringatan Untuk Naya
14 Menghubungkan Semua Bukti
15 Pertemuan Rahasia Naya dengan Seseorang
16 Menghadapi Masa Lalu
17 Mencari Tahu Dan Hampir Menjadi Korban Kelima
18 Keputusasaan
19 Kesaksian Sienna
20 Pertemuan Pertama
21 Pengkhianatan Dari Dalam
22 Sesuatu Mulai Berkembang
23 Bertemu Ravin Lagi
24 Klub Malam dan Mayat Baru
25 Petunjuk Baru
26 Hanya Umpan?
27 Email Yang Sesungguhnya
28 Korban Sesungguhnya
29 Sienna
30 Apakah Benar kamu?
31 Aku Pasti Akan Menangkapmu
32 Kebenaran Tentang Ravin
33 Kekhawatiran Dokter Theo
34 Kelanjutan Penyelidikan Sienna
35 Mulai Dekat Dengan Petunjuknya
36 Naya Marah!
37 Naya Mulai Curiga
38 Inilah Yang Sesungguhnya
39 Ravin Mulai Bergerak kembali
40 Monster yang Sesungguhnya
41 Tak Mampu Ku Percayai
42 Gagal Lagi
43 Berperang Dengan Waktu
44 Sienna!
45 Terima Kasih Karena Sudah Kembali
46 Aku Tidak Kemana-mana
47 Ravin dan Dr. Theo
48 Deep Talk
49 Perburuan Dimulai
50 Tidak Ada Yang Namanya Kebenaran
51 Berakhir Sudah
52 Semuanya Benar-benar Sudah Berakhir
53 Aku Pergi Untuk Selamanya
Episodes

Updated 53 Episodes

1
Prolog
2
Penemuan di Tengah Malam
3
Tawaran Untuk Naya
4
Bayangan Masa Lalu
5
Korban Kedua
6
Email Aneh dan Mulai Menyadari
7
Lingkaran Konspirasi
8
Korban ke tiga
9
Jejak diantara Abu
10
Pertemuan Dengan Dr.Theo
11
Penemuan Rahasia Jonas
12
Korban Keempat
13
Teka-teki Ketiga dan Peringatan Untuk Naya
14
Menghubungkan Semua Bukti
15
Pertemuan Rahasia Naya dengan Seseorang
16
Menghadapi Masa Lalu
17
Mencari Tahu Dan Hampir Menjadi Korban Kelima
18
Keputusasaan
19
Kesaksian Sienna
20
Pertemuan Pertama
21
Pengkhianatan Dari Dalam
22
Sesuatu Mulai Berkembang
23
Bertemu Ravin Lagi
24
Klub Malam dan Mayat Baru
25
Petunjuk Baru
26
Hanya Umpan?
27
Email Yang Sesungguhnya
28
Korban Sesungguhnya
29
Sienna
30
Apakah Benar kamu?
31
Aku Pasti Akan Menangkapmu
32
Kebenaran Tentang Ravin
33
Kekhawatiran Dokter Theo
34
Kelanjutan Penyelidikan Sienna
35
Mulai Dekat Dengan Petunjuknya
36
Naya Marah!
37
Naya Mulai Curiga
38
Inilah Yang Sesungguhnya
39
Ravin Mulai Bergerak kembali
40
Monster yang Sesungguhnya
41
Tak Mampu Ku Percayai
42
Gagal Lagi
43
Berperang Dengan Waktu
44
Sienna!
45
Terima Kasih Karena Sudah Kembali
46
Aku Tidak Kemana-mana
47
Ravin dan Dr. Theo
48
Deep Talk
49
Perburuan Dimulai
50
Tidak Ada Yang Namanya Kebenaran
51
Berakhir Sudah
52
Semuanya Benar-benar Sudah Berakhir
53
Aku Pergi Untuk Selamanya

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!