Chapter 3: Jejak Langkah yang Tertinggal

Jalanan aspal di kota basah diguyur hujan. Pengendara motor pun menghentikan aktivitas mengemudi mereka, meneduh di depan toko-toko yang memiliki bangunan besar, berdesakan dengan pejalan kaki yang ikut berteduh di sana. Berbekal jas hujan dari rumah ternyata sia-sia, air hujan tumpah seakan ingin menyiram sampai bagian terkecil dari kota ini. Jas hujan tidak dapat lagi melindungi baju yang mereka kenakan agar tidak tersentuh air. Suara guntur menggelar seperti musik yang mengiri datangnya hujan yang belum juga reda. Kilat pun menyambar menjadi pemandangan yang miris. Pohon-pohon besar menari-nari tertiup angin yang sangat kencang, daun-daunnya terpontang-panting mengikuti arah angin berembus.

Dinginnya angin masuk menembus baju Aletta, menyeruak hingga dapat menggetarkan tulang-tulang. Telapak tangan mungil itu berulang kali Aletta tiup untuk menghantarkan rasa hangat, walaupun hanya bagian tangannya saja. Giginya bergemerutuk menahan hawa dingin yang semakin menjadi-jadi. Berbeda dengan Alfariel, dia terlihat tenang-tenang saja sambil memandangi kendaraan yang berlalu-lalang di depannya. Alfariel menoleh ke samping, menatap kasihan ke arah Aletta yang menggigil. Buru-buru, Alfariel melepas jaket jeans yang dia kenakan dan menyelimuti tubuh mungil Aletta dengan jaketnya yang terlihat kebesaran di tubuh Aletta.

Kepala Aletta mendongak ke atas. “Eh, nggak usah,” ucap Aletta tergesa.

“Nih, pakai jaket punya gue,”  jawab Alfariel sambil menyodorkan jaketnya.

“Gak usah sok jadi pahlawan deh. Basi tau gak?” Aletta berusaha menggoda, sambil mengambil jaket itu dan menyodorkannya kembali kepada Alfariel.

Alfariel hanya tersenyum ringan lalu berkata, "Udah pendek, keras kepala lagi."

Alfariel tetap melanjutkan kegiatannya yang memakaikan jaket miliknya ke tubuh Aletta. Membungkus tubuh Aletta agar tidak kedingingan. Lagipula Alfariel masih bisa menahan hawa dingin, berbeda dengan Aletta yang kewalahan untuk mengusir angin dingin yang menyentuh kulit-kulitnya sensitif. Tanpa sadar, Alfariel mengulas senyum.

Aletta membalas dengan tersenyum balik ke Alfariel. Yang mendapat balasan, mengangguk senang. Sekarang Aletta tidak merasa kedinginan lagi. Namun, bagaimana dengan laki-laki di sampingnya? Dia kedinginan, kah? Netra cokelatnya kembali mendapat sesuatu yang membuatnya heran. Lelaki itu meringis memegangi kakinya. Ada apa dengan kakinya?

Aletta menunduk dan mendapati darah yang mengalir dari kaki laki-laki tersebut. Sepertinya lukanya masih baru. Aletta tidak tinggal diam. Dia membuka tas ranselnya dan mengeluarkan sebuah kotak putih. Aletta kemudian berjongkok di hadapan Alfariel, dia menyentuh luka Alfariel dengan tisu untuk membersihkan darah yang menempel di luka terbuka itu. Alfariel tersentak kaget dengan sesuatu yang menyentuh kakinya.

“Lo ngapain disitu?” tanya Alfariel sambil menyingkirkan tangan Aletta dari lukanya.

Aletta tersenyum paksa. “Cari upil gajah! Lo nggak lihat gue lagi ngapain?”

"Huh! Dasar pendek!" dengus Alfariel.

Aletta menekan tisu dengan kuat sehingga membuat Alfariel terjengkit karena sakit. “Kasar banget, sih?”

"Udah diem aja! Nanti kalau luka lo nggak segera diobati bisa infeksi." Tanpa banyak bicara lagi, Aletta kembali berkutat dengan kegiatannya.

Alfariel tidak dapat menolak, memang ini yang dia butuhkan sekarang. Luka yang terbentuk karena terkena goresan benda tajam. Entah saat kapan, Alfariel tidak tahu. Hanya saja rasa pedihnya mulai muncul saat lukanya terkena air hujan. Berkat Aletta, kaki Alfariel tidak lagi pedih. Bagaimana tidak? Aletta mengobatinya dengan sangat hati-hati. Seolah-olah jika Aletta melakukan kesalahan sedikit akan membuat Alfariel berteriak kesakitan. Alfariel melihat wajah Aletta yang tampak serius, dia bisa merasakan sentuhan lembut dari tangan Aletta yang langsung membuat getaran di hati Alfariel. Dengan telaten, Aletta membebat kaki Alfariel dengan perban. Alfariel yang melihatnya berdecak kagum, lilitan perbannya sangat rapi.

“Selesai.” Aletta tersenyum menampilkan deretan giginya yang rapi.

“Makasih.” Alfariel menurunkan celana abu-abunya yang tergulung. Dia sangat berterima kasih kepada perempuan pendek yang Alfariel sendiri tidak tahu siapa namanya. Sungguh, dia perempuan baik yang pernah Alfariel temui hingga saat ini.

Narendra Alfariel Xavier, lelaki dengan seribu ketampanan yang dapat dengan mudah memikat hati para wanita. Lahir dari keluarga terpandang membuat Alfariel menjadikannya sebagai kesombongan tersendiri. Teknik bergaul yang memilih selalu diterapkan Alfariel. Dia tidak mau berteman dengan orang yang tidak sederajat dengannya. Sombong. Begitulah Alfariel.

Satu lagi, Alfariel tidak suka diatur apalagi dikekang. Keras kepala menjadi indentitas yang wajib ada dalam diri seorang Alfariel. Anehnya, Alfariel belum mempunyai seorang kekasih untuk pengganti perempuan pujaannya dulu, padahal sekarang dia sudah menginjak tahap remaja yang seharusnya penasaran dengan apa itu yang namanya cinta, bergonta-ganti pasangan seperti yang dilakukan teman-temannya. Hingga umur yang ke 17 tahunnya belum sedikitpun dia tertarik dengan perempuan lain. Bukan tidak normal, Alfariel masih mengalami depresi sejak mamanya dinyatakan menghilang saat kecelakaan pesawat 8 tahun silam. Alfariel memang terlihat sehat, tetapi tidak dengan jiwanya. Gio, sang ayah, sangat khawatir dengan sikap Alfariel yang berubah semenjak kejadian memilukan itu. Beberapa cara sudah Gio lakukan untuk menghibur putra tercinta, sampai dia harus memanggil psikiater lagi dan lagi untuk menyembuhkan luka hati Alfariel yang semakin mendalam.

Keheningan memasuki celah diantara mereka, tatapan mata Alfariel menyiratkan sesuatu yang ingin dia ungkapkan, tetapi pikiran Alfariel menolak untuk berbicara, memilih bungkam untuk jawabannya. Alfariel terus saja berpikir tanpa ada tujuan yang jelas, otaknya memprogram cara untuk menghentikan hujan ini secepatnya. Alfariel bosan menghitung rintik hujan yang berjatuhan sejak pertama kali tetesan air jatuh menyentuh permukaan bumi. Sampai saat ini tetap saja tidak ada perubahan, tidak deras, tidak juga reda. Hari yang sama sekali tidak beruntung bagi Alfariel, kakinya terluka, belum lagi dia harus terjebak hujan bersama perempuan menyebalkan itu.

Di sisi lain, Aletta masih menetralkan degup jantungnya yang semakin lama semakin berpacu cepat. Bukan karena Aletta mengidap penyakit jantung, tetapi Aletta untuk pertama kalinya mengagumi laki-laki dengan sepenuh hati. Tidak ada lagi rasa ragu yang menghantui setiap detik. Dulu Aletta pernah mengagumi teman laki-lakinya, saat dia tersenyum memandang, bayangan laki-laki itu semakin kabur. Hanya pujian yang terlontar, tampan. Ternyata Aletta sekadar mengagumi ketampanannya lewat netra cokelatnya yang menilai, bukan dengan hati. Cepat datang dan mudah berlalu.

“Woi!” Tangan Aletta melambai di depan wajah Alfariel.

Alfariel mengerjap beberapa kali.

”SMA mana lo? SMA Global ya?” pertanyaan beruntun terlontar dari mulut Aletta. Dia ingin mengajak Alfariel berbincang supaya tidak terlihat canggung. Namun, tidak ada respons dari Alfariel.

Alfariel mendongak menatap langit. “Hujannya sudah lumayan reda. Apa lo nggak mau pulang?" tanya Alfariel tanpa melihat wajah Aletta. Kemudian, dia bangkit dari duduknya.

”Ya sudah, kalau lo masih ingin disini. Gue pulang dulu.” Alfariel mengambil tas ranselnya kemudian pergi berlalu.

Alfariel menjinjing tas ranselnya dengan tangan kanan, lalu dia berjalan hendak pulang. Lima langkah terhenti, Alfariel memutar tubuhnya ke belakang, dia ingin melihat perempuan yang menolongnya tadi untuk yang terakhir kalinya dalam pertemuan mereka yang berakhir beberapa detik yang lalu. Alfariel memalingkan wajahnya ketika Aletta menatapnya juga, Alfariel menghembuskan napas dan melanjutkan langkahnya tanpa memikirkan perasaan yang sedang Alfariel rasakan. Ada rasa yang mengganjal di dasar lubuk hatinya, rasa takut kehilangan, tetapi dengan siapa? Mungkinkah Aletta? Alfariel menggelengkan kepalanya kuat-kuat menepis segala pikiran bodoh yang mengisi otaknya. Alfariel merasa seakan raganya masih tertinggal di tempat itu, tempat dimana Alfariel pertama kali berjumpa dengan Aletta.

Aletta ingin berteriak, tetapi ada sesuatu yang mengganjal tenggorokannya. Aletta menatap punggung Alfariel yang tampak terlihat semakin kecil dari tempat dia duduk. Bulir air lolos jatuh dari kelopak mata Aletta, manik cokelat itu menatap nanar ke arah perginya lelaki tampan yang baru saja dia temui. Gadis itu berjalan gontai menyebrang jalan, dia mengangkat sepedanya yang terjatuh. Setetes air jatuh melewati ujung rambut hitam milik Aletta, rambutnya yang lembap dia biarkan terurai bebas. Raut wajah Aletta memancarkan kesedihan. Matanya memerah menahan air mata yang berdesak ingin keluar lagi. Kedua netra cokelatnya tergenang air yang ingin tumpah dan menenggelamkan dirinya dalam kelamnya roda kehidupan.

Mengapa harus ada perpisahan jika rasanya sesakit ini?

Aletta dengan susah payah menelan ludah.

Merelakan Alfariel pergi.

Sungguh sangat menyakitkan.

***

Bersambung …..

Terpopuler

Comments

gita Aurora

gita Aurora

ada namanya bisa bisanya dipanggil pendek 😭😭😭

2025-01-10

0

gita Aurora

gita Aurora

waduuuhhh kok jadi sedih begini

2025-01-10

0

gita Aurora

gita Aurora

ciye perhatian banget alfariel😭

2025-01-10

0

lihat semua
Episodes
1 Chapter 1: Ketua Geng Black Secret
2 Chapter 2: Pertemuan di Bawah Hujan
3 Chapter 3: Jejak Langkah yang Tertinggal
4 Chapter 4: Dilema Hati Aletta
5 Chapter 5: Rengkuhan Kenyataan Pahit
6 Chapter 6: Kerinduan yang Membelenggu
7 Chapter 7: Misi Pertama Sang Cassanova
8 Chapter 8: Setangkai Bunga Matahari
9 Chapter 9: Cokelat untuk Sebuah Nyayian
10 Chapter 10: Kepingan Luka di Keluarga Xavier
11 Chapter 11: Bersama Senja Mengungkap Cinta
12 Chapter 12: Pertaruhan di Lapangan
13 Chapter 13: Persepsi yang Keliru
14 Chapter 14: Sisi Gelap dan Cahaya Harapan
15 Chapter 15: Brownies untuk Hati yang Terluka
16 Chapter 16: Kabar Baru yang Membawa Kejutan
17 Chapter 17: Lintasan Perasaan yang Tak Terduga
18 Chapter 18: Kehebohan Geng Black Secret
19 Chapter 19: Murid baru yang Mencuri Perhatian
20 Chapter 20: Awal Cerita di SMA Global
21 Chapter 21: Rencana Menguak Kasus
22 Chapter 22: Peringatan Tanpa Nama
23 Chapter 23: Saat Fakta Berbicara
24 Chapter 24: Rasa yang Enggan Diakui
25 Chapter 25: Titik Balik Perasaan
26 Chapter 26: Satu Langkah Lebih Dekat
27 Chapter 27: Pencarian Alfariel
28 Chapter 28: Janji yang Terabaikan
29 Chapter 29: Hening dalam Gerimis
30 Chapter 30: Tawaran dari Revan
31 Chapter 31: Black Secret, STMJ, dan Misi Selanjutnya
32 Chapter 32: Kejadian Tak Terduga
33 Chapter 33: Rahasia di Balik Amplop
34 Chapter 34: Menembus Bahaya untuk Amplop Cokelat
35 Chapter 35: Teguran dari Ruang BK
36 Chapter 36: Mengurai Kenangan
37 Chapter 37: Memecah Kebuntuan
38 Chapter 38: Di Titik Persimpangan Hati
39 Chapter 39: Kebenaran di Ujung Jari
40 Chapter 40: Fokus di Tengah Perjuangan
41 Chapter 41: Dari Ujian ke Liburan
42 Chapter 42: Liburan Penuh Kenangan
43 Chapter 43: Keputusan untuk Pulang
44 Chapter 44: Sinyal dari Tubuh
45 Chapter 45: Di Ambang Pengungkapan
46 Chapter 46: Diagnosis yang Terungkap
47 Chapter 47: Menghindar dalam Diam
48 Chapter 48: Kekhawatiran yang Tak Terelakan
49 Chapter 49: Senyum yang Semakin Pudar
Episodes

Updated 49 Episodes

1
Chapter 1: Ketua Geng Black Secret
2
Chapter 2: Pertemuan di Bawah Hujan
3
Chapter 3: Jejak Langkah yang Tertinggal
4
Chapter 4: Dilema Hati Aletta
5
Chapter 5: Rengkuhan Kenyataan Pahit
6
Chapter 6: Kerinduan yang Membelenggu
7
Chapter 7: Misi Pertama Sang Cassanova
8
Chapter 8: Setangkai Bunga Matahari
9
Chapter 9: Cokelat untuk Sebuah Nyayian
10
Chapter 10: Kepingan Luka di Keluarga Xavier
11
Chapter 11: Bersama Senja Mengungkap Cinta
12
Chapter 12: Pertaruhan di Lapangan
13
Chapter 13: Persepsi yang Keliru
14
Chapter 14: Sisi Gelap dan Cahaya Harapan
15
Chapter 15: Brownies untuk Hati yang Terluka
16
Chapter 16: Kabar Baru yang Membawa Kejutan
17
Chapter 17: Lintasan Perasaan yang Tak Terduga
18
Chapter 18: Kehebohan Geng Black Secret
19
Chapter 19: Murid baru yang Mencuri Perhatian
20
Chapter 20: Awal Cerita di SMA Global
21
Chapter 21: Rencana Menguak Kasus
22
Chapter 22: Peringatan Tanpa Nama
23
Chapter 23: Saat Fakta Berbicara
24
Chapter 24: Rasa yang Enggan Diakui
25
Chapter 25: Titik Balik Perasaan
26
Chapter 26: Satu Langkah Lebih Dekat
27
Chapter 27: Pencarian Alfariel
28
Chapter 28: Janji yang Terabaikan
29
Chapter 29: Hening dalam Gerimis
30
Chapter 30: Tawaran dari Revan
31
Chapter 31: Black Secret, STMJ, dan Misi Selanjutnya
32
Chapter 32: Kejadian Tak Terduga
33
Chapter 33: Rahasia di Balik Amplop
34
Chapter 34: Menembus Bahaya untuk Amplop Cokelat
35
Chapter 35: Teguran dari Ruang BK
36
Chapter 36: Mengurai Kenangan
37
Chapter 37: Memecah Kebuntuan
38
Chapter 38: Di Titik Persimpangan Hati
39
Chapter 39: Kebenaran di Ujung Jari
40
Chapter 40: Fokus di Tengah Perjuangan
41
Chapter 41: Dari Ujian ke Liburan
42
Chapter 42: Liburan Penuh Kenangan
43
Chapter 43: Keputusan untuk Pulang
44
Chapter 44: Sinyal dari Tubuh
45
Chapter 45: Di Ambang Pengungkapan
46
Chapter 46: Diagnosis yang Terungkap
47
Chapter 47: Menghindar dalam Diam
48
Chapter 48: Kekhawatiran yang Tak Terelakan
49
Chapter 49: Senyum yang Semakin Pudar

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!