"Oke, tim selamat bekerja. Semangat!!" Pak Feri selaku pimpinan cabang di kantor mengakhiri kegiatan rutin yang selalu dilakukan setiap pagi yaitu briefing morning.
Sebulan sudah Kana bekerja sebagai Frontliner lebih tepatnya sebagai Customer service. Berkat Joddy, Kana bisa diterima di bank ini, dan Kana sungguh bersyukur dia diterima dan ditempatkan di bagian CS. Kana tidak bisa membayangkan jika ditempatkan di bagian teller , bisa tiap hari tombok dia.
Kana itu tipe yang ceroboh, kurang teliti dan suka terburu-buru. Teller bukan posisi yang pas untuknya. Lagipula usia Kana sudah menginjak 26 tahun untuk teller rasanya kurang pas walaupun wajah Kana terlihat awet muda dan tidak terlihat sudah punya 1 anak.
Di kantor cabang ini terdapat 15 orang karyawan karena cabang pembantu. Mereka adalah teller 3, Cso 4 termasuk dirinya, BO satu, kabag dua dan pimpinan cabang, sisanya OB, satpam dan sopir.
Setelah berdoa mereka akhirnya kembali ke counter masing-masing. Walaupun pelayanan baru dibuka jam 8 tapi mereka harus mempersiapkan diri 30 menit sebelumnya. Telat beberapa menit saja mereka akan dipanggil ke ruang pimpinan.
"Na, aku gak nyangka lho kamu itu... sorry, janda. Kelihatan masih muda banget tau!" Nurul cewek lulusan SMU yang menjabat sebagai teller itu terang-terangan bertanya sewaktu mereka akan kembali ke counter masing-masing.
Kana hanya tersenyum tipis, walaupun hatinya tidak enak saat mendengar pertanyaan itu. Kalau dia janda memang kenapa? Dosa?
"Jangan nyinyir, kerja sana!" Key yang juga CS seperti Kana menyahut lalu mengusir Nurul agar pergi ke counternya.
"Gak usah didengerin, yuk kerja!" Key menepuk bahu Kana lalu duduk di mejanya.
Kana menarik napas pelan. Resiko jadi janda begini ini. Diomongin di belakang. Memang apa salahnya jadi janda? Toh, itu bukan keinginan Kana.
"Selamat pagi!" Seorang pria seusia Kana tiba-tiba masuk ke dalam banking hall menyapa para karyawan yang masih sibuk bersiap-siap.
"Pagi Pak!" Koor para karyawan menggema.
"Semangat kerjanya. Semoga nilai kinerja kalian tahun ini meningkat dan di atas rata-rata melebihi passing grade!
Semangat!!" Pak Dipta manager bank cabang sebelah memberi semangat membuat semangat para staf terutama yang perempuan meningkat. Bagaimana tidak semangat kalau yang ngasih semangat aja pria yang mapan, tampan dan berkarisma. Pak Dipta tersenyum lalu bergegas masuk ke ruang pimpinan untuk bertemu dengan para kabag.
"Gila, cakep amat ya Pak Dipta. Masih muda karir menanjak. Sayang, gak jomblo!" Key menatap punggung Dipta yang kian menjauh lalu menghilang saat sosoknya masuk ke ruangan pimpinan.
Kana mengangguk setuju. Dipta memang pria muda yang mapan, tampan dan berkarisma. Pacarnya yang Kana tahu dan dengar dari karyawan lain adalah seorang mahasiswi, cantik. Mereka tahu karena konon katanya Dipta dan pacarnya yang mahasiswi itu pernah bertengkar di plataran parkir kantor. Berakhir dengan Dipta yang mencium pacarnya itu di depan umum. Astaga, romantis sekali.
"Na, kamu jomlo kan? Udah deketin saja Pak Dipta. Tikung aja udah."
Kana tertawa kecil. " Jangan ngawur! Udah yuk kerja!" Kana malas kalau sudah membahas tentang relationship. Kana belum sembuh karena sakit kehilangan Adrian. Di hatinya hanya ada Adrian, dan akan selamanya begitu.
*
Kana menghela napas lelah lalu keluar dari mobilnya, jam di pergelangan tangannya menunjukkan pukul 7 malam. Jika akhir bulan biasanya Kana malah akan pulang larut malam, karena tutup buku.
Biasanya jam segini rumah sudah sepi Ken sudah tidur dan Maya menemaninya. Tapi tumben, rumah kelihatan ramai tidak seperti biasanya.
"***-alamualaikum," sapa Kana terbata saat melihat ruang keluarga terlihat ramai. Ada mama dan papa, Kanda, Mbok Dar dan .... Joddy? Kenapa pria tampan berkacamata itu ada di rumahnya jam segini?
"Unda!" Ken turun dari pangkuan Joddy lalu berlari memeluk Kana yang refleks berjongkok untuk menyamai tinggi anaknya.
"Hai Sayang! Anak bunda belum tidur?" Kana mengangkat tubuh Ken.
" Ken main cama Om Odi!" Ken bertepuk tangan girang lalu menunjuk Joddy yang menatap Kana penuh arti, sayangnya, Kana tidak sadar jika Joddy menatapnya terus menerus.
"Oh ya? "
"Hari ini Joddy nemenin Ken seharian lho, Na?"sahut Maya melirik Joddy yang hanya tersenyum itu.
"Oh, ya? Makasih ya Kak!" ucap Kana yang ditanggapi Joddy dengan mengacungkan ibu jarinya.
"Kebetulan pulang awal tadi." Joddy menambahkan, Kana hanya ber'oh' ria tanpa suara.
"Ken dibeyiin obil-obilan." Ken menunjuk mobil-mobilan yang ada di atas meja.
"Ehm, udah bilang terimakasih belum?"
"Udah."
"Anak pintar." Kana tersenyum lalu menatap semua yang ada di ruangan itu.
" Kana, mandi dulu ya." Kana menurunkan Ken ke pangkuan Kanda yang asik dengan ponselnya membuat pria yang sebentar lagi akan melepas masa lajangnya itu tergeragap kaget. "Kamu sama Om dulu ya, Sayang."
Kanda mendecih merasa sedikit terganggu karena obrolan dia dengan calon istri di ponsel menjadi terganggu. Tapi saat melihat bola mata Ken yang bulat dan bening itu membuat Kanda tak tega untuk mengabaikan pria kecil itu. Kanda memeluk Ken, kemudian menggelitikinya. Kana melihat keakraban om dan keponakan itu tertawa apalagi melihat Ken meronta-ronta di atas pangkuan Kanda karena merasa kegelian.
"Cantik." Joddy gelagapan saat semua mata menatap ke arahnya sesaat setelah dia tanpa sadar mengucapkan itu.
"Apa Jod?" tanya Kanda memperjelas pendengarannya. Joddy mengutuk dirinya sendiri dalam hati, bisa-bisanya dia keceplosan hanya karena melihat Kana tertawa.
"I -ini dekorasi buat nikahan lo." Joddy mengayunkan brosur ke depan.
"Oh, kirain Nak Joddy bilang Tante cantik," celetuk Maya yang langsung dihadiahi lirikan tajam suaminya dan tawa kedua anaknya yang berderai.
*
"Nea kapan balik Jakarta?" Kana bertanya pada Kanda yang asik dengan ponselnya.
Kanda tersenyum semringah, setelah melakukan pendekatan selama 2 tahun akhirnya mereka memutuskan untuk menikah tidak mudah untuk Kanda mendapatkan hati Nea. Usia yang lumayan terpaut cukup jauh juga salah satu kendalanya. Semula orangtua Nea tidak setuju, tapi dengan usaha keras Kanda meyakinkan orangtua Nea akhirnya mereka luluh juga dan merestui hubungan Kanda dan Nea dengan catatan mereka boleh menikah setelah S2 Nea di Jogja selesai.
Kana tidak masalah dia malah senang punya kakak ipar yang juga sahabatnya sendiri, kalau Moli sahabat Kana satunya, yang nyablak dan genitnya tujuh turunan sudah menikah dan sekarang tinggal di Australia bersama suaminya. Sungguh beruntung sekali Moli mendapatkan suami bule seorang pengusaha.
"Bulan depan. Setelah wisuda. Lo datang kan ke wisuda Nea?Hari Sabtu lho, bank kayak tempat lo kerja kalau Sabtu kan libur."
Kana menyesap kopi yang baru saja dia buat. "Iya, Ken juga kita ajak. Kalau perlu ajak juga penghulu biar sekalian sah," jawab Kana asal.
Kanda tersenyum, dia senang akhirnya adiknya sudah kembali seperti semula. Sudah bisa diajak becanda.
"Na, lo gak kepikiran nikah lagi?" tanya Kanda, membuat Kana menatapnya tajam seperti tidak suka dengan pertanyaan Kanda
"Ya, maksudnya suatu hari nanti." Kanda menambahi, dia takut Kana tersinggung.
"Gak tahu." Karena sungguh tidak ada pria yang baik selain
Adrian. Bagi Kana, Adrian adalah cinta sejatinya. Sejiwanya.
"Kenapa? Lo takut dibilang mengkhianati Adrian?" tembak Kanda.
Kana memperat cengkraman tangannya yang sejak tadi mengenggam cangkir. Mengkhianati?
"Gue tahu Na, sulit memang melupakan orang yang kita cintai. Tapi Na, Ken butuh kasih sayang seorang pria. Seorang ayah."
"Ken bisa mendapatkan itu dari kakek dan omnya," sahut Kana.
Kanda menghela napas. "Iya, gue tahu. Tapi gimana kalau nanti gue udah punya anak sendiri? Papa dan Ayah mertua lo meninggal? Ken butuh figur ayah, Na. Dia akan tumbuh lebih baik dengan orangtua yang lengkap walaupun hanya ayah sambung. Adrian pun gue yakin akan lebih tenang di sana."
"Bang, lo gak tahu rasanya jadi gue!" Kana menatap Kanda kesal.
"Justru gue ngomong kayak gini, karena gue tahu apa yang lo rasain. Gue tahu lo masih terluka karena kehilangan Adrian. Tapi lo gak bisa gini terus Na. Mama juga masih ada Papa yang juga butuh perhatian. Jadi, sekarang lo harus mulai bisa sembuhin hati lo. Gue gak nyuruh lo lupain Adrian, karena gue yakin itu gak akan pernah bisa. Tapi lo jangan egois, lo gak bisa hidup sendiri dan mengambil keputusan sendiri. Ken masih kecil dia belum bisa diajak mikir. Mama dan Papa sudah tua Na, gak selamanya bisa ada buat lo. Sorry, bukannya gue iri atau gimana-gimana."
Kana menatap Kanda. Matanya berkaca-kaca, semua yang dikatakan Kanda benar. Tapi.... tidak semudah itu. Menemukan orang yang tulus dan menerima dia dan Ken itu tidak mudah.
"Gue harap lo pikirin dulu apa yang gue omongin barusan Na. Lo bisa mulai dari mempertimbangkan .... Joddy, mungkin?" Kanda tersenyum penuh arti.
"Kak Joddy? Dia bahkan cuma anggap gue adik."
"Gue rasa lo gak 'buta' buat ngeliat kalau Joddy suka sama lo," balas Kanda telak.
Kana tercenung. Yah, dia memang terkadang berpikir jika Joddy ada perasaan padanya. Tapi Kana cukup tahu untuk tidak percaya diri dan menganggap perhatian Joddy hanyalah perhatian kakak pada adiknya. Lagipula Joddy sudah punya calon istri.
"Kak Joddy udah punya calon." Kana beranjak dari duduknya dia ingin kembali ke kamarnya karena semakin lama bicara dengan Kanda dengan topil Joddy membuat kepalanya berdenyut.
"Pacar. Itupun beneran atau enggak, kita gak tahu. Tikung aja udah," sambar Kanda membuat Kana urung melanjutkan niatnya kembali ke kamar karena dia seperti dejavu dengan kalimat terakhir Kanda. Dalam sehari ini sudah dua kali dia mendengar kalimat itu.
*************
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
Saiful Amri
tikungan itu asyik...🤭
2021-02-25
1
Vania surya
next 💖💖💖💖💖💖
2021-02-13
1