Haiii...sebelumnya aku mau minta maaf. Awalnya aku mau nulis pakai POV orang pertama. Tapi ternyata, aku gak nyaman dan lebih nyaman dengan PoV orang ketiga. Jadi maaf aku balik lagi ke POV orang ketiga. jangan bully aku hiks hiks.
happy reading!!
*********
Kana menggeliat sebentar saat merasakan guncangan kecil di bahunya. Tapi dia masih enggan untuk bangun dari tidur.
"Unda…"
Sekarang Kana merasakan tubuhnya terasa berat, seperti ada benda yang menindihnya.
"Unda banun.."
Kana baru benar-benar membuka matanya saat pipinya terasa basah. "Hai, Sayang." Kana menyapa Kenzo dengan suara khas orang bangun tidur. Bocah kecil itu tersenyum, rupanya basah di pipinya itu karena kecupan Ken.
"Beratnya." Kana mengangkat tubuh Ken lalu membaringkan bocah gempal itu di sampingnya. Memeluknya erat menikmati aroma jeruk yang menguar dari rambut lurusnya.
Kak Ian, aku kangen. Kana bergumam dalam hati. Adrian pasti sangat bahagia kalau melihat pertumbuhan Ken. Ken tumbuh dengan baik. Sehat, lucu, cerdas dan menggemaskan.
"Unda, Ken nda isa napas." Ken meronta-ronta dalam pelukan ibunya. Kana buru-buru melepas pelukannya lalu mencium pipi Ken dengan gemas.
"Maafin Bunda ya Sayang," bisik Kana. Ken tersenyum lalu membelai pipi ibunya penuh sayang.
"Unda, Ken mau 'oti."
"Ken mau roti?"
Bocah tiga tahun itu mengangguk.
"Ya sudah, Ken tunggu Bunda di bawah ya? Bunda mau mandi dulu."
Ken bersorak girang kemudian turun dari ranjang dan keluar dari kamar Kana. Kana beranjak dari tidurnya, dia tercenung saat mendapati sebelah ranjangnya yang kosong. Setiap pagi ketika membuka mata Kana akan melihat Adrian masih tertidur pulas di sampingnya. Dengkuran halusnya selalu menghiasi pagi mereka dan Kana akan selalu menggoda Adrian dengan cara mencapit hidungnya sampai Adrian susah bernapas lalu terbangun dan akan membalas perbuatan Kana dengan ciuman atau gelitikan dan mereka akan tertawa bahagia, tapi itu setahun lalu, sekarang semua itu tinggal kenangan tidak akan pernah rutinitas itu mereka lakukan lagi.
Tanpa sadar air mata mengalir deras dari kedua mata Kana. "Kak..ak-rindu." Kana meraba sisi ranjangnya yang kosong. Tangannya yang bebas menepuk-nepuk dadanya berharap rasa sesak itu hilang. Rasa sesak karena kehilangan Adrian.
Satu jam kemudian Kana baru keluar dari kamarnya dia melihat ruang makan hanya ada Mama dan Kanda. Bocahj gempal itu tidak terlihat di sana.
"Ken mana Ma?" tanya Kana menatap sekeliling rumahnya.
"Beli roti di mini market depan. Nunggu kamu kelamaan," sahut Maya sibuk merapikan dapur. Sudah setahun ini Maya tinggal di rumah Kana menemani Sang Putri. Sejak kejadian Kana yang mencoba bunuh diri dengan mengiris pergelangan tangannya sendiri, Maya memutuskan menemani Kana tinggal di rumahnya untuk mencegah kejadian yang sama terulang.
"Udah punya buntut bangun tidur masih siang aja lo!" sindir Kanda yang asik menyuapkan makanannya.
"Berisik!" balas Kana. Kanda terdiam lalu menatap Maya yang juga menatapnya. Mereka seperti saling bicara melalui mata.
Ma, Kana kita kembali!
Iya, Nda
"Ken sama Mbok Dar?" tanya Kana lalu mengambil piring dan mulai menyendoki makanan.
"Sama temen gue,"jawab Kanda.
Kening Kana mengernyit. " Temen lo?"
Nah, ngomongnya aja udah pakai lo-gue berarti ini anak udah mulai normal. Kanda tersenyum lega.
"Iya, sam-"
"Undaaaa!" teriakan Ken yang baru datang menyela kata-kata Kanda. Bocah berkulit putih khas Kana dan berhidung mancung khas Adrian itu berlari memeluk Kana .
"Hei, darimana?" tanya Kana lalu mengangkat tubuh Ken dan memangkunya.
Ken tertawa kegelian saat Kana menciumi pipinya berulangkali. " Ken beli 'oti cama ecim." Ken menjawab dengan cadel.
"Wah, mana? Pasti Ken suruh bawa Mbah Dar ya?"
"Mbah Dal ke pacal, Ken cama Om," sahut Ken matanya berkedip lucu.Kana mengernyit heran.
"Om?" Maksud Ken temannya Kanda?
"Apa kabar Dek?"
Refleks Kana menoleh ke arah suara itu, matanya membulat kaget saat melihat sosok yang tengah berdiri di ambang pintu penghubung ruang keluarga dan dapur. Pria yang sekarang berkacamata itu tersenyum saat pandangan mereka bertemu.
"Kak Joddy?" Mata Kana mulai berkaca-kaca. Dia tidak tahu kenapa mendadak hatinya jadi melow saat melihat Joddy berdiri di depannya setelah setahun sejak meninggalnya Adrian mereka tidak bertemu.
Joddy tersenyum hangat. "Hai, Dek."
*
"Aku tidak melarangmu untuk menangisi Adrian setiap hari, Na. Tapi kamu juga harus sadar itu tidak akan pernah membuat Adrian kembali bersama kita. Tangisanmu malah akan membuat Adrian di sana tidak tenang." Joddy berkata dengan hati-hati mereka berdua tengah duduk di gazebu yang ada di taman belakang rumah Kana. Ken sedang bermain dengan Kanda, nenek serta kakeknya yang baru saja datang.
"Sulit Kak. Aku ingin marah. Kenapa Tuhan memgambil Kak Ian begitu cepat?"
Joddy membenarkan letak duduknya menghadap Kana. "Kamu masih ingat kata-kata Adrian waktu di rumaj sakit dulu?"
Kana termenung ingatannya melayang kebeberapa tahun lalu saat Adrian terkena tembakan karena melindungi Kana dari Randi kakak Susan yang sekarang masih di penjara.
"Adrian bilang dia tidak akan pergi ke tempat di mana tidak ada kamu kecuali takdir yang memintanya. Dan ternyata takdir meminta Adrian lebih cepat untuk kembali pada Tuhan. Kita tidak bisa menolak ketentuan Tuhan, Kana. Takdir bukan nasib yang bisa diubah." Joddy menepuk lembut pundak Kana.
"Aku tahu ini sangat berat, buat kamu. Tapi kamu harus kuat demi Ken. Pria kecil yang Adrian berikan sebagai pengganti untuk menjagamu. Ken masih butuh kamu."
Kana menatap Joddy, air mata sudah menetes membasahi pipinya.
"Sekarang, menangislah sepuasmu. Tapi besok pagi kamu harus tersenyum dan bangkit karena Ken masih butuh kamu dan yang paling penting kamu tidak sendiri. Ada orangtua kamu, mertua, kakak kamu dan teman-teman kamu mereka akan selalu ada buat kamu." Dan aku juga, akan selalu ada buat kamu Na. Selalu, dari dulu sampai sekarang. Joddy meneruskan dalam hati. Dia cukup waras untuk tidak mengatakannya secara langsung. Walaupun sejak melihat Kana dari kejauhan tadi Joddy ingin sekali memeluk perempuan itu tapi dia tidak akan melakukan itu. Kana masih butuh waktu untuk menyembuhkan dirinya sendiri. Yang dibutuhkan kana saat ini adalah dukungannya.
"Terimakasih ya, Kak. Kana akan coba berubah. Kana akan memulai semua dari awal." Kana mengusap pipinya yang basah, Entah kenapa Kana selalu menemukan ketenangan saat bicara dengan Joddy. Mungkin karena Joddy selalu memperlakukannya sepergi adik sendiri.
Joddy mengelus kepala Kana. "Adrian akan senang melihatmu tersenyum. Raga Adrian mungkin tidak bersama kita lagi. Tapi ingat Na, dia akan selalu di hati kamu dan Ken."
Kana mengangguk lalu menatap ke dalam rumah. Terlihat Ken yang sedang tertawa bahagia bersama Kanda. Hati Kana menghangat saat melihat tawa Ken begitu lepas, begitu bahagia.
"Terimakasih juga hari ini udah bawa Ken beli banyak makanan." Kana menatap ke arah Joddy yang rupanya sedari tadi memperhatikan Kana dari balik kacamata minusnya.
"Your welcome." Joddy buru-buru mengalihkan tatapannya ke arah lain.
"Aku baru sadar kamu pakai kacamata Kak sekarang?" Kana menatap Joddy takjub, membuat Joddy terdiam saat melihat tatapan Kana, sama seperti dulu. Apa tandanya Kana sudah kembali seperti semula?
Joddy berdehem sejenak. "Kebanyakan di depan laptop, Na," balas Joddy menggaruk tengkuk lehernya gugup.
"Oh, ngomong-ngomong sampai kapan kamu di Jakarta?"
"Aku udah pindah lagi di sini Na," sahut Joddy. Kana tersentak kaget. Kana jadi ingat Adrian juga bekerja di kantor yang sama dengan Joddy. Apa Joddy kembali untuk menggantikan Adrian?
"Aku ditarik ke kantor pusat Kana. Maaf, bukan untuk mengantikan Adrian. Aku ditempatkan di divisi lain." Lihat, Joddy selalu tahu apa yang dipikirkan Kana
Kana mengangguk. " Terus gimana sama Mbak Siska?"
Joddy terdiam. Siska adalah teman satu kantor Joddy di Papua. Mereka memang dekat, dan Joddy pernah mengenalkan Siska secara virtual pada Kana dan Adrian sebagai pacarnya. Padahal sampai sekarang pun Joddy tidak bisa merasakan getaran semacam cinta pada Siska.
"Oh, iya. Hampir lupa!" Joddy menepuk jidatnya lalu mengeluarkan sebuah kartu nama lalu menyodorkan pada Kana yang menerimanya dengan kening berkerut.
"Ini apa?"
"Kartu nama temanku. Dia manager di sebuah bank BUMN. Di kantornya lagi butuh front liner, yaah..sebagai batu loncatan siapa tahu kamu ma-"
"Mau Kak, aku mau banget!" sambar Kana cepat. Joddy tersenyum lega. Lebih lega lagi Kana tidak membicarakan tentang Siska.
"Syukurlah. Besok kamu aku antar ke kantornya kalau mau."
"Beneran Kak?" Kana dan mata beningnya adalah perpaduan yang membuat Joddy susah move on darinya. Astaga, Joddy mikir apa kamu?
"Makasih ya, Kak," ucap Kana tulus. Joddy mengangguk. Segalanya untukmu Kana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
Ꮪིᥰ⃝֟.𝄠༅𝕾𝖆𝖓𝖎𝖞𝖆𝐿 𝗦⃝⃟🦁
nyesekkk
2021-06-14
1
💞istrinya jungkook💕
g rela sih adrian g ad....
tp ad joddy bolehlaah
2021-06-06
1