Bab 3 Ricik Air

"Tenang dan terus berharap pada sesosok manusia yang tidak akan pernah melirik dirinya. Adalah kesakitan yng manusia ciptakan." - Zero

Malam terus menemani perjalanan mereka dalam kecepatan laju mobil nyaman. Sepanjang perjalan hanya mengganjal satu pemikiran yang tidak akan pernah dia lupakan seumur hidupnya. Kota Seoul gemerlap indah mewarnai perjalanan. Kemajuan teknologi juga tidak akan mengalami kemunduran. Lalu, robot jenis apa yang berada di dalam tubuhnya sekarang?

Nara turun dari mobil hitam milik Yeon. Dia dan Yeon sudah berbelanja dan sekarang tubuhnya minta diistirahatkan. Dengan malas Nara melangkahkan kakinya kedalam rumah setelah berpamitan dengan Yeon dan Seo Ra. Ia memasukkan password apartemennya dan melangkah masuk. Ia menatap sekeliling yang masih gelap. Ia yakin bahwa kakaknya pasti belum pulang.

Mengangkat telepon rumahnya, sebentar tersambung pada ponsel kakaknya.

“Halo kak, apa kakak akan pulang hari ini? Ini sudah malam dan kakak belum juga pulang," ucap Nara khawatir

“Hmm. Kakak hari ini lembur jadi tidak bisa pulang ke rumah. Aku akan menginap di apartemen milik teman kakak saja. Kamu segera tidurlah dan jangan menungguku, oke?”

“Oh aku akan merindukanmu kak,” ucap Nara sambil cemberut. Walaupun kakaknya tidak akan melihatnya.

“Hei, sejak kapan kamu jadi manja begini?”

“Sejak aku selalu kamu tinggal kerja. Kenapa? Mau protes?” Nara kesal.

“Maafkan kakak."

“Hm ya sudahlah. Kakak semangat kerjanya yah,” ucap Nara lalu mematikan teleponnya.

Nara berjalan ke arah dapur, hari ini ingin memasak. Ia mencari bahan makanan yang ada di kulkasnya tapi ia tidak menemukan apa pun untuk bisa dimasak. Ah, dia lupa berbelanja kemarin. Jadi dia memutuskan untuk segera mandi dan membeli bahan makanan.

Nara berjalan ke rentetan makanan yang dipajang rapi di rak-rak makanan. Nara memilih bahan makanan yang dia butuhkan dan segera membayarnya. Nara melirik jam tangannya. Pukul 10 malam. Dia mulai bergidik. Entah tiba-tiba dia merasa sedikit takut untuk pulang ke Apartemen kecilnya. Karena Nara akan melewati gang kecil yang gelap. Namun, dengan keberanian yang tersisa dia memberanikan dirinya melewati gang itu. Nara memang dapat melihat masa depan orang lain. Tapi tidak dengan dirinya. Dia tidak bisa melihat masa depannya sendiri.

Nara berbelok berlawanan dengan gang kecil itu. Dia hanya segera ingin masuk ke apartemennya dengan selamat. Tanpa sengaja Nara melihat salah satu lelaki menghampirinya. Nara mempercepat langkahnya karena ia yakin ini tidak akan berakhir dengan baik. Tapi bukannya malah menjauh, lelaki itu justru mengejar Nara. Nara semakin takut dan ia berharap dia akan bertemu dengan orang yang akan menyelamatkannya.

“Hei, Nona! Berhentilah! Kamu membuatku lelah dengan kejar-kejaran seperti ini.” Lelaki itu dengan cekatan mencekam tangan Nara.

Nara spontan menghempaskan cengkraman lelaki itu. Nara dapat merasakan detak jantungnya meningkat drastis dan nafasnya memburu. Ia takut. Nara ketakutan sekarang. Ia mencoba melangkah menjauh. Tapi, sialnya ada seorang lelaki yang menghalanginya dari arah berlawanan. Nara terkepung diantara 5 lelaki berbadan kekar. Jelas, Nara tidak akan menang. Bahkan melawan pun ia juga akan kalah. Nara tidak tahu apa yang akan dia lakukan. Mau kabur kemana saat dia sedang dikepung.

Kelima lelaki berbadan kekar itu mendekati Nara dan memotong jarak diantara mereka. Nara hanya terdiam dan tiba-tiba ia merasakan pipinya basah. Nara menangis. Dia tidak tahu apa yang akan dia lakukan sekarang.

“Hei. Cantik. Mengapa kamu menangis? Heum? Kami tidak akan melakukan hal kurang ajar padamu. Santai saja, kalau kamu takut mari peluk abang,” ujar salah satu dari mereka sambil tetap mendekati Nara serta merentangkan tangannya lebar-lebar.

“S-siapa k-kalian. Pergi!” Nara berujar dengan nada bergetar di sana. Bahkan bibirnya bergetar menahan rasa takut yang kian menderanya.

“Oh, jadi kamu takut baby?”

“Jangan takut sayang. Kami akan ‘melakukannya’ dengan pelan-pelan jadi kamu tidak akan sakit. Tapi, sayangnya kamu akan kami ‘gilir’. Haha.”

Semua lelaki di sana pun tertawa dengan wajah yang masih meremehkan. Salah satu dari mereka menghampiri Nara dan menyentuh dagu Nara lembut. Nara masih saja menangis dan memalingkan wajahnya.

“Ayolah sayang. Tatap mataku, heum? Apa perlu aku pak-“

"Hentikan!"

Nara mendengar suara teriakan seseorang. Semua lelaki yang ada disana pun menoleh. Dilihatnya seorang pemuda sedang berdiri di belakang mereka.

“Siapa kamu? Berani-beraninya kamu mencampuri urusanku,” ucap salah satu dari kelima lelaki yang Nara yakini adalah ketua diantara mereka.

“Diam bajingan! Seharusnya aku yang bertanya mengapa kalian ada disini! Lepaskan gadisku!” Pemuda itu berteriak dengan lantangnya dan bahkan dengan aura yang cukup dominan. Nara bahkan tidak yakin akan menang jika dia dihadapkan padanya.

“Haha apa kamu bilang? Gadismu. Jangan mimpi kamu nak! Kamu! Mau melawanku?”

“Dasar pengecut. Lawan aku!”

Tanpa aba-aba pemuda itu melawan kelima pemuda itu dengan brutalnya. Bahkan dia hanya menggunakan satu tangannya untuk melawan kelima lelaki bajingan itu. Nara tidak percaya dengan apa yang dia saksikan sekarang. Ia tidak pernah melihat perkelahian sebelumnya. Tapi, sekarang dia bahkan melihat kenyataannya. Bagaimana pemuda itu mematahkan tangan mereka, membekuknya hingga mereka bersujud dikaki pemuda itu. Nara hanya memandang takjub. Sungguh, ia tidak bisa percaya dengan semua ini. Pemuda itu menghampiri Nara setelah kelima lelaki itu lari terbirit-birit meninggalkan Nara dan pemuda itu.

“Kamu tidak apa, Nara?” Nara tersentak akan pertanyaan pemuda itu. Dia tahu namanya. Ataukah ia mengenal dirinya.

“Ya, aku tidak apa-apa. Terima kasih," jawab Nara.

“Jangan sungkan. Aku hanyalah temanmu Nara. Ini aku? Kamu tidak mengenaliku?”

Nara mengamati pemuda itu lekat. Jelas saja Nara tidak akan kenal dengan orang ini. Dia mengenakan jaket hitam dengan tudung yang menutupi sebagian wajahnya. Juga cahaya remang yang tidak mendukung pencahayaan. Pemuda itu melepas tudungnya dan tersenyum ramah terhadapnya. Senyum kotaak yang sangat ia hafal. Hwang In.

“Oh maaf aku tidak mengenalmu. Kamu menggunakan tudung," jawab Nara.

“Tidak masalah. Ayo kuantar sampai apartemenmu.” Nara hanya mengangguk sebagai jawaban. Untuk saat ini ia memang butuh Hwang In. Ia tidak ingin berakhir dengan dikepung lelaki bajingan lagi.

Sampai di apartemennya, Nara langsung mempersilahkan Hwang In duduk disofa dan dia akan membuatkan Hwang In coklat panas. Karena udara yang semakin dingin.

“Hm Hwang In, kenapa kamu bisa ada disana saat itu?” Tanya Nara sambil meletakkan coklat panas di hadapan Hwang In.

“Aku keluar saat akan membeli makanan ringan. Aku mendengar deru nafasmu dari kejauhan. Dan aku tahu kamu pasti dalam bahaya besar. Jadi aku mencarimu dan aku menemukanmu sedang digoda oleh lelaki brengsek itu.” Hwang In menjelaskan dengan santai sambil menyeruput coklatnya. "Ohh, satu lagi. Jangan pulang terlalu malam Nara. Orang-orang disana tidak hanya menginginkan tubuhmu tapi mereka akan membunuhmu untuk menghilangkan jejak mereka nantinya. Jadi, kamu jangan keluar malam. Atau kamu bisa mengajakku jika kamu ingin keluar,” jelas Hwang In lagi.

Nara hanya mengangguk meng-iya-kan perkataan Hwang In. Namun, dalam pikirannya Nara nampak kalut. Dia tidak mengerti jalan pikiran Hwang In. Ia hanya akan selalu bingung dengan apa yang Hwang In katakan padanya. Untuk apa Nara bertanya, ia akan dinilai sebagai orang gila dan gadis halu.

“Kamu tidak perlu bingung noona Nara. Kita ini sama. Kamu saja yang kurang menyadarinya.” Hwang In menyahut dengan cepat. Bagaimana bisa Hwang In mengerti pikirannya. Nara hanya menatap Hwang In dengan tatapan yang aneh. Dia bingung. “Kenapa kamu menatapku seperti itu Nara? kamu masih tidak percaya bahwa kita sama? Jangan terlalu dipikirkan. kamu jadi bingung nanti,” tambah Hwang In lagi. Bukannya malah paham Nara bahkan semakin bingung.

“Kamu bisa tahu pikiranku?” Tanya Nara ragu.

“Haha. Tentu saja Nara. Dan kamu, kamu pasti bisa melihat masa depanku, kan?” Pertanyaan Hwang In membuatnya tersentak. Dia lalu menatapnya dengan tatapan tidak percaya.

“Bagaimana bisa k-kamu tahu s-semua itu?”

“Aku awalnya juga bingung seperti kamu Nara. Tapi, aku paham aku adalah manusia istimewa dengan sebuah kemampuan lebih. Mungkin kamu pernah berpikir bahwa kita adalah robot. Bukan, kita juga manusia. Sama-sama memiliki darah, DNA, dan pikiran layaknya manusia. Kita hanya berbeda dengan mereka yang diciptakan sebagai manusia biasa.” Hwang In menghampiri Nara yang sedari tadi terpaku dengan mata melotot di depan kulkasnya. Ia menyentuh pundak Nara dan menepuknya pelan.

"Jangan takut untuk mengakui dirimu. Mungkin ada orang lain yang sangat ingin bertemu denganmu.

Hwang In lalu menyambar jaketnya dan hendak keluar dari apartemen Nara setelah menghabiskan coklatnya. “Akh, Aku lupa memberitahumu sesuatu. kamu juga pasti tahu siapa dirimu setelah kamu menyadari kelebihanmu. Jadi, jangan mengelaknya. Cobalah untuk menerimanya dan mengembangkannya. Baru setelah itu kamu temui aku untuk meminta bantuan, kamu pasti mengerti, Nara.” Hwang In menutup pintu apartemen Nara pelan. Meninggalkan Nara yang masih terpaku tidak percaya. Apa yang baru saja didengarkan bagaikan ribuan tanda tanya di kepalanya.

Dia mendudukkan dirinya dilantai dan menatap tangannya. Dia bingung harus berbuat apa. Bagaimana caranya dia akan memulainya? Dan siapa dia? Siapa Hwang In? Mengapa dia begitu yakin bahwa Nara adalah sama dengannya? Bahkan Nara baru saja mengenal Hwang In dalam dua hari ini. Tapi mengapa ribuan tanda tanya telah ia ciptakan untuknya?

Yang Nara tahu tentang Hwang In adalah seorang lelaki misterius yang mengatakan bahwa dia percaya akan kemampuan Nara.

...***...

Menemui bangku sekolah sangat pagi buknlah kebiasaan gadis berkulit pucat yang kerap dipanggil Yeon. Anak Bangsawan Selaku Dinasti Korea.

Sekilas matanya menangkap seseorang yang bermain di lapangan basket. Kemudian menopang dagunya agar lebih jelas dan puas memandang seseorang di sana. Gadis ini menarik senyumnya. Sudah sangat lama gadis ini mempunyai rasa pada kakak tingkatnya yang bernama Park Il Wo, yang dulunya adalah mantan ketua OSIS dan ketua basket sampai sekarang.

Yeon, gadis cantik dengan sifat ketus dan galak bangun pagi hanya untuk berangkat mendahului teman-temannya. Mengapa? Karena dia akan menatap pangerannya saat bermain basket seperti ini. Sudah sangat lama Yeon memendam perasaannya, bahkan hampir tiga tahun Yeon mencintai kakak tingkatnya itu. Ia ingat saat ia masih menjadi mahasiswa baru dan menjalani Ospek Yeon jatuh hati pada pria ketua OSIS yang sangat bertanggungjawab.

Sebentar lagi adalah kelulusan bagi mahasiswa tingkat akhir. Itu artinya Yeon tidak akan menatap Il Wo lagi untuk selamanya. Bahkan, Yeon tidak pernah menceritakan perasaannya pada Nara maupun Seo Ra. Dia hanya akan menyimpan sampai ia mendapat kabar bahwa Il Wo akan menikah dengan orang lain suatu saat.

Yeon tersenyum bodoh. Yah, memang benar jika Yeon tidak akan mendapatkan Il Wo. Karena memang ada gadis cantik yang selalu menempeli Il Wo kemanapun dia pergi. Yeon tidak bodoh untuk menyadarinya. Gadis itu bernama Soojun, murid dari fakultas sains. Dia pintar, bermartabat dan pasti baik hati. Sedangkan, Yeon. Ia hanyalah manusia ketus dengan segala kecuekannya. Tidak mungkin jika Il Wo akan meliriknya.

Hwang In memasuki kelasnya. Dan ia melihat temannya Yeon sedang bersandar ditembok sambil melihat ke luar jendela. Hwang In tersenyum saat ia tahu apa yang dipikirkan oleh wanita itu. Ia mendekati wanita itu dan melihat kearah pandangnya. Dia melihat seorang pemuda tampan sedang bermain basket dan seorang wanita yang duduk di bangku penonton sambil menyemangatinya.

“Melamun lagi, kamu tidak bosankah?” Tanya Hwang In tiba tiba dan membuat Yeon terkejut.

“Oihh, apa yang kamu lakukan disini? Bukankah kelas dimulai pukul 8 dan ini masih pukul 7 pagi?” Ucap Yeon spontan dan Hwang In hanya tertawa ringan.

“Lalu apa yang kamu lakukan disini? Heum? Menatap pasangan yang sedang bermain basket?” Tanya Hwang In yang langsung mendudukkan dirinya di samping Yeon. Ia lalu meraba lacinya dan mengeluarkan bukunya.

“T-tidak. Dan kamu belum menjawab pertanyaanku. Kenapa kamu disini pagi-pagi?” Yeon mencoba mengalihkan pembicaraannya dengan Hwang In tadi.

“Hmm aku mengambil bukuku. Ketinggalan," jawab enteng Hwang In sambil memperlihatkan bukunya. Yeon hanya ber-oh ria dan kembali menatap keluar jendela. Hwang In tersenyum lebar saat mengetahui bahwa tingkah Yeon dengan perkataannya berlawanan. Hwang In tahu walaupun Yeon sangat ketus dan cuek dia punya sikap yang ramah pada orang lain.

“Mengapa kamu tidak mengatakannya saja pada lelaki bernama Il Wo itu?” Ucapan Hwang In yang tiba-tiba yang membuat Yeon menolehkan kepalanya dengan cepat. Bahkan, Hwang In meringis apa kepalanya tidak sakit dibuat menoleh secepat itu.

“Bagaimana kamu bisa tahu?” Yeon terkejut dan tidak sengaja berteriak.

“Santai saja. Aish, telingaku sakit tahu.” Hwang In mengusap telinganya yang sudah menjadi korban akan keganasan mulut sahabatnya.

“Jangan mengalihkan pembicaraan Kim Hwang In! Jawab saja darimana kamu tahu? huh?”

“Siapa yang akan bisa terbodohi dengan sikapmu Yeon. Dengan melihatnya saja aku sudah tahu. kamu menyukai pemuda yang bernama Il Wo itu,” jawab Hwang In dengan nada yang tinggi juga.

Yeon memang mengakui jika sikapnya keterlaluan. Tetapi, disamping itu semua Hwang In tidak tahu nama mereka semua. “Benarkah? Oke berjanjilah padaku bahwa kamu tidak akan membiarkan orang lain tahu tentang ini. Mengerti!”

“Ya. Aku akan berjanji padamu. Tapi apakah kamu sudah tahu bahwa Il Wo dan gadis itu berpacaran?” tanya Hwang In yang membuat Yeon tersentak.

“Hmm, aku tidak tahu apa hubungan mereka tapi aku tahu bahwa dia dan Soojun selalu bersama," ucap Yeon sedih. Yeon tahu bahwa cepat atau lambat dia harus bisa menerima bahwa Il Wo memang bukan untuknya.

“Ya, memang mereka adalah sepasang kekasih. Tapi kamu tidak perlu khawatir. Kamu masih bisa merebut hatinya.”

“Maksudmu?” Yeon mengernyitkan dahinya.

“Carilah sendiri apa penyebabnya. Jangan hanya mengandalkanku terus. Dan satu lagi. Cobalah masuk ke dalam kehidupan Park Il Wo itu. Jika kamu hanya menyembunyikan perasaanmu itu. Maka, aku jamin kamu akan menyesal nantinya. Oh. Jangan malu untuk meminta bantuan Nara. Dia wanita yang hebat.”

Yeon hendak akan membalas perkataan Hwang In namun, Hwang In justru keluar kelas. Dan meninggalkan Yeon sendirian. Dia bingung. Apakah dia akan menceritakan perasaannya pada Nara atau tidak. Namun, jika dipikir kembali ucapan Hwang In benar. Jika dia hanya stuck disitu saja maka, kapan ia akan maju? Yeon tersenyum lembut. Dia telah memantapkan hatinya. Mulai detik ini dia akan mengejar Il Wo. Walaupun resiko patah hati sangat tinggi tapi, dia yakin usahanya nanti tidak akan sia-sia.

Sesuatu yang tenan dan baik-baik saja seperti sepasang kekasih di sana? Apakah Yeon yakin akan merusaknya?

...***...

...Bersambung......

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!