BAB 13: Api Kerja

Kami berjabat tangan. Gue merasa tangan cewek itu dingin banget. Hanya karena tertutupi bajunya aja jadinya dinginnya gak seberapa. Dia kemudian berjalan ke arah pintu yang tadi kekunci sendiri. Dia bisa keluar, dan pintu kembali normal. Gue rasa rumah gue perlu banyak renovasi.

"M-mau ke mana?"

"Sini, deh."

Gue mengikuti dia ke kamar mandi. Pedang gue masih tertancap di dindingnya.

"Ambil pedangnya. Nanti temboknya makin parah."

Gue mencoba menarik kembali pedang gue, dan buset! Nempel banget! Melihat gue yang kehabisan tenaga, tangannya membantu menarik pedang gue. Walau masih terasa berat, tapi gue merasa ada pergerakan. Kami menarik lebih kuat dengan seluruh tenaga, dan akhirnya pedang tercabut! Gue mental sampai keluar kamar mandi.

"Seru, ya!" kata cewek itu.

Gue memegangi punggung gue yang sakit karena terbentur pintu.

"I-iya ... seru."

Cewek itu membantu gue berdiri. Setelah gue memasang sarung pedang dan meletakkannya di meja, gue menyadari kalau cewek itu menghilang!

"H-halo ...."

Gue melihat ke semua sudut. Gak ada siapa-siapa.

"D-dea?"

Keran air tiba-tiba nyala lagi! Dea keluar dari kamar mandi sambil tersenyum.

"K-kamu ... maling gayung, ya?"

Dia tertawa.

"Enggak, lah. Aku suka aja dengerin suara keran air di rumah kamu ini."

Dia berjalan ke meja makan, membuka kulkas gue yang isinya cuma ada salju freezer dan bungkus nasi.

"Kamu belum makan, ya?" tanya gue.

Dia mengangguk.

"Bentar, ya. Tunggu di sini."

Gue masuk ke kamar, membuka sarung bantal dan mengumpulkan uang receh yang gue simpan di sana. Gue senang banget. Gue pikir uang gue cuma tinggal 4 ribu. Ternyata 5 ribu! Dea duduk di kursi sambil melihat sekeliling.

"Tunggu dulu, ya. Aku mau beliin kamu makanan."

"Ikut ...."

"Eh ... j-jangan! Kamu di sini aja. Aku gak lama, kok."

Dia tersenyum. Gue segera pergi ke warung. Semoga aja masih buka. Walaupun gue gak kenal siapa dia, tapi ketika gue melihat dia buka kulkas tadi, gue seakan mengerti perasaannya. Gue tahu rasanya kelaparan tengah malam dan gak ada makanan sama-sekali. Namun, gue, kan laki-laki. Gue bisa menahan lapar dan ngelanjutin tidur. Kemudian gue sampai di warung yang banyak bapak-bapak lagi ngopi sambil nonton bola.

"Mardo! Sini, sini ngopi dulu."

"Makasih, Pak. Lain kali, ya."

"Mau beli apa, Do?" tanya bapak pemilik warung.

Gue mengeluarkan uang receh yang dari tadi gue genggam dan menunjukkannya pada bapak itu.

"Mie instan 2 bungkus mau?" tanya bapak itu.

Gue tersenyum lebar. Artinya uang gue cukup!

"Eh, Do. Kamu kerja apa sekarang?" tanya bapak-bapak yang lagi nonton bola.

Gue meletakkan jari telunjuk di depan bibir, lalu mendekatkan diri ke bapak-bapak itu.

"Saya sekarang mata-mata, Pak."

6 orang bapak-bapak itu hening dan berpandangan. Lalu ....

"Oh ... mata-mata!? Bagus itu, Do!"

Pemilik warung menyerahkan kantong plastik berwarna hitam.

"Ini, Do."

"Makasih, ya, Pak. Pulang dulu."

Gue berjalan agak cepat, lalu sedikit berlari dengan senyum gembira. Dea masih duduk di kursi ketika gue datang. Gue mengangkat plastik hitam itu dan meletakkannya di atas meja, di depan Dea. Kami membuka plastik hitam itu. Terdapat dua bungkus mie instan dan dua butir telur ayam. Gue senang banget! Gue dikasih bonus! Dea menatap gue sambil tersenyum.

"Yuk kita masak," kata Dea.

Gue sedang menyiapkan panci. Ketika Dea mengambil mie instan itu, senyum di bibirnya memudar.

"Do ... kamu beli ini di mana?"

"Di warung depan. Langganan aku."

"Lihat ini, deh."

Dea menunjukkan bungkus mie itu. Sebuah tanggal kadaluarsa.

"Sekarang tanggal berapa?" tanya gue.

"22."

"23 besok, dong!?"

Gue melihat jam, sudah hampir jam 12 malam.

"Bukan besok, dong! 14 menit lagi!"

Gue agak sedih sebenarnya. Kalau cuma buat gue sendiri, sih gak apa-apa. Gue aja sering makan roti kadaluarsa biar dapat harga murah.

"Dia jahat, Do! Dia jahat! Dia jahat! DIA JAHAT, DO!"

Dea tiba-tiba mengeluarkan asap merah! Asap itu terbang menabrak jendela hingga pecah! Listrik tiba-tiba padam. Karena kaca jendela pecah, gue bisa melihat kalau rumah orang-orang juga jadi gelap. Gak lama, terdengar teriakan, disusul suara ledakan dan cahaya merah! Kebakaran!

Orang-orang keluar rumah dengan panik. Kebakarannya jadi semakin gede dan cepat banget! Kalau dikira-kira dari arahnya, gue punya firasat kalau itu tempat gue beli mie instan tadi! Kacau! Gue pengin pergi keluar dan kampret banget pintu gue kekunci sendiri lagi! Gue berlari mengambil pedang dan menebas pintu depan! Gila! Pintu gue malah belah dua!

Gue berlari ke arah cahaya api yang makin gede itu. Orang-orang panik dan berlarian. Mulai terdengar suara sirene pemadam kebakaran. Dan firasat gue benar! Warung yang baru aja gue datangi kebakaran, beserta rumah-rumah di sekitarnya. Seorang anak kecil teriak-teriak dan berlari ke orang-orang yang berkerumun.

"Bapak! Bapak masih di dalam! Bapak!"

Dari kobaran asap dan panasnya api, gue bisa melihat dengan samar kalau bapak pemilik warung sedang terjebak di sana! Gue nekat berlari menerobos dengan pedang di tangan kanan! Salah satu hal mustahil baru aja gue lakuin tadi, ketika gue membelah dua pintu gue sendiri. Dan kali ini, gue juga pengin membelah kobaran api. Gimanapun caranya! Kalau dilihat, gue malah jadi kayak orang gila. Mengayunkan pedang ke arah api yang berkobar. Dan tentu aja, gue cuma dapat panas dan gosong doang! Gue gak bisa menebas api.

Gue ditarik mundur oleh petugas pemadam kebakaran yang baru aja datang. Gue langsung dikasih handuk basah. Beberapa saat kemudian, gue melihat Dea berdiri di tengah kobaran api itu. Dia menangis sambil menatap gue. Selama ini dia selalu tersenyum setiap kali gue melihatnya. Ternyata, air matanya terasa begitu pilu saat gue menatapnya.

Hal aneh terjadi ketika pemadam kebakaran menyemprotkan air ke arah warung. Dea tiba-tiba terbang dengan asap merah seperti yang gue lihat sebelumnya, menahan semprotan air itu. Seperti ada payung raksasa yang gak kelihatan melayang di udara. Orang-orang tampak kebingungan.

Gue melihat bapak-bapak yang terjebak di warung itu sedang dikelilingi api yang semakin besar. Sekali lagi, gue berlari menerobos kobaran api itu. Dea memperhatikan gue dari udara. Masih ada air mata di pipinya. Gue mengayunkan pedang, berharap kali ini bisa menebas api itu. Lagi-lagi gak berhasil!

Gue teringat betapa baik hatinya bapak-bapak pemilik warung itu. Dia masih mau ngasih gue mie instan walau yang hampir kadaluarsa setiap kali gue pergi ke warungnya dengan uang yang sebenarnya kurang. Dia bukan orang jahat! Gue menggenggam pedang lebih kuat, mengambil posisi menebas dengan lebih yakin, dan gue gak tahu kenapa pedang gue jadi semakin berat. Gue segera mengayunkannya, dan terdengar sebuah suara yang gak asing.

"Lihat ini, Mardo!"

Pedang gue yang berwarna perak, mengeluarkan asap hitam dan menjadikannya semakin berat.

"Torgol!?"

Gue menebas kobaran api itu! Api yang tadinya bergelombang dengan hawa panas sekarang terbawa asap hitam ke udara. Gue punya jalan terbuka untuk berlari ke warung itu. Bapak-bapak itu pingsan dengan bajunya yang sebagian sudah terbakar.

"Kita padamkan apinya dulu, Mardo."

"Ya!"

Dengan sekali hentakan pedang, gue berhasil memadamkan seluruh api di warung dan sekitarnya. Torgol keluar dari pedang gue, membawa bapak itu pergi dan melemparnya ke petugas pemadam kebakaran. Gue berlari ke arah Torgol, tapi asap merah Dea jauh lebih cepat menerjangnya! Mereka kemudian menghilang.

Semua orang di sekitar masih panik dan kebingungan kenapa apinya bisa terangkat ke udara dan padam sendiri tanpa sempat terkena air. Gue berlari mengikuti intuisi, berharap bisa menemukan Torgol dan Dea. Dan berharap semuanya baik-baik aja.

Episodes
1 BAB 1: Ingin Kerja
2 BAB 2: Rekan Kerja
3 BAB 3: Risiko Kerja
4 BAB 4: Kontrak Kerja
5 BAB 5: Pulang Kerja
6 BAB 6: Efek Kerja
7 BAB 7: Masuk Kerja
8 BAB 8: Latihan Kerja
9 BAB 9: Mulai Kerja
10 BAB 10: Cara Kerja
11 BAB 11: Dampak Kerja
12 BAB 12: Racun Kerja
13 BAB 13: Api Kerja
14 BAB 14: Warna Kerja
15 BAB 15: Spirit Kerja
16 BAB 16: Awal Kerja
17 BAB 17: Dandanan Kerja
18 BAB 18: Bulan Kerja
19 BAB 19: Amarah Kerja
20 BAB 20: Rencana Kerja
21 BAB 21: Mery dan Lukanya
22 BAB 22: Berkas dan Nasi Gorengnya
23 BAB 23: Dea dan Perasaannya
24 BAB 24: Es Krim dan Bayangannya
25 BAB 25: Bunga Kuning dan Wujudnya
26 BAB 26: Kotak dan Pitanya
27 BAB 27: Kuyang dan Kekuatannya
28 BAB 28: Senyuman dan Langkahnya
29 BAB 29: Sihir dan Warnanya
30 BAB 30: Pasar Gaib dan Uangnya
31 BAB 31: Kuda dan Topengnya
32 BAB 32: Air Mata dan Kecepatannya
33 BAB 33: Bulan Pucat dan Alasannya
34 BAB 34: Perebutan dan Jawabannya
35 BAB 35: Naya dan Sayapnya
36 BAB 36: Asap Hijau dan Aromanya
37 BAB 37: Latihan dan Waktunya
38 BAB 38: Bambu dan Suaranya
39 BAB 39: Bandara dan Kemauannya
40 BAB 40: Torgol dan Misinya
41 BAB 41: Sebuah Perjalanan
42 BAB 42: Sebuah Rumah
43 BAB 43: Sebuah Cerita
44 BAB 44: Sebuah Tanggal
45 BAB 45: Sebuah Pohon
46 BAB 46: Sebuah Rooftop
47 BAB 47: Sebuah Ambisi
48 BAB 48: Sebuah Persiapan
49 BAB 49: Sebuah Pertemuan
50 BAB 50: Sebuah Perbincangan
51 BAB 51: Sebuah Informasi
52 BAB 52: Sebuah Patahan
53 BAB 53: Sebuah Pengobatan
54 BAB 54: Sebuah Gaji
55 BAB 55: Sebuah Perkumpulan
56 BAB 56: Sebuah Bank
57 BAB 57: Sebuah Gambaran
58 BAB 58: Sebuah Warna
59 BAB 59: Sebuah Pencurian
60 BAB 60: Sebuah Batu
61 BAB 61: Cerita Material Itu
62 BAB 62: Cerita Buku Itu
63 BAB 63: Cerita Mobil Itu
64 BAB 64: Cerita Pasar Itu
65 BAB 65: Cerita Penangkapan Itu
66 BAB 66: Cerita Pelarian Itu
67 BAB 67: Cerita Mbah Itu
68 BAB 68: Cerita Sekolah Itu
69 BAB 69: Cerita Cewek Itu
70 BAB 70: Cerita Bubur Itu
71 BAB 71: Cerita Dinding Itu
72 BAB 72: Cerita Sungai Itu
73 BAB 73: Cerita Penempa Itu
74 BAB 74: Cerita Pedang Itu
75 BAB 75: Cerita Luka Itu
76 BAB 76: Cerita Serangan Itu
77 BAB 77: Cerita Pertikaian Itu
78 BAB 78: Cerita Video Itu
79 BAB 79: Cerita Gang Itu
80 BAB 80: Cerita Kucing Itu
81 BAB 81: Tentang Vivin dan Nita
82 BAB 82: Tentang Gosip di Kantor
83 BAB 83: Tentang Mencari Barang
84 BAB 84: Tentang Sebuah Flashdisk
85 BAB 85: Tentang Hantu yang Kecewa
Episodes

Updated 85 Episodes

1
BAB 1: Ingin Kerja
2
BAB 2: Rekan Kerja
3
BAB 3: Risiko Kerja
4
BAB 4: Kontrak Kerja
5
BAB 5: Pulang Kerja
6
BAB 6: Efek Kerja
7
BAB 7: Masuk Kerja
8
BAB 8: Latihan Kerja
9
BAB 9: Mulai Kerja
10
BAB 10: Cara Kerja
11
BAB 11: Dampak Kerja
12
BAB 12: Racun Kerja
13
BAB 13: Api Kerja
14
BAB 14: Warna Kerja
15
BAB 15: Spirit Kerja
16
BAB 16: Awal Kerja
17
BAB 17: Dandanan Kerja
18
BAB 18: Bulan Kerja
19
BAB 19: Amarah Kerja
20
BAB 20: Rencana Kerja
21
BAB 21: Mery dan Lukanya
22
BAB 22: Berkas dan Nasi Gorengnya
23
BAB 23: Dea dan Perasaannya
24
BAB 24: Es Krim dan Bayangannya
25
BAB 25: Bunga Kuning dan Wujudnya
26
BAB 26: Kotak dan Pitanya
27
BAB 27: Kuyang dan Kekuatannya
28
BAB 28: Senyuman dan Langkahnya
29
BAB 29: Sihir dan Warnanya
30
BAB 30: Pasar Gaib dan Uangnya
31
BAB 31: Kuda dan Topengnya
32
BAB 32: Air Mata dan Kecepatannya
33
BAB 33: Bulan Pucat dan Alasannya
34
BAB 34: Perebutan dan Jawabannya
35
BAB 35: Naya dan Sayapnya
36
BAB 36: Asap Hijau dan Aromanya
37
BAB 37: Latihan dan Waktunya
38
BAB 38: Bambu dan Suaranya
39
BAB 39: Bandara dan Kemauannya
40
BAB 40: Torgol dan Misinya
41
BAB 41: Sebuah Perjalanan
42
BAB 42: Sebuah Rumah
43
BAB 43: Sebuah Cerita
44
BAB 44: Sebuah Tanggal
45
BAB 45: Sebuah Pohon
46
BAB 46: Sebuah Rooftop
47
BAB 47: Sebuah Ambisi
48
BAB 48: Sebuah Persiapan
49
BAB 49: Sebuah Pertemuan
50
BAB 50: Sebuah Perbincangan
51
BAB 51: Sebuah Informasi
52
BAB 52: Sebuah Patahan
53
BAB 53: Sebuah Pengobatan
54
BAB 54: Sebuah Gaji
55
BAB 55: Sebuah Perkumpulan
56
BAB 56: Sebuah Bank
57
BAB 57: Sebuah Gambaran
58
BAB 58: Sebuah Warna
59
BAB 59: Sebuah Pencurian
60
BAB 60: Sebuah Batu
61
BAB 61: Cerita Material Itu
62
BAB 62: Cerita Buku Itu
63
BAB 63: Cerita Mobil Itu
64
BAB 64: Cerita Pasar Itu
65
BAB 65: Cerita Penangkapan Itu
66
BAB 66: Cerita Pelarian Itu
67
BAB 67: Cerita Mbah Itu
68
BAB 68: Cerita Sekolah Itu
69
BAB 69: Cerita Cewek Itu
70
BAB 70: Cerita Bubur Itu
71
BAB 71: Cerita Dinding Itu
72
BAB 72: Cerita Sungai Itu
73
BAB 73: Cerita Penempa Itu
74
BAB 74: Cerita Pedang Itu
75
BAB 75: Cerita Luka Itu
76
BAB 76: Cerita Serangan Itu
77
BAB 77: Cerita Pertikaian Itu
78
BAB 78: Cerita Video Itu
79
BAB 79: Cerita Gang Itu
80
BAB 80: Cerita Kucing Itu
81
BAB 81: Tentang Vivin dan Nita
82
BAB 82: Tentang Gosip di Kantor
83
BAB 83: Tentang Mencari Barang
84
BAB 84: Tentang Sebuah Flashdisk
85
BAB 85: Tentang Hantu yang Kecewa

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!