BAB 11: Dampak Kerja

Gue, Sulay dan Torgol yang sekarang sudah kembali ke dalam pedang gue, menunggu 15 menit sampai mereka semua kembali sadar. Karena kata Sulay, akan terasa gak bertanggung jawab kalau kami langsung pergi saat mereka semua pingsan. Bisa-bisa malah jadi masalah baru.

"Aduduh ... Aduh sakit banget."

Alan adalah orang yang pertama kali bangun.

"Halo, Alan," kata Sulay.

Muka Alan tampak kesal, juga kesakitan.

"Lo apain ilmu warisan bapak gue!?"

"Gue cabut sampai lo udah gede, nanti gue balikin lagi."

Dia kelihatan pasrah aja. Gak lama, Nadia juga bangun.

"Alan!? Kenapa lo di sini!?"

"Kenapa!? Terserah gue, dong! Lo, kan pacar gue!"

"Bukannya gue udah sering bilang, ya kalau gue gak suka sama lo!?"

Gue dan Sulay diam aja sambil saling melirik.

"Saya suka drama, Mardo," kata Torgol.

Karena mereka ribut, satpam dan asisten rumah tangga akhirnya ikutan bangun. HP gue berdering. Waktu gue cek, ada sebuah pesan WhatsApp dari Naya! Gue kaget banget!

"Sekarang masih sibuk gak?" katanya.

Tentu aja gue masih sibuk. Jadinya gak gue balas WhatsApp-nya.

"Mohon maaf, semuanya tolong dengerin saya dulu," kata Sulay di antara keributan itu.

Saat semua orang diam, Sulay ngomong:

"Kami pamit dulu. Silakan selesaikan urusan kalian masing-masing."

Mereka kembali ribut, gue dan Sulay langsung cabut. Ketika kami hampir sampai di kantor, pedang gue bergetar hebat. Motor gue jadi oleng.

"Kenapa, Do?"

"Torgol, Pak. Minta dikeluarin kayaknya."

Sulay diam sebentar, seakan mikirin sesuatu.

"Yaudah keluarin."

Gue membuka sarung pedang, asap hitam keluar dari sana dan gak lama Torgol muncul.

"Kenapa, Pak? Kok minta keluar?"

"Saya tidak mau kembali ke kantor, Mardo."

"Tapi kami harus ke kantor buat laporan."

"Saya akan menunggu di sini saja, Mardo."

"Apaan!? Enggak ... enggak! Do, dia ini gak bisa dipercaya. Lo lengah dikit aja dia pasti gangguin orang."

Gue mikir bentar. Apa hal terburuk dari laki-laki tinggi berkepala lonjong dan bibir seperti paruh ayam bisa lakukan? Walaupun dia ini aneh, gue rasa dia bukan orang jahat. Setelah memperhatikan bentuknya yang emang gak biasa, dan dia yang gak mau balik ke kantor, gue mendapat ide untuk menyuruhnya menunggu di suatu tempat.

Kami terpaksa mengambil jalan lain yang memakan waktu 25 menit hingga akhirnya sampai pada sebuah tempat yang gue rasa tepat. Gue sangat kenal tempat ini. Banyak memori dan ingatan setiap kali gue melihatnya. Dan tentu aja, tidak terlalu ramai untuk orang seperti Torgol.

"Lo yakin, Do? Lo yang tanggung jawab, ya kalau dia kabur atau gangguin orang," kata Sulay.

"Tenang, Pak. Di sini tempat yang cocok buat menunggu."

Gue melepaskan sarung pedang dan Torgol berdiri di depan gue.

"Bapak tunggu di sini dulu, ya. Kalau capek berdiri, di sana ada kursi yang enak banget buat santai, tapi kata orang-orang pohon di belakangnya bikin dingin, jadi hati-hati masuk angin. Kami ke kantor dulu, ya."

"Baik, Mardo. Hati-hati di jalan. Jangan lupa balas WhatsApp-nya."

Kok dia tahu, ya? Setelah meninggalkan Torgol di tempat pemancingan yang sebelumnya juga gue datangi, gue dan Sulay bergegas kembali ke kantor. Sesampainya di kantor, langit sudah gelap. Kami langsung bergegas ke ruangan si Bos. Masih di depan pintu, kami menunda masuk karena kayaknya juga ada tamu di dalam. Terdengar perbincangan yang kayaknya cukup serius, tapi gak jelas. Kemudian pintu terbuka dengan keras. Dua orang pria yang cukup tua keluar ruangan dengan wajah kesal. Si Bos melihat kami yang berdiri di depan pintu lalu mempersilakan kami untuk masuk.

"Gimana?"

"Misi sukses, Bos, tapi ... jin macan hitamnya gak berhasil kami tangkap," kata Sulay.

"Kabur ke mana dia?"

Sulay diam dan menunduk, lalu melirik gue.

"Mardo? Ceritakan semuanya "

"I-iya, Bos. Macannya meledak."

Kopi di meja terbalik karena si Bos tiba-tiba berdiri.

"Meledak!? Kenapa bisa sampai meledak!?"

"Torgol jadi burung kecil ... habis itu dia dimakan macan. Habis itu dia tiba-tiba muncul lagi ... dan ... bom! Meledak!"

Si Bos memegangi dahinya sambil merebahkan diri di kursi.

"Itu juga yang mau saya tanyakan ke kamu, Mardo. Kenapa kamu mengeluarkan Torgol dari ruangannya tanpa seizin saya!? Dia itu berbahaya."

"Maaf, Bos. Saya mengaku salah dan ... siap dihukum."

"Kamu memang pasti saya hukum, tapi kamu belum menjawab kenapa kamu mengeluarkan dia?"

"Katanya ... dia kesakitan, Bos. Dan dia bilang kalau kami bisa bekerjasama untuk misi ini."

"Terus? Bagaimana caranya kamu mengeluarkan dan membawa dia keluar kantor?"

"Dia berubah jadi asap hitam ... terus masuk ke pedang saya, Bos."

Si Bos menggeleng-gelengkan kepalanya. Sulay mencoba membersihkan kopi di meja.

"Sekarang, kembalikan dia ke ruangannya, Mardo."

"S-sekarang, Bos?"

Si Bos gak menjawab, dia cuma menatap gue. Dan anehnya, gue jadi merinding dan merasa terpojok! Sulay tiba-tiba terjatuh. Cangkir kopi yang dipegangnya pecah.

"Pak! Kenapa, Pak!?" tanya gue yang segera membantunya berdiri.

"Dia pasti kelelahan, karena semenjak saya tugaskan untuk jadi rekan kerjamu, dia terus bertarung dan tidak sempat istirahat. Panggil tim medis."

Gue segera berlari keluar dan mencari orang-orang yang disebut tim medis. Setahu gue, orang-orang dengan keahlian medis biasanya berpakaian putih dan kelihatan pintar serta ramah. Nah, di sini gue gak menemukan orang berpakaian putih! Semuanya hitam-hitam. Terus gue harus ke mana!?

Saat berlarian panik, gue teringat dengan cewek-cewek baju putih dari tim informasi. Iya juga! Gue bisa cari informasi di sana, dan syukur-syukur mereka bisa jadi tim medis juga! Gue cerdas banget anjir! Gue berlari secepat yang gue bisa lalu langsung menerobos masuk. Semua cewek itu langsung menatap gue. Gue melihat baju mereka. Putih!

"Tolong! Teman saya sakit! Tolongin!"

"Mohon maaf, tapi kami tim informasi, tim medis ada di ruangan dekat lorong kedua."

"Hah!? Tapi kalian, kan cewek! Baju putih lagi! Cepetan tolongin teman saya!"

Cewek-cewek itu menatap gue dengan tajam. Mata mereka jadi merah! Gak lama, gue seakan ditabrak sapi ngamuk sampai mental keluar ruangan Karena sudah diusir, artinya mereka bukan tim medis. Gue pun berlari menuju lorong yang katanya tempat tim medis berada.

Di depan pintunya, tertulis dengan huruf besar dan tebal: MEDIS. Gue langsung masuk tanpa mengetuk pintu, dan alangkah kagetnya gue ketika melihat ada kepala orang di kasur! Tanpa badan, cuma kepala, rambut panjang, dan semua organ dalam yang berdenyut!

"Hoi! Siapa kamu!? Asal masuk aja!"

Anjir! Kepalanya ngomong dan menatap ke arah gue!

"I-itu ... itu m-mahal itu ... ginjal!"

Tiga orang cewek berbaju putih kemudian keluar dari balik tirai.

"Mohon maaf, ada yang bisa kami bantu, Pak?"

"A-anu ... ini ... kok anu ... anunya ini lho! Ngomong!"

"Iya, Pak. Ada lagi yang bisa kami bantu?"

"Kok iya!? Eh ... teman saya sakit! Aduh jadi lupa, kan! Cepetan, dia di ruangan si Bos!"

"Oke, berangkat," kata kepala itu.

Kepala itu dengan ajaib melayang dan terbang melesat! Gue mau pingsan.

Episodes
1 BAB 1: Ingin Kerja
2 BAB 2: Rekan Kerja
3 BAB 3: Risiko Kerja
4 BAB 4: Kontrak Kerja
5 BAB 5: Pulang Kerja
6 BAB 6: Efek Kerja
7 BAB 7: Masuk Kerja
8 BAB 8: Latihan Kerja
9 BAB 9: Mulai Kerja
10 BAB 10: Cara Kerja
11 BAB 11: Dampak Kerja
12 BAB 12: Racun Kerja
13 BAB 13: Api Kerja
14 BAB 14: Warna Kerja
15 BAB 15: Spirit Kerja
16 BAB 16: Awal Kerja
17 BAB 17: Dandanan Kerja
18 BAB 18: Bulan Kerja
19 BAB 19: Amarah Kerja
20 BAB 20: Rencana Kerja
21 BAB 21: Mery dan Lukanya
22 BAB 22: Berkas dan Nasi Gorengnya
23 BAB 23: Dea dan Perasaannya
24 BAB 24: Es Krim dan Bayangannya
25 BAB 25: Bunga Kuning dan Wujudnya
26 BAB 26: Kotak dan Pitanya
27 BAB 27: Kuyang dan Kekuatannya
28 BAB 28: Senyuman dan Langkahnya
29 BAB 29: Sihir dan Warnanya
30 BAB 30: Pasar Gaib dan Uangnya
31 BAB 31: Kuda dan Topengnya
32 BAB 32: Air Mata dan Kecepatannya
33 BAB 33: Bulan Pucat dan Alasannya
34 BAB 34: Perebutan dan Jawabannya
35 BAB 35: Naya dan Sayapnya
36 BAB 36: Asap Hijau dan Aromanya
37 BAB 37: Latihan dan Waktunya
38 BAB 38: Bambu dan Suaranya
39 BAB 39: Bandara dan Kemauannya
40 BAB 40: Torgol dan Misinya
41 BAB 41: Sebuah Perjalanan
42 BAB 42: Sebuah Rumah
43 BAB 43: Sebuah Cerita
44 BAB 44: Sebuah Tanggal
45 BAB 45: Sebuah Pohon
46 BAB 46: Sebuah Rooftop
47 BAB 47: Sebuah Ambisi
48 BAB 48: Sebuah Persiapan
49 BAB 49: Sebuah Pertemuan
50 BAB 50: Sebuah Perbincangan
51 BAB 51: Sebuah Informasi
52 BAB 52: Sebuah Patahan
53 BAB 53: Sebuah Pengobatan
54 BAB 54: Sebuah Gaji
55 BAB 55: Sebuah Perkumpulan
56 BAB 56: Sebuah Bank
57 BAB 57: Sebuah Gambaran
58 BAB 58: Sebuah Warna
59 BAB 59: Sebuah Pencurian
60 BAB 60: Sebuah Batu
61 BAB 61: Cerita Material Itu
62 BAB 62: Cerita Buku Itu
63 BAB 63: Cerita Mobil Itu
64 BAB 64: Cerita Pasar Itu
65 BAB 65: Cerita Penangkapan Itu
66 BAB 66: Cerita Pelarian Itu
67 BAB 67: Cerita Mbah Itu
68 BAB 68: Cerita Sekolah Itu
69 BAB 69: Cerita Cewek Itu
70 BAB 70: Cerita Bubur Itu
71 BAB 71: Cerita Dinding Itu
72 BAB 72: Cerita Sungai Itu
73 BAB 73: Cerita Penempa Itu
74 BAB 74: Cerita Pedang Itu
75 BAB 75: Cerita Luka Itu
76 BAB 76: Cerita Serangan Itu
77 BAB 77: Cerita Pertikaian Itu
78 BAB 78: Cerita Video Itu
79 BAB 79: Cerita Gang Itu
80 BAB 80: Cerita Kucing Itu
81 BAB 81: Tentang Vivin dan Nita
82 BAB 82: Tentang Gosip di Kantor
83 BAB 83: Tentang Mencari Barang
84 BAB 84: Tentang Sebuah Flashdisk
85 BAB 85: Tentang Hantu yang Kecewa
Episodes

Updated 85 Episodes

1
BAB 1: Ingin Kerja
2
BAB 2: Rekan Kerja
3
BAB 3: Risiko Kerja
4
BAB 4: Kontrak Kerja
5
BAB 5: Pulang Kerja
6
BAB 6: Efek Kerja
7
BAB 7: Masuk Kerja
8
BAB 8: Latihan Kerja
9
BAB 9: Mulai Kerja
10
BAB 10: Cara Kerja
11
BAB 11: Dampak Kerja
12
BAB 12: Racun Kerja
13
BAB 13: Api Kerja
14
BAB 14: Warna Kerja
15
BAB 15: Spirit Kerja
16
BAB 16: Awal Kerja
17
BAB 17: Dandanan Kerja
18
BAB 18: Bulan Kerja
19
BAB 19: Amarah Kerja
20
BAB 20: Rencana Kerja
21
BAB 21: Mery dan Lukanya
22
BAB 22: Berkas dan Nasi Gorengnya
23
BAB 23: Dea dan Perasaannya
24
BAB 24: Es Krim dan Bayangannya
25
BAB 25: Bunga Kuning dan Wujudnya
26
BAB 26: Kotak dan Pitanya
27
BAB 27: Kuyang dan Kekuatannya
28
BAB 28: Senyuman dan Langkahnya
29
BAB 29: Sihir dan Warnanya
30
BAB 30: Pasar Gaib dan Uangnya
31
BAB 31: Kuda dan Topengnya
32
BAB 32: Air Mata dan Kecepatannya
33
BAB 33: Bulan Pucat dan Alasannya
34
BAB 34: Perebutan dan Jawabannya
35
BAB 35: Naya dan Sayapnya
36
BAB 36: Asap Hijau dan Aromanya
37
BAB 37: Latihan dan Waktunya
38
BAB 38: Bambu dan Suaranya
39
BAB 39: Bandara dan Kemauannya
40
BAB 40: Torgol dan Misinya
41
BAB 41: Sebuah Perjalanan
42
BAB 42: Sebuah Rumah
43
BAB 43: Sebuah Cerita
44
BAB 44: Sebuah Tanggal
45
BAB 45: Sebuah Pohon
46
BAB 46: Sebuah Rooftop
47
BAB 47: Sebuah Ambisi
48
BAB 48: Sebuah Persiapan
49
BAB 49: Sebuah Pertemuan
50
BAB 50: Sebuah Perbincangan
51
BAB 51: Sebuah Informasi
52
BAB 52: Sebuah Patahan
53
BAB 53: Sebuah Pengobatan
54
BAB 54: Sebuah Gaji
55
BAB 55: Sebuah Perkumpulan
56
BAB 56: Sebuah Bank
57
BAB 57: Sebuah Gambaran
58
BAB 58: Sebuah Warna
59
BAB 59: Sebuah Pencurian
60
BAB 60: Sebuah Batu
61
BAB 61: Cerita Material Itu
62
BAB 62: Cerita Buku Itu
63
BAB 63: Cerita Mobil Itu
64
BAB 64: Cerita Pasar Itu
65
BAB 65: Cerita Penangkapan Itu
66
BAB 66: Cerita Pelarian Itu
67
BAB 67: Cerita Mbah Itu
68
BAB 68: Cerita Sekolah Itu
69
BAB 69: Cerita Cewek Itu
70
BAB 70: Cerita Bubur Itu
71
BAB 71: Cerita Dinding Itu
72
BAB 72: Cerita Sungai Itu
73
BAB 73: Cerita Penempa Itu
74
BAB 74: Cerita Pedang Itu
75
BAB 75: Cerita Luka Itu
76
BAB 76: Cerita Serangan Itu
77
BAB 77: Cerita Pertikaian Itu
78
BAB 78: Cerita Video Itu
79
BAB 79: Cerita Gang Itu
80
BAB 80: Cerita Kucing Itu
81
BAB 81: Tentang Vivin dan Nita
82
BAB 82: Tentang Gosip di Kantor
83
BAB 83: Tentang Mencari Barang
84
BAB 84: Tentang Sebuah Flashdisk
85
BAB 85: Tentang Hantu yang Kecewa

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!