BAB 5: Pulang Kerja

Tepat saat adzan subuh berkumandang, gue baru aja memegang gagang pintu untuk segera masuk ke dalam rumah. Keadaan sepi, lampu-lampu belum dinyalakan ketika gue pergi tadi sore. Satu-satunya ruangan yang menyala adalah kamar mandi. Bukan hanya lampunya yang menyala, tapi juga keran airnya.

Gue tinggal sendirian, dan cuma gue yang punya kunci rumah. Waktu gue masuk tadi juga gak ada tanda-tanda pintu habis dibuka paksa. Gue khawatir rumah gue kemasukan maling gayung yang menerobos masuk lewat saluran toilet. Gue mengambil gunting kuku, sekadar berjaga-jaga lalu berjalan pelan ke kamar mandi.

Keran airnya mengalir sangat deras. Gue panik, karena itu bisa menyebabkan tagihan air bulan depan meningkat. Gue berdiri di depan pintunya, bersiap mendobrak masuk. Begitu tangan gue memegang gagang pintu, keran air beserta lampunya mendadak mati. Jadilah sekarang terasa gelap dan sepi.

Gue menghela napas panjang, bersyukur karena malingnya sudah pergi. Setelah menyalakan ulang semua lampu, gue langsung masuk kamar dan ketiduran. Gue bermimpi, seorang cewek berbaju merah keluar dari kamar mandi gue, masuk ke kamar dan duduk menghadap gue.

Dia belum ngomong apa-apa, tapi senyum-senyum dari tadi. Sampai ketika gue mendengar lagu Indonesia Raya dari HP gue, yang artinya ada telepon masuk, barulah cewek itu pergi dan gue langsung terbangun.

"Gimana, Do? Gak ada yang aneh, kan di rumah lo tadi malam?" tanya Sulay dari telepon genggam.

"Aman, sih, Pak ... tapi kamar mandi gue sempat kemasukan maling gayung. Untung aja dia langsung pergi."

"Hah!? Rumah lo hampir kemalingan!?"

"Bisa jadi, Pak. Untung gak ada yang dicuri."

"Nanti sore ketemu gue di kantin kantor, ya."

Telepon berakhir. Gue melihat jam, sudah jam 3 sore. Belum juga gue berdiri dari tempat tidur, gue sudah dikagetin sama kelopak bunga mawar merah yang bertaburan di kasur gue. Persis yang gue lihat waktu di pendopo tadi malam. Karena gak mengganggu, justru bikin kamar gue bagus, jadinya gue cuekin aja.

Di kamar mandi yang sekarang pintunya terbuka, padahal gue yakin gue belum masuk ke sana sejak tadi malam, gue juga menemukan hal yang sama di lantainya. Menurut gue agak aneh kalau ada maling yang suka dekor kamar orang pakai bungan mawar cincang. Sekali lagi, karena bikin wangi kamar mandi gue, jadinya gue cuekin aja. Saat gue melepas celana, sebuah foto terjatuh dari sakunya. Iya juga, gue hampir lupa soal foto itu.

Tergeletaklah foto itu di antara kelopak bunga mawar di lantai. Ketika gue menatap sosok cewek di foto itu, gue langsung teringat sama cewek yang tadi ada di mimpi gue! Itu orang yang sama! Gue ingat persis, terutama senyum dan kelopak matanya. Gue segera mengambil foto itu dan memasukkannya kembali ke saku celana.

Di kantor yang gue ketahui hanyalah sebuah ruko dua lantai, berhasil membuat gue terkagum-kagum ketika berada di kantinnya. Bukan hanya makanannya yang banyak serta ada kedai kopi juga, melainkan karena tempatnya yang luas dan sangat ramai. Kok bisa bangunan yang kelihatannya kecil dari luar, tapi menampung orang sebanyak ini di kantinnya?

"Keren, kan?" kata Sulay melihat gue yang terkagum-kagum.

"Keren banget, Pak!"

"Keren dan semuanya gratis."

"Gratis!? Serius, Pak!?"

"Air putih di sini semuanya gratis. Selain itu bayar."

Gue jadi pengin nebas Sulay. Gue mengantre cukup lama di depan kedai kopi. Selain karena banyak orang yang mau beli, gue juga bingung memutuskan mau beli kopi apa. Sebenarnya bukan bingung mau minum apa, lebih tepatnya adalah uang gue cukup buat beli yang mana. Gue baru sehari masuk kerja, gak berobat ke rumah sakit aja sudah syukur.

Setelah orang di depan gue pergi sambil membawa kopi pesanannya, saat gue dan penjaga kedai tatap-tatapan, saat itulah gue sadar kalau uang gue gak cukup.

"Mau kopi apa, Mas?" tanya mbak-mbak itu.

"Hah? Enggak ... cuma iseng ikut antre aja tadi."

Orang-orang langsung menatap gue, termasuk Sulay.

"Cuma ikut antre? Kenapa?"

Gue menoleh ke arah Sulay, berharap dia segera ke sini dan meninju mesin kopi agar ramai.

"Itu ... soalnya mbaknya manis dilihat."

Gue langsung buru-buru pergi ke tempat Sulay duduk. Gue pikir Sulay akan marah-marah, ternyata dia malah ketawa ngakak sambil mukul-mukul meja. Melihat tawanya yang belum juga reda, gue berjalan mau mengambil air putih. Karena dengan keadaan gak punya uang begini, cuma itu yang bisa gue minum. Gue mengambil gelas, dan tiba-tiba banyak orang mendahului gue mengambil air. Ketika mereka selesai, airnya sudah habis.

Gue mencari lagi, dan hal yang sama juga terjadi. Gelas gue cuma kebagian setetes doang. Dan tempat air putih terakhir, ada di kedai kopi yang tadi. Daripada gue gak minum sama sekali, gue beranikan diri untuk melangkah ke sana. Walau dengan rasa malu yang gak tahu harus dibawa ke mana.

Gue melangkah dengan gaya kepiting. Memperhatikan sekeliling, dan akan dengan cepat berguling seperti bowling ketika gue melihat air putih di depan. Gue keren banget. Gue menyodorkan gelas, lalu air putih yang sangat menggoda memenuhi gelas gue. Gue senang banget.

"Mau kopi apa?"

Mbak-mbak tadi memergoki gue yang lagi minum.

"K-kopi ... rasa air putih."

Dia tersenyum dan menuju mesin kopi. Gue kembali minum.

"Americano. Gak pake gula," katanya sambil menyerahkan secangkir kopi.

Gue melirik ke daftar menu dulu, mencari tahu berapa harga kopi ini.

"Gue traktir," katanya.

Gue tersenyum dan menerimanya.

"Duduk, yuk."

Gue mengikutinya berjalan ke tempat duduk yang gak begitu jauh dari tempat duduk Sulay. Mbak-mbak barista yang duduk di depan gue sekarang, memakai baju hitam dengan celemek cokelat, ternyata adalah orang yang baik. Dia memandangi gue yang cuma berani memandangi kopi di meja. Gak berani minum karena gak punya uangnya.

"Kenapa gak diminum?"

"I-iya ... udah gak haus lagi soalnya."

"Minum, dong ... udah gue bikinin juga."

Gue mendekatkan cangkir ke mulut. Aromanya aja sudah seenak ini, apalagi rasanya.

"Gimana? Enak gak?"

"Enak! Enak banget."

"Mery."

"Hah?"

Dia menjulurkan tangan.

"Oh! I-iya ... Mardo."

Dia yang sekarang gue ketahui bernama Mery ini adalah seorang cewek berkacamata bulat dengan rambut panjang berkepang dua. Ada tahi lalat di dagu kirinya, membuat wajahnya terlihat semakin putih. Salah satu tangannya yang ada di atas meja memakai gelang benang berwarna ungu dan merah muda.

"Gelangnya ... bagus," kata gue.

"Gelang lo juga."

Gue bingung, dong. Gue, kan gak pakai gelang.

"Hah? Gelang ... a-apa?"

Dia mengeluarkan gelang benang berwarna hitam dari saku bajunya.

"Coba lo pake, deh."

Gue memakainya di tangan kanan gue. Bagus juga.

"Jadi ... sekarang hutang gue nambah satu lagi, ya?"

Dia cuma tersenyum.

"Buat lo. Jaga baik-baik, ya. Bikinnya gak gampang soalnya."

Dia kemudian pergi sambil membawa cangkir kopi yang sudah habis. Gue memandangi gelang baru itu. Pasti keren banget kalau misalnya gue pakai waktu megang pedang. Nanti gue coba, deh waktu di rumah.

"Senyum-senyum aja lo. Mentang-mentang dapat kopi gratis," kata Sulay.

"Dapat gelang juga, Pak."

Gak kerasa hari sudah malam, dan kami gak ngapa-ngapain sejak tadi. Gak ada kerjaan, gak ada apa pun yang penting. Bahkan Sulay kelihatannya sibuk sendiri dengan HP-nya. Akhirnya, gue disuruh pulang aja. Seperti malam sebelumnya, lagi-lagi lampu kamar mandi dan keran air menyala. Gue curiga ini adalah maling yang sama. Gue pun masuk ke kamar perlahan, mengambil pedang yang sejak tadi malam terbungkus daun pisang. Benar aja, dipadukan sama gelang baru gue, gue kelihatan keren banget!

Gue berdiri di depan kamar mandi. Keran air masih menyala, lalu dengan berani gue mendobrak masuk! Kosong. Gak ada siapa-siapa, gak ada lantai basah, yang ada cuma kelopak bunga mawar yang sudah gue lihat sebelumnya. Gue keluar kamar mandi, dan semua lampu tiba-tiba mati. Gue mencoba berjalan walau nabrak sana-sini. Di kegelapan itu, pintu diketuk. Terdengar suara cewek memanggil nama gue.

"Siapa?" tanya gue sedikit teriak.

"Mery."

Episodes
1 BAB 1: Ingin Kerja
2 BAB 2: Rekan Kerja
3 BAB 3: Risiko Kerja
4 BAB 4: Kontrak Kerja
5 BAB 5: Pulang Kerja
6 BAB 6: Efek Kerja
7 BAB 7: Masuk Kerja
8 BAB 8: Latihan Kerja
9 BAB 9: Mulai Kerja
10 BAB 10: Cara Kerja
11 BAB 11: Dampak Kerja
12 BAB 12: Racun Kerja
13 BAB 13: Api Kerja
14 BAB 14: Warna Kerja
15 BAB 15: Spirit Kerja
16 BAB 16: Awal Kerja
17 BAB 17: Dandanan Kerja
18 BAB 18: Bulan Kerja
19 BAB 19: Amarah Kerja
20 BAB 20: Rencana Kerja
21 BAB 21: Mery dan Lukanya
22 BAB 22: Berkas dan Nasi Gorengnya
23 BAB 23: Dea dan Perasaannya
24 BAB 24: Es Krim dan Bayangannya
25 BAB 25: Bunga Kuning dan Wujudnya
26 BAB 26: Kotak dan Pitanya
27 BAB 27: Kuyang dan Kekuatannya
28 BAB 28: Senyuman dan Langkahnya
29 BAB 29: Sihir dan Warnanya
30 BAB 30: Pasar Gaib dan Uangnya
31 BAB 31: Kuda dan Topengnya
32 BAB 32: Air Mata dan Kecepatannya
33 BAB 33: Bulan Pucat dan Alasannya
34 BAB 34: Perebutan dan Jawabannya
35 BAB 35: Naya dan Sayapnya
36 BAB 36: Asap Hijau dan Aromanya
37 BAB 37: Latihan dan Waktunya
38 BAB 38: Bambu dan Suaranya
39 BAB 39: Bandara dan Kemauannya
40 BAB 40: Torgol dan Misinya
41 BAB 41: Sebuah Perjalanan
42 BAB 42: Sebuah Rumah
43 BAB 43: Sebuah Cerita
44 BAB 44: Sebuah Tanggal
45 BAB 45: Sebuah Pohon
46 BAB 46: Sebuah Rooftop
47 BAB 47: Sebuah Ambisi
48 BAB 48: Sebuah Persiapan
49 BAB 49: Sebuah Pertemuan
50 BAB 50: Sebuah Perbincangan
51 BAB 51: Sebuah Informasi
52 BAB 52: Sebuah Patahan
53 BAB 53: Sebuah Pengobatan
54 BAB 54: Sebuah Gaji
55 BAB 55: Sebuah Perkumpulan
56 BAB 56: Sebuah Bank
57 BAB 57: Sebuah Gambaran
58 BAB 58: Sebuah Warna
59 BAB 59: Sebuah Pencurian
60 BAB 60: Sebuah Batu
61 BAB 61: Cerita Material Itu
62 BAB 62: Cerita Buku Itu
63 BAB 63: Cerita Mobil Itu
64 BAB 64: Cerita Pasar Itu
65 BAB 65: Cerita Penangkapan Itu
66 BAB 66: Cerita Pelarian Itu
67 BAB 67: Cerita Mbah Itu
68 BAB 68: Cerita Sekolah Itu
69 BAB 69: Cerita Cewek Itu
70 BAB 70: Cerita Bubur Itu
71 BAB 71: Cerita Dinding Itu
72 BAB 72: Cerita Sungai Itu
73 BAB 73: Cerita Penempa Itu
74 BAB 74: Cerita Pedang Itu
75 BAB 75: Cerita Luka Itu
76 BAB 76: Cerita Serangan Itu
77 BAB 77: Cerita Pertikaian Itu
78 BAB 78: Cerita Video Itu
79 BAB 79: Cerita Gang Itu
80 BAB 80: Cerita Kucing Itu
81 BAB 81: Tentang Vivin dan Nita
82 BAB 82: Tentang Gosip di Kantor
83 BAB 83: Tentang Mencari Barang
84 BAB 84: Tentang Sebuah Flashdisk
85 BAB 85: Tentang Hantu yang Kecewa
Episodes

Updated 85 Episodes

1
BAB 1: Ingin Kerja
2
BAB 2: Rekan Kerja
3
BAB 3: Risiko Kerja
4
BAB 4: Kontrak Kerja
5
BAB 5: Pulang Kerja
6
BAB 6: Efek Kerja
7
BAB 7: Masuk Kerja
8
BAB 8: Latihan Kerja
9
BAB 9: Mulai Kerja
10
BAB 10: Cara Kerja
11
BAB 11: Dampak Kerja
12
BAB 12: Racun Kerja
13
BAB 13: Api Kerja
14
BAB 14: Warna Kerja
15
BAB 15: Spirit Kerja
16
BAB 16: Awal Kerja
17
BAB 17: Dandanan Kerja
18
BAB 18: Bulan Kerja
19
BAB 19: Amarah Kerja
20
BAB 20: Rencana Kerja
21
BAB 21: Mery dan Lukanya
22
BAB 22: Berkas dan Nasi Gorengnya
23
BAB 23: Dea dan Perasaannya
24
BAB 24: Es Krim dan Bayangannya
25
BAB 25: Bunga Kuning dan Wujudnya
26
BAB 26: Kotak dan Pitanya
27
BAB 27: Kuyang dan Kekuatannya
28
BAB 28: Senyuman dan Langkahnya
29
BAB 29: Sihir dan Warnanya
30
BAB 30: Pasar Gaib dan Uangnya
31
BAB 31: Kuda dan Topengnya
32
BAB 32: Air Mata dan Kecepatannya
33
BAB 33: Bulan Pucat dan Alasannya
34
BAB 34: Perebutan dan Jawabannya
35
BAB 35: Naya dan Sayapnya
36
BAB 36: Asap Hijau dan Aromanya
37
BAB 37: Latihan dan Waktunya
38
BAB 38: Bambu dan Suaranya
39
BAB 39: Bandara dan Kemauannya
40
BAB 40: Torgol dan Misinya
41
BAB 41: Sebuah Perjalanan
42
BAB 42: Sebuah Rumah
43
BAB 43: Sebuah Cerita
44
BAB 44: Sebuah Tanggal
45
BAB 45: Sebuah Pohon
46
BAB 46: Sebuah Rooftop
47
BAB 47: Sebuah Ambisi
48
BAB 48: Sebuah Persiapan
49
BAB 49: Sebuah Pertemuan
50
BAB 50: Sebuah Perbincangan
51
BAB 51: Sebuah Informasi
52
BAB 52: Sebuah Patahan
53
BAB 53: Sebuah Pengobatan
54
BAB 54: Sebuah Gaji
55
BAB 55: Sebuah Perkumpulan
56
BAB 56: Sebuah Bank
57
BAB 57: Sebuah Gambaran
58
BAB 58: Sebuah Warna
59
BAB 59: Sebuah Pencurian
60
BAB 60: Sebuah Batu
61
BAB 61: Cerita Material Itu
62
BAB 62: Cerita Buku Itu
63
BAB 63: Cerita Mobil Itu
64
BAB 64: Cerita Pasar Itu
65
BAB 65: Cerita Penangkapan Itu
66
BAB 66: Cerita Pelarian Itu
67
BAB 67: Cerita Mbah Itu
68
BAB 68: Cerita Sekolah Itu
69
BAB 69: Cerita Cewek Itu
70
BAB 70: Cerita Bubur Itu
71
BAB 71: Cerita Dinding Itu
72
BAB 72: Cerita Sungai Itu
73
BAB 73: Cerita Penempa Itu
74
BAB 74: Cerita Pedang Itu
75
BAB 75: Cerita Luka Itu
76
BAB 76: Cerita Serangan Itu
77
BAB 77: Cerita Pertikaian Itu
78
BAB 78: Cerita Video Itu
79
BAB 79: Cerita Gang Itu
80
BAB 80: Cerita Kucing Itu
81
BAB 81: Tentang Vivin dan Nita
82
BAB 82: Tentang Gosip di Kantor
83
BAB 83: Tentang Mencari Barang
84
BAB 84: Tentang Sebuah Flashdisk
85
BAB 85: Tentang Hantu yang Kecewa

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!