BAB 2: Rekan Kerja

Sebuah pesan WhatsApp yang berisikan lokasi pertemuan baru aja masuk ke HP gue. Lokasi itu adalah area pemakaman yang kalau berdasarkan Maps berjarak 2 km. Pengirim pesan itu adalah seorang pria bernama Sulay. Pria ini adalah orang yang akan menemui gue di lokasi tersebut. Kalau berdasarkan profil picturenya, sepertinya dia adalah orang yang ingin menjadi hokage karena wajah Naruto terpasang di sana.

Menempuh perjalanan berjarak 2 km dari rumah, dengan janji akan bertemu jam 11 malam, maka gue dengan senang hati berangkat sore hari. Gue gak suka membuat orang lain menunggu. Mengendarai motor Honda Supra Fit keluaran tahun 2006, gue menembus sore untuk sebuah perjalanan yang dapat mengantarkan gue kepada kekayaan. Sampai pada akhirnya sebuah tanya masuk ke dalam helm gue: mau kaya raya sebenarnya buat apa, sih?

Jawabannya adalah seorang wanita yang sedang duduk sendirian di sebuah kedai kopi yang baru gue lewati 10 meter. Gue berhenti di pinggir jalan sambil memastikan apakah gue hanya salah lihat. Setelah yakin kalau dia hanya sendirian, gue putar balik. Suara motor gue yang sudah tua membuatnya menoleh. Dia kaget melihat gue yang saat ini hampir menjadi jutawan. Gue berjalan pelan menghampirinya.

"Kamu ... kenapa ke sini?" katanya.

"Cuma lewat."

Dulu, dia adalah gadis feminim yang paling gak suka dengan rambut pendek. Walaupun gue sering bilang jangan pernah membatasi diri untuk berekspresi. Dan dia juga sering bilang kalau itu masalah prinsip.

"Lagi ngapain?" tanya gue.

"Mau lihat sunset."

"Oh, gitu."

Takut membuat dia merasa gak nyaman dengan kehadiran gue yang berpakaian mata-mata, gue pun pergi dan melanjutkan perjalanan. Sebelum pergi, gue memperhatikan rambut pendeknya yang hitam bergelombang.

"Rambutnya cocok di kamu. Aku pergi dulu, ya."

Tanpa menunggu dia bersuara gue langsung pergi aja. Jam 11 malam masih lama dan gue sudah sampai di lokasi tersebut. Masih belum terlalu gelap sehingga gue bisa melihat hampir keseluruhan kuburan ini. Lokasinya jauh dari pemukiman penduduk, makanya terasa sangat sepi di sini. Gue mendekati sebuah bangunan. Gue gak tahu itu apa namanya, yang jelas itu seperti tempat orang untuk duduk atau berteduh. Banyak kembang warna-warni berhamburan di lantainya. Karena gue suka kebersihan, maka sambil menunggu rekan kerja, gue bersihkan aja tempat itu.

Lantainya sudah bersih, semua kembang tadi gue masukkan ke dalam karung berwarna kuning yang bergelantungan di atap. Entah siapa yang menaruhnya di sana. Masih jauh dari jam 11, artinya gue masih punya waktu untuk membersihkan yang lainnya. Gue membuang air yang ada di dalam botol-botol karena pasti akan mengundang nyamuk untuk bertelur, dan itu bahaya buat masyarakat. Gue juga merapikan kertas-kertas bertulisan unik yang tidak bisa gue baca lalu gue pindahkan ke pojok.

Beres! Rapi dan bersih! Karena barang bawaan gue lumayan banyak, dan sepertinya ini bisa jadi tempat mengintai yang baik, gue pun menaruh semua barang bawaan gue di sini. Gue merasa mendengar suara bising di telinga gue. Seperti serangga malam, tapi juga seperti suara orang berbisik-bisik. Dengan sigap gue menyalakan obat nyamuk bakar dan tentu aja sebuah musik dengan speaker bluetooth.

Di antara kepulan asap putih obat nyamuk itu, gue seperti melihat seseorang sedang berdiri menatap gue. Gue tidak yakin itu orang, tapi gue yakin itu perempuan. Dia cuma berdiri dan tidak bergerak, itu artinya ... gue salah lihat alias mengantuk. Untungnya gue ini jenius, dengan senyum lebar gue mengeluarkan sekotak obat tetes mata, dan langsung memakainya. Asap obat nyamuk gue menjadi liar, membuat gue terbatuk-batuk, lalu gue mendengar suara cewek teriak.

Hahaha ... jangan meremehkan speaker bluetooth gue! Ukurannya memang kecil tapi suaranya masih bisa lebih kencang dan sudah stereo! Gue membesarkan volume musik yang kebetulan adalah lagu Pintu Sorga-nya Gigi. Bayangan cewek itu entah kenapa terasa semakin dekat dan mulai tercium aroma yang gak enak. Aha! Inilah saatnya menyeduh kopi. Untungnya mantan gue itu adalah pencinta kopi jadinya sedikit banyak gue ngerti cara bikin kopi karena dia.

Tentu aja, selain membawa biji kopi gue juga harus membawa grinder manual dan french press. Gue yakin, aroma kopi ini akan mengalahkan bau gak enak itu. Untungnya gue ini bukan penyuka gula, sehingga kopi pahit bukan sesuatu yang buruk bagi gue. Ternyata kopi bikinan gue enak juga. Saking menikmatinya, sampai-sampai gue sudah cuek aja sama bayangan cewek yang gue rasa semakin dekat ini.

Kalau harus digambarin lewat kata-kata, bayangan cewek di depan gue ini seperti cewek yang masih muda, tapi gak pernah mandi. Jadinya rambutnya sangat-amat tidak seperti duta shampo. Baunya juga seperti pupup kambing. Namun, aroma dari kopi robusta yang diseduh dengan suhu 90 derajat celsius mengalahkan semua itu. Entah karena kemasukan kafein, jadinya gue seperti melihat bayangan cewek itu melotot kepada gue.

Tatapannya itu gak enak banget! Eits ...! jangan lupakan kejeniusan gue lainnya! Gue mengeluarkan kacamata hitam lalu memasangnya dengan penuh gaya dan rasa percaya diri. Anjir! Jadi gelap semuanya! Dengan dikelilingi asap obat nyamuk, musik keras yang sekarang memainkan lagu Kangen Band, ditambah secangkir kopi dan kacamata hitam, gue benar-benar keren. HP gue yang menggunakan ringtone lagu Indonesia Raya berbunyi. Gue melihat sebuah panggilan WhatsApp dari Naruto. Ini pasti rekan kerja gue, si Sulay.

"Halo, sudah sampai mana?" katanya.

"Sudah di lokasi, Pak."

"Hah!? Kenapa sudah di sana!? 'kan sudah gue bilang jangan masuk sendirian ... bahaya!"

"Oh, gitu, ya, Pak ... maaf ... maaf."

"Sekarang lo di mana?"

"Lagi duduk, nih di ... apa, ya ini namanya? Pendopo, ya?"

Telpon terputus. Akhirnya, bayangan cewek di depan gue ini bergerak. Dia seperti membentangkan kedua tangannya sambil mengeluarkan suara pekikan yang membuat speaker bluetooth gue kalah gengsi. Walaupun gue memakai kacamata hitam, bayangan cewek itu terlihat berwarna putih terang. Speaker bluetooth gue tiba-tiba mati. Cangkir kopi gue juga pecah dengan aneh. Gue merasa kepanasan seiring mendekatnya cewek itu.

Disaat-saat panik itulah, seseorang dengan pakaian serba hitam memukul mundur cewek itu dengan tangan kanannya. Bayangan cewek itu berteriak, lalu lenyap dari pandangan mata. Gue melepas kacamata, dan melihat sosok cowok yang baru aja menyelamatkan gue. Sebelum dia menatap gue, dia memperhatikan lantai pendopo yang sudah gue bersihkan sebelumnya.

"Lo Mardo, kan?"

"I-iya."

"Kenapa lantainya bersih gini? Kata si Bos semuanya udah disiapin?"

"Oh, tadi saya yang bersihin, Pak."

Cowok itu kaget dan maju selangkah.

"LO BERSIHIN!? KENAPA!?"

"Supaya bersih, Pak."

"Bukan itu! Maksud gue kenapa lo gak mati!?"

"Hah?"

Cowok itu memperhatikan sekeliling dengan waspada.

"Oke lupain aja. Lo orang baru, kan? Kenalin, gue Sulay. Mulai hari ini kita satu tim."

Kami berjabat tangan. Di antara kepulan asap obat nyamuk. Sulay memeriksa pendopo tempat kami sekarang. Sesekali dia menatap gue sambil menggeleng-gelengkan kepala. Gue juga mengecek keadaan cangkir kopi gue yang pecah.

"Kenapa pecahnya kayak gini, ya? Kayak habis dicengkram kuku."

Sulay mengangkat cangkir itu.

"Kayaknya dia gak suka kopi ini."

Gue membereskan sisa-sisa pecahan cangkir sementara Sulay memeriksa sekeliling. Dia memeriksa taburan bunga yang sebelumnya sudah gue masukkan ke dalam karung berwarna kuning.

"Sebelum lo bersihin kembang-kembang ini, lo mencium aromanya nggak?"

"Enggak, Pak. Kebetulan saya lagi pilek jadinya hidung agak buntu. Baru bisa nyium lagi pas tadi bikin kopi."

"Aneh. Kenapa dia gak semenakutkan yang dibilang si Bos, ya? Apa jangan-jangan ...."

Terpopuler

Comments

Minartie

Minartie

cerita bagus and lucu ..pokoknya suka banget

2025-02-03

1

art_zahi

art_zahi

Gak sabar pengin baca kelanjutan karya mu, thor!

2025-01-04

2

lihat semua
Episodes
1 BAB 1: Ingin Kerja
2 BAB 2: Rekan Kerja
3 BAB 3: Risiko Kerja
4 BAB 4: Kontrak Kerja
5 BAB 5: Pulang Kerja
6 BAB 6: Efek Kerja
7 BAB 7: Masuk Kerja
8 BAB 8: Latihan Kerja
9 BAB 9: Mulai Kerja
10 BAB 10: Cara Kerja
11 BAB 11: Dampak Kerja
12 BAB 12: Racun Kerja
13 BAB 13: Api Kerja
14 BAB 14: Warna Kerja
15 BAB 15: Spirit Kerja
16 BAB 16: Awal Kerja
17 BAB 17: Dandanan Kerja
18 BAB 18: Bulan Kerja
19 BAB 19: Amarah Kerja
20 BAB 20: Rencana Kerja
21 BAB 21: Mery dan Lukanya
22 BAB 22: Berkas dan Nasi Gorengnya
23 BAB 23: Dea dan Perasaannya
24 BAB 24: Es Krim dan Bayangannya
25 BAB 25: Bunga Kuning dan Wujudnya
26 BAB 26: Kotak dan Pitanya
27 BAB 27: Kuyang dan Kekuatannya
28 BAB 28: Senyuman dan Langkahnya
29 BAB 29: Sihir dan Warnanya
30 BAB 30: Pasar Gaib dan Uangnya
31 BAB 31: Kuda dan Topengnya
32 BAB 32: Air Mata dan Kecepatannya
33 BAB 33: Bulan Pucat dan Alasannya
34 BAB 34: Perebutan dan Jawabannya
35 BAB 35: Naya dan Sayapnya
36 BAB 36: Asap Hijau dan Aromanya
37 BAB 37: Latihan dan Waktunya
38 BAB 38: Bambu dan Suaranya
39 BAB 39: Bandara dan Kemauannya
40 BAB 40: Torgol dan Misinya
41 BAB 41: Sebuah Perjalanan
42 BAB 42: Sebuah Rumah
43 BAB 43: Sebuah Cerita
44 BAB 44: Sebuah Tanggal
45 BAB 45: Sebuah Pohon
46 BAB 46: Sebuah Rooftop
47 BAB 47: Sebuah Ambisi
48 BAB 48: Sebuah Persiapan
49 BAB 49: Sebuah Pertemuan
50 BAB 50: Sebuah Perbincangan
51 BAB 51: Sebuah Informasi
52 BAB 52: Sebuah Patahan
53 BAB 53: Sebuah Pengobatan
54 BAB 54: Sebuah Gaji
55 BAB 55: Sebuah Perkumpulan
56 BAB 56: Sebuah Bank
57 BAB 57: Sebuah Gambaran
58 BAB 58: Sebuah Warna
59 BAB 59: Sebuah Pencurian
60 BAB 60: Sebuah Batu
61 BAB 61: Cerita Material Itu
62 BAB 62: Cerita Buku Itu
63 BAB 63: Cerita Mobil Itu
64 BAB 64: Cerita Pasar Itu
65 BAB 65: Cerita Penangkapan Itu
66 BAB 66: Cerita Pelarian Itu
67 BAB 67: Cerita Mbah Itu
68 BAB 68: Cerita Sekolah Itu
69 BAB 69: Cerita Cewek Itu
70 BAB 70: Cerita Bubur Itu
71 BAB 71: Cerita Dinding Itu
72 BAB 72: Cerita Sungai Itu
73 BAB 73: Cerita Penempa Itu
74 BAB 74: Cerita Pedang Itu
75 BAB 75: Cerita Luka Itu
76 BAB 76: Cerita Serangan Itu
77 BAB 77: Cerita Pertikaian Itu
78 BAB 78: Cerita Video Itu
79 BAB 79: Cerita Gang Itu
80 BAB 80: Cerita Kucing Itu
81 BAB 81: Tentang Vivin dan Nita
82 BAB 82: Tentang Gosip di Kantor
83 BAB 83: Tentang Mencari Barang
84 BAB 84: Tentang Sebuah Flashdisk
85 BAB 85: Tentang Hantu yang Kecewa
Episodes

Updated 85 Episodes

1
BAB 1: Ingin Kerja
2
BAB 2: Rekan Kerja
3
BAB 3: Risiko Kerja
4
BAB 4: Kontrak Kerja
5
BAB 5: Pulang Kerja
6
BAB 6: Efek Kerja
7
BAB 7: Masuk Kerja
8
BAB 8: Latihan Kerja
9
BAB 9: Mulai Kerja
10
BAB 10: Cara Kerja
11
BAB 11: Dampak Kerja
12
BAB 12: Racun Kerja
13
BAB 13: Api Kerja
14
BAB 14: Warna Kerja
15
BAB 15: Spirit Kerja
16
BAB 16: Awal Kerja
17
BAB 17: Dandanan Kerja
18
BAB 18: Bulan Kerja
19
BAB 19: Amarah Kerja
20
BAB 20: Rencana Kerja
21
BAB 21: Mery dan Lukanya
22
BAB 22: Berkas dan Nasi Gorengnya
23
BAB 23: Dea dan Perasaannya
24
BAB 24: Es Krim dan Bayangannya
25
BAB 25: Bunga Kuning dan Wujudnya
26
BAB 26: Kotak dan Pitanya
27
BAB 27: Kuyang dan Kekuatannya
28
BAB 28: Senyuman dan Langkahnya
29
BAB 29: Sihir dan Warnanya
30
BAB 30: Pasar Gaib dan Uangnya
31
BAB 31: Kuda dan Topengnya
32
BAB 32: Air Mata dan Kecepatannya
33
BAB 33: Bulan Pucat dan Alasannya
34
BAB 34: Perebutan dan Jawabannya
35
BAB 35: Naya dan Sayapnya
36
BAB 36: Asap Hijau dan Aromanya
37
BAB 37: Latihan dan Waktunya
38
BAB 38: Bambu dan Suaranya
39
BAB 39: Bandara dan Kemauannya
40
BAB 40: Torgol dan Misinya
41
BAB 41: Sebuah Perjalanan
42
BAB 42: Sebuah Rumah
43
BAB 43: Sebuah Cerita
44
BAB 44: Sebuah Tanggal
45
BAB 45: Sebuah Pohon
46
BAB 46: Sebuah Rooftop
47
BAB 47: Sebuah Ambisi
48
BAB 48: Sebuah Persiapan
49
BAB 49: Sebuah Pertemuan
50
BAB 50: Sebuah Perbincangan
51
BAB 51: Sebuah Informasi
52
BAB 52: Sebuah Patahan
53
BAB 53: Sebuah Pengobatan
54
BAB 54: Sebuah Gaji
55
BAB 55: Sebuah Perkumpulan
56
BAB 56: Sebuah Bank
57
BAB 57: Sebuah Gambaran
58
BAB 58: Sebuah Warna
59
BAB 59: Sebuah Pencurian
60
BAB 60: Sebuah Batu
61
BAB 61: Cerita Material Itu
62
BAB 62: Cerita Buku Itu
63
BAB 63: Cerita Mobil Itu
64
BAB 64: Cerita Pasar Itu
65
BAB 65: Cerita Penangkapan Itu
66
BAB 66: Cerita Pelarian Itu
67
BAB 67: Cerita Mbah Itu
68
BAB 68: Cerita Sekolah Itu
69
BAB 69: Cerita Cewek Itu
70
BAB 70: Cerita Bubur Itu
71
BAB 71: Cerita Dinding Itu
72
BAB 72: Cerita Sungai Itu
73
BAB 73: Cerita Penempa Itu
74
BAB 74: Cerita Pedang Itu
75
BAB 75: Cerita Luka Itu
76
BAB 76: Cerita Serangan Itu
77
BAB 77: Cerita Pertikaian Itu
78
BAB 78: Cerita Video Itu
79
BAB 79: Cerita Gang Itu
80
BAB 80: Cerita Kucing Itu
81
BAB 81: Tentang Vivin dan Nita
82
BAB 82: Tentang Gosip di Kantor
83
BAB 83: Tentang Mencari Barang
84
BAB 84: Tentang Sebuah Flashdisk
85
BAB 85: Tentang Hantu yang Kecewa

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!