5. Sabotase

Alika melangkah keluar dari rumah sakit dengan Adriel dalam gendongannya. Bayi itu adalah putra Arlan, yang kehilangan ibunya saat dilahirkan.

Alika sendiri datang ke kota tanpa tujuan dalam keadaan hamil besar dan hati hancur setelah memergoki suaminya berselingkuh dengan ibu kandungnya. Namun, takdir kembali menghantamnya, bayinya meninggal sebelum sempat lahir. Dalam keputusasaan, ia bertemu Adriel yang terus menangis dan menolak susu formula. Hatinya tergerak, dan ia pun menyusuinya.

Sejak itu, Arlan mengontrak Alika sebagai ibu susu Adriel dan memintanya tinggal di rumahnya. Ketulusan dan kasih sayang Alika perlahan mengusik hati Arlan, namun ia menolak mengakui perasaannya, dihantui rasa bersalah karena begitu cepat jatuh cinta setelah kepergian istrinya.

Arlan duduk di ruang tunggu rumah sakit bersama Widi. Sementara ibunya menunggu dengan tak tenang, pikirannya melayang ke kejadian semalam. Ia berusaha mengingat kembali setiap detail.

Alika.

Nama itu langsung muncul di benaknya. "Semalam... aku yakin bersama Alika. Aku bisa mengingat kelembutan yang tidak mungkin berasal dari Terry. Aku ingat samar-samar suara Alika, aroma khasnya, dan sentuhan yang tidak terasa asing."

Arlan mengepalkan tangan, merasa ada yang tidak beres. Jika benar dia bersama Alika, kenapa sekarang Terry yang mengklaim hal itu?

Pikirannya melompat ke sore sebelum ia mabuk, ke momen ketika ia menjemput Alika dan Adriel dari rumah makan milik Alika.

Ia baru saja keluar dari mobil ketika matanya menangkap sosok Alika sedang berbicara akrab dengan seorang pria. Adi.

Arlan tidak mengenal pria itu secara langsung, tetapi dari cara mereka berbicara dan tertawa bersama, terlihat jelas mereka memiliki hubungan baik.

Lalu, ia mendengar percakapan yang membuat dadanya terasa sesak.

Seorang wanita yang ternyata ibu dari pria itu, berbicara dengan Arya, ayah Alika. “Pak Arya, lihatlah, putra-putri kita sangat cocok. Saya ingin melamar putri Pak Arya untuk putra saya Adi setelah Alika menyelesaikan kontraknya sebagai ibu susu Adriel.”

Arya mengangguk tenang. “Asal Alika setuju, saya tidak masalah. Kita bisa menikahkan mereka secepatnya.”

Arlan mengepalkan tangannya saat itu. Menikahkan mereka secepatnya?

Entah kenapa, perasaan tidak nyaman menyelubungi hatinya. Seharusnya ia tidak peduli, tetapi entah mengapa hatinya terasa berat. Kenapa ia merasa tidak rela?

Namun, ia menepis semua pikirannya. Ini bukan urusannya.

Bersamaan dengan itu, ia juga tengah menghadapi masalah serius di perusahaan kontraktornya. Ada kendala besar dalam proyek yang sedang dikerjakan, yang bisa berujung pada denda besar jika tidak segera diselesaikan.

Masalah di perusahaan, kecemburuan yang tidak ia akui, dan emosi yang bercampur aduk membuatnya kehilangan kendali.

Malam itu, ia berakhir di bar, sesuatu yang belum pernah ia lakukan sebelumnya. Satu gelas alkohol berubah menjadi dua, lalu tiga... dan setelah itu, ia hanya mengingat kilasan ingatan samar-samar tentang Alika.

Dan sekarang, Terry mengklaim bahwa ia tidur dengannya?

Arlan semakin yakin ada yang tidak beres. Ia menatap tajam pintu ruang pemeriksaan tempat Terry berada. Ada sesuatu yang harus ia selidiki lebih dalam.

Terry keluar dari ruang pemeriksaan dengan ekspresi yang sulit dibaca. Widi dan Arlan yang menunggu di luar segera menghampirinya.

"Bagaimana hasilnya?" Widi bertanya dengan nada cemas.

Seorang petugas medis yang ikut keluar dari ruangan menjelaskan, "Hasil tes akan keluar dalam waktu satu minggu. Kami akan menghubungi jika sudah tersedia."

Widi mengangguk memahami, sementara Arlan tetap memasang ekspresi dingin dan tak banyak bicara. Terry melirik Arlan sekilas sebelum menghela napas panjang, seolah terbebani oleh situasi ini.

"Kalau begitu, kita pulang dulu," kata Widi akhirnya, berusaha tetap tenang.

Tanpa banyak bicara, mereka meninggalkan rumah sakit. Dari sudut matanya, Terry menatap mobil Arlan dan Widi yang melaju menjauh, lalu menyunggingkan senyum licik. Rencananya berjalan sesuai harapan.

Ia mengingat kembali momen saat mereka tiba di rumah sakit. Begitu sampai di ruang pemeriksaan, mereka diberitahu bahwa harus menunggu giliran. Tanpa ragu, Terry melihat itu sebagai kesempatan yang harus dimanfaatkan sebaik mungkin.

"Aku ke toilet sebentar, Tante," ujarnya dengan nada mendesak.

Widi mengangguk penuh simpati. “Baik, jangan lama-lama, Terry.”

Tanpa menunggu reaksi Arlan, Terry melangkah cepat menuju lorong rumah sakit. Namun, bukan toilet yang ia tuju, melainkan laboratorium tempat hasil tes diproses. Karena ponselnya hilang, ia harus bertindak langsung.

Begitu sampai di dekat ruang laboratorium, Terry menyapu pandangan, mencari seseorang yang bisa membantunya. Senyumnya muncul saat melihat Reza, seorang teknisi lab yang menyimpan rahasia besar, kasus kelalaian yang hampir membuatnya kehilangan pekerjaannya. Terry adalah satu-satunya orang yang mengetahui insiden itu, dan ia pernah membantu menutupinya agar Reza tetap bisa bekerja.

Terry segera mendekatinya dan berbisik, “Reza, aku butuh bantuanmu.”

Reza menatap Terry curiga. Ia tahu, bantuan yang diminta Terry kali ini pasti bukan hal sepele. “Terry? Ada apa?”

Terry menurunkan suaranya lebih pelan. “Aku butuh hasil tes yang membuktikan bahwa aku tidur dengan seseorang. Kau mengerti maksudku, 'kan?”

Reza langsung menggeleng. “Gila kau! Ini berisiko besar. Kalau ketahuan—”

Terry menatapnya tajam. “Aku tidak akan memintamu kalau ini tidak mendesak. Aku hanya ingin sedikit perubahan di data. Lagipula, aku yakin kau tidak ingin orang-orang tahu tentang kelalaianmu yang hampir membuatmu kehilangan pekerjaan, 'kan?”

Reza menegang, lalu melirik ke sekeliling dengan waspada. "Aku butuh waktu."

Terry mengangguk, menahan senyum. "Baik, aku akan kembali ke ruang tunggu."

Ada rasa lega di dadanya. Setidaknya, urusan tes DNA kini ada di tangan Reza. Namun, baru beberapa langkah meninggalkan laboratorium, pikirannya terusik oleh sesuatu. Masih ada satu ancaman yang bisa membongkar kebohongannya, rekaman CCTV di rumah Arlan.

Langkah Terry terhenti. Ia memejamkan mata sejenak, lalu berbalik. "Reza, boleh aku pinjam ponselmu sebentar?" tanyanya dengan suara lembut namun mendesak.

Reza menatapnya ragu, tapi akhirnya menyerahkan ponselnya. Tanpa membuang waktu, Terry membuka buku catatan kecil yang selalu ia simpan di dalam tasnya. Jari-jarinya menelusuri halaman kertas yang sudah mulai kusut hingga akhirnya berhenti pada satu nama: "Beni - IT Specialist".

Ia harus memastikan rekaman itu lenyap sebelum Arlan sempat menyelidikinya.

Terry segera menelepon. Setelah beberapa dering, suara berat di ujung telepon menjawab, “Siapa ini?”

“Aku butuh bantuanmu,” Terry berbicara pelan tetapi tegas. “Ini Terry.”

Hening sejenak sebelum suara itu kembali terdengar, “Terry? Lama sekali kau tidak menghubungiku. Ada masalah?”

“Aku ingin kau menghapus sesuatu,” katanya, matanya berkilat penuh perhitungan. “Aku butuh rekaman CCTV di rumah seseorang dihapus. Khususnya rekaman dari tengah malam hingga pagi tadi.”

Beni terkekeh kecil. “Menarik. Rumah siapa?”

“Arlando Wijaya.”

Hening sesaat, lalu Beni berdesis, “Arlando Wijaya? Kontraktor itu? Sistem keamanannya pasti tidak sembarangan.”

“Itu tugasmu untuk mengatasinya,” kata Terry tajam. “Bisa atau tidak?”

Beni terdiam beberapa detik, lalu menjawab dengan nada percaya diri, “Tentu bisa, asal kau bisa membayar harga yang sesuai.”

Terry tersenyum kecil. “Kau tahu aku selalu punya cara untuk membayar.”

“Baik. Aku akan butuh akses jaringan rumahnya, atau setidaknya informasi tentang sistem yang mereka gunakan.”

“Aku bisa memberimu detailnya,” Terry menimpali cepat. “Pastikan tidak ada jejak yang tertinggal. Aku ingin semua rekaman dari saat aku keluar kamar hingga aku kembali benar-benar hilang. Jika bisa, buat saja seolah sistem mengalami gangguan.”

“Aku mengerti. Aku akan segera menghubungimu lagi.”

Terry mengakhiri panggilan, lalu menatap layar ponsel Reza dengan ekspresi puas. Masalah terbesar hampir terselesaikan. Sekarang, tidak ada celah bagi Arlan untuk membuktikan bahwa ia tidak tidur dengannya.

Mengingat betapa cepat dan lancarnya ia menyabotase tes DNA serta rekaman CCTV di rumah Arlan, Terry tersenyum puas. Dengan semua bukti telah dimanipulasi, hasil tes pasti akan menyatakan bahwa Arlan memang tidur dengannya, dan Arlan tak akan pernah menemukan rekaman yang bisa membuktikan sebaliknya.

...🌸❤️🌸...

.

To be continued

Terpopuler

Comments

mbok Darmi

mbok Darmi

semoga Arlan juga melakukan hal yg sama sdh mengambil rekaman dan juga menempatkan orang untuk mengawasi hasil test terry, jgn sampai kelicikan terry mulus dan berhasil jd nyonya arlan bisa besar kepala dan menindas alika

2025-01-05

3

Dwi Winarni Wina

Dwi Winarni Wina

Sepintar apapun ulet bulu terry menyimpan rehasia sangat rapih kebusukanmu pasti akan terbongkar jg...

terry sangat jahat dan licik pdhal alika yg tidur sm arkan dan meminta tanggungjawab...

2025-01-08

2

💜🌷halunya jimin n suga🌷💜

💜🌷halunya jimin n suga🌷💜

Alika Alika ngk disini ngk di sebelah apes amat nasib ya

2025-01-05

1

lihat semua
Episodes
1 1. Terkunci
2 2. Ancaman
3 3. Tes
4 4. Dilema
5 5. Sabotase
6 6. Semakin Curiga
7 7. Hasil Tes
8 8. Dukungan
9 9. Kegaduhan
10 10. Kondisi Adriel Memburuk
11 11. Periksa ke Rumah Sakit
12 12. Pilihan
13 13. Mendesak
14 14. Rencana Jahat
15 15. Malam Mencekam
16 16. Nyaris
17 17. Peringatan Arlan
18 18. Hasil Penyelidikan
19 19. Lepas Kontrol
20 20. Lamaran
21 21. Alasan
22 22. Menemui Bagas dan Widi
23 23. Dengan atau Tanpa
24 24. Setelah Bertahun-tahun
25 25. Tak Bisa Mengubah
26 26. Keinginan Alika
27 27. Luka dalam Kenangan
28 28. Penuh Pertanyaan
29 29. Ketegangan
30 30. Arya Menyadari
31 31.Sesuatu yang Berbahaya
32 32. Pesta Pernikahan
33 33. Penyelamat Situasi
34 34. Cara Membangunkan
35 35. Bangga
36 36. Rasa Iri
37 37. Keinginan Maya
38 38. Keputusan Mulya
39 39. Sulit Menahan Diri
40 40. Pagi yang Hangat
41 41. Tak Bisa Menahan
42 42. Melihat dari Jauh
43 43. Telepon yang Menganggu
44 44. Hari Ulangtahun
45 45. Penyesalan
46 46. Merasa Kikuk
47 47.Sebuah Ajakan
48 48. Merasa Bangga
49 49. Merasa Canggung
50 50. Memuji
51 51. Berdebat
52 52. Masih Gengsi
53 53. Terasa Sempurna
54 54. Gengsi
55 55. Hubungan yang Ironi
56 56. Mulai Mencair
57 57. Rasa Iba
58 58. Tulus
59 59. Awal Baru
60 60. Belajar Menerima
61 61. Belajar dari Masa Lalu
Episodes

Updated 61 Episodes

1
1. Terkunci
2
2. Ancaman
3
3. Tes
4
4. Dilema
5
5. Sabotase
6
6. Semakin Curiga
7
7. Hasil Tes
8
8. Dukungan
9
9. Kegaduhan
10
10. Kondisi Adriel Memburuk
11
11. Periksa ke Rumah Sakit
12
12. Pilihan
13
13. Mendesak
14
14. Rencana Jahat
15
15. Malam Mencekam
16
16. Nyaris
17
17. Peringatan Arlan
18
18. Hasil Penyelidikan
19
19. Lepas Kontrol
20
20. Lamaran
21
21. Alasan
22
22. Menemui Bagas dan Widi
23
23. Dengan atau Tanpa
24
24. Setelah Bertahun-tahun
25
25. Tak Bisa Mengubah
26
26. Keinginan Alika
27
27. Luka dalam Kenangan
28
28. Penuh Pertanyaan
29
29. Ketegangan
30
30. Arya Menyadari
31
31.Sesuatu yang Berbahaya
32
32. Pesta Pernikahan
33
33. Penyelamat Situasi
34
34. Cara Membangunkan
35
35. Bangga
36
36. Rasa Iri
37
37. Keinginan Maya
38
38. Keputusan Mulya
39
39. Sulit Menahan Diri
40
40. Pagi yang Hangat
41
41. Tak Bisa Menahan
42
42. Melihat dari Jauh
43
43. Telepon yang Menganggu
44
44. Hari Ulangtahun
45
45. Penyesalan
46
46. Merasa Kikuk
47
47.Sebuah Ajakan
48
48. Merasa Bangga
49
49. Merasa Canggung
50
50. Memuji
51
51. Berdebat
52
52. Masih Gengsi
53
53. Terasa Sempurna
54
54. Gengsi
55
55. Hubungan yang Ironi
56
56. Mulai Mencair
57
57. Rasa Iba
58
58. Tulus
59
59. Awal Baru
60
60. Belajar Menerima
61
61. Belajar dari Masa Lalu

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!