2. Ancaman

Keesokan harinya

Sinar matahari menerobos tirai yang setengah tertutup, menimpa wajah Alika yang terbaring di sisi ranjang. Matanya terbuka perlahan, dan rasa berat segera memenuhi dadanya saat ia menyadari apa yang telah terjadi malam itu.

Ia menoleh, melihat Arlan masih tertidur di sampingnya, wajahnya terlihat damai tetapi lelah. Ingatan samar tentang malam sebelumnya membuat tubuhnya membeku. Arlan tidak sadar sepenuhnya akan tindakannya, dan ia sendiri terperangkap dalam situasi yang di luar kendalinya.

Dengan hati-hati, Alika bangkit dari ranjang, mengenakan pakaiannya yang berserakan di lantai. Kepalanya penuh dengan pertanyaan dan rasa bersalah yang menghantui. Ia menghela napas berat, pandangannya beralih pada Arlan yang masih tertidur pulas di ranjang.

Sebelum melangkah keluar, Alika menoleh sekali lagi ke arah pria itu. Ada perasaan campur aduk yang sulit dijelaskan, antara marah, sedih, dan kecewa pada dirinya sendiri.

Saat pintu kamar itu tertutup di belakangnya, Alika tahu, apa pun yang terjadi setelah malam ini, hidup mereka tidak akan pernah sama lagi.

Namun, sebelum Alika bisa melangkah lebih jauh, suara penuh amarah menghentikannya.

"Dasar wanita murahan! Apa yang kau lakukan di kamar Arlan?"

Alika tersentak. Ia mendongak dan melihat Terry berdiri tak jauh darinya, wajahnya penuh kemarahan. Mata Terry menatap tajam, tertuju pada Alika yang masih terlihat berantakan, dengan bercak merah keunguan di lehernya yang sulit disembunyikan.

"Apa maksudmu?" tanya Alika, mencoba menguasai dirinya meski suaranya terdengar bergetar.

Terry mendekat, sorot matanya semakin tajam. "Aku tahu apa yang kau lakukan. Kau memanfaatkan keadaan Arlan! Kau pikir, dengan tidur dengannya, kau bisa mendapatkan posisi di hatinya?" ucap Terry, sinis.

Alika menggeleng, langkahnya mundur. "Aku tidak tahu apa yang kau bicarakan, Terry. Ini tidak seperti yang kau pikirkan."

"Benar-benar menjijikkan!" Terry meludah dengan suara keras. Namun, dalam hatinya, ia tahu siapa sebenarnya yang menjijikkan. Rencananya yang telah ia atur dengan matang malam itu justru berantakan karena Alika.

Terry mengingat semuanya dengan jelas. Ia yang memasukkan obat itu ke minuman Arlan di bar, memanfaatkan momen ketika pria itu sudah terlalu mabuk untuk sadar. Ia yang membantu Arlan ke kamar dan berniat merekam adegan yang pasti akan terjadi setelah obat yang ia berikan bereaksi.

Namun semuanya hancur saat ia menyadari ponsel yang akan ia pakai untuk merekam momennya bersama Arlan tertinggal di mobil. Ketika akan kembali ke rumah, ia mendapati garasi terkunci otomatis, memaksanya terjebak sepanjang malam di dalam mobil. Pagi ini, ia akhirnya keluar hanya untuk menemukan Alika meninggalkan kamar Arlan.

Matanya menyipit, menatap penuh kebencian pada Alika. "Kau mencuri kesempatan itu dariku. Aku tidak akan membiarkan ini begitu saja!"

Alika merasa tubuhnya menegang. Ia tidak tahu apa maksud sebenarnya dari Terry, tetapi satu hal yang jelas, malam itu tidak hanya menghancurkan dirinya, tetapi juga membuka jalan untuk konflik baru yang lebih rumit.

Terry mendekatkan wajahnya ke arah Alika, sorot matanya penuh ancaman. "Dengar baik-baik, Alika," bisiknya tajam, suaranya rendah tetapi penuh tekanan. "Kau akan menutup mulutmu rapat-rapat soal apa yang terjadi semalam."

Alika mundur selangkah, namun punggungnya menyentuh dinding koridor. Ia merasa terjebak di bawah tatapan dingin Terry. "Kenapa aku harus menutup mulut? Kak Arlan berhak tahu apa yang sebenarnya terjadi," ucapnya, meskipun suara gemetar mengkhianati keberaniannya.

Terry tertawa sinis. "Berhak tahu? Kau benar-benar lucu. Kau pikir, dengan statusmu yang cuma pemilik rumah makan kecil itu, kau pantas jadi bagian dari keluarga Arlan? Tante Widi saja sudah terang-terangan tidak menyukaimu sejak awal."

Alika menunduk, hatinya mencelos mendengar kata-kata Terry. Namun, ia mencoba menguatkan dirinya. "Aku tidak peduli apa pendapatmu atau mama Kak Arlan. Ini bukan urusanmu."

Namun Terry mendekat lagi, wajahnya semakin menekan. "Bukan urusanku? Kau bodoh kalau berpikir aku akan membiarkan ini merusak rencanaku. Kau tahu, Alika, aku bisa menghancurkanmu dengan mudah. Rumah makan kecilmu itu? Aku hanya butuh satu telepon untuk membuat tempat itu bangkrut."

Mata Alika membesar. "Kau tidak bisa melakukan itu!"

Terry menyeringai, puas melihat ketakutan di wajah Alika. "Oh, aku bisa, dan aku akan. Kalau kau berani buka mulut soal apa pun yang terjadi semalam, kau akan melihat rumah makanmu hancur, dan keluargamu terlilit utang. Jadi, pikirkan baik-baik sebelum bertindak bodoh."

Alika menggigit bibirnya, mencoba menahan emosi yang berkecamuk di dalam dirinya. Ia tahu Terry tidak main-main dengan ancamannya.

"Terry..." Alika mencoba bicara, tetapi suaranya hampir berbisik. "Apa yang kau inginkan dariku?"

"Apa yang kuinginkan? Mudah saja." Terry menatapnya tajam. "Setelah kontrakmu sebagai ibu susu habis, kau pergi dari hidup Arlan. Jangan pernah muncul di hadapan dia atau keluarganya lagi. Dan jangan berani-berani membuka mulut soal semalam. Jika kau melanggar... kau tahu apa yang akan terjadi."

Dengan ancaman itu, Terry melangkah masuk ke dalam kamar Arlan tanpa menoleh lagi pada Alika, meninggalkannya diam terpaku di tempat dengan rasa takut dan bingung yang membelenggu. Di dalam hatinya, Alika tahu ancaman Terry hanya awal dari konflik yang lebih besar. Namun, ia juga tidak bisa membiarkan Terry terus mengontrol hidupnya. "Apa yang harus ia lakukan sekarang?" batinnya.

Suasana koridor terasa hening, tetapi di dalam kepala Alika, pikiran-pikiran bergemuruh tanpa henti. Ia mencoba mengatur napas, tetapi rasanya dada terlalu sesak untuk bisa bernapas lega. Ancaman Terry tadi terus terngiang-ngiang di telinganya, sementara ingatannya kembali pada masa lalu, pernikahannya yang gagal, cinta yang ia perjuangkan, tetapi akhirnya kandas karena tidak direstui orang tua.

Ia tahu benar apa yang akan terjadi jika ia melawan. Widi, ibu Arlan, sudah sejak lama memperingatkannya untuk menjauh dari putranya. "Status sosialmu dan Arlan itu sangat jauh berbeda. Kau tak pantas bersanding dengannya, dan aku tak akan pernah merestui hubunganmu dengan Arlan. Ingat itu." ucapan dingin Widi terngiang kembali, mengiris perasaannya seperti sembilu.

Namun kini ancaman Terry menambah beban itu. "Aku hanya butuh satu telepon untuk membuat tempat itu bangkrut," kata-kata itu terus bergema dalam pikirannya, membuat lututnya lemas.

Alika menghapus air matanya dengan cepat sebelum orang lain melihat. Ia menatap pintu kamar Arlan untuk terakhir kalinya, hatinya terasa perih membayangkan apa yang mungkin terjadi setelah ini. Arlan tidak akan tahu apa pun. Ia akan tetap menjadi putra yang tak tersentuh oleh aib, sementara ia sendiri menanggung beban rahasia ini sendirian.

Dengan langkah gontai, Alika kembali ke kamarnya. Tangannya yang gemetar membuka pintu, dan ia segera masuk, menutupnya rapat-rapat di belakangnya. Di dalam ruangan itu, ia menyandarkan punggung pada pintu, membiarkan dirinya terisak pelan dalam kesunyian.

“Mungkin aku memang tidak pernah pantas...” gumamnya, lebih kepada dirinya sendiri. Tetapi jauh di dalam hatinya, ada rasa sakit dan penyesalan yang sulit ia abaikan.

Namun, satu hal yang pasti: malam itu mengubah segalanya. Dan ia tahu, keputusan apa pun yang ia ambil setelah ini, hidupnya tidak akan pernah sama lagi.

Tiba-tiba tatapan mata Alika jatuh pada Adriel, putra Arlan, yang masih tertidur lelap di atas ranjang kecilnya. Anak yang telah ia susui hampir dua tahun ini, anak yang tak hanya membangun kembali kekuatan dirinya, tetapi juga menjadi alasannya untuk bertahan hidup.

Adriel telah menjadi cahaya dalam hidup Alika setelah semua kehancuran yang ia alami. Kehancuran itu dimulai dari perselingkuhan suaminya dengan ibu kandungnya sendiri, diikuti oleh kehilangan bayinya yang hanya sempat ia peluk sebentar. Dalam keterpurukan itu, hadir Adriel, anak yang membuatnya merasa berarti lagi, anak yang memulihkan hatinya yang terkoyak.

Namun, ingatan semalam menghantamnya seperti badai. Arlan, dalam keadaan mabuk, telah menidurinya tanpa kesadaran penuh. Alika mengepalkan tangannya, menahan getaran di tubuhnya. Ia tahu, rahasia ini akan mengubah segalanya, bukan hanya untuknya, tetapi juga untuk Adriel, anak yang sudah menjadi bagian dari hidupnya.

...🌸❤️🌸...

.

To be continued

Terpopuler

Comments

Dwi Winarni Wina

Dwi Winarni Wina

Rencana Terry gagal total menjebak arlan agar bs tidur bersamanya... akhirnya arlan meniduri alika krn mabuk berat dan diberi obat perangsang arlan sm Terry....

Lanjut thor....

2025-01-02

3

Isum Sumiati

Isum Sumiati

ini kisah Alika yg di novel sebelah kah kak .

2025-01-05

1

sum mia

sum mia

sungguh rumit nasib hidup Alika .

lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍

2025-01-09

2

lihat semua
Episodes
1 1. Terkunci
2 2. Ancaman
3 3. Tes
4 4. Dilema
5 5. Sabotase
6 6. Semakin Curiga
7 7. Hasil Tes
8 8. Dukungan
9 9. Kegaduhan
10 10. Kondisi Adriel Memburuk
11 11. Periksa ke Rumah Sakit
12 12. Pilihan
13 13. Mendesak
14 14. Rencana Jahat
15 15. Malam Mencekam
16 16. Nyaris
17 17. Peringatan Arlan
18 18. Hasil Penyelidikan
19 19. Lepas Kontrol
20 20. Lamaran
21 21. Alasan
22 22. Menemui Bagas dan Widi
23 23. Dengan atau Tanpa
24 24. Setelah Bertahun-tahun
25 25. Tak Bisa Mengubah
26 26. Keinginan Alika
27 27. Luka dalam Kenangan
28 28. Penuh Pertanyaan
29 29. Ketegangan
30 30. Arya Menyadari
31 31.Sesuatu yang Berbahaya
32 32. Pesta Pernikahan
33 33. Penyelamat Situasi
34 34. Cara Membangunkan
35 35. Bangga
36 36. Rasa Iri
37 37. Keinginan Maya
38 38. Keputusan Mulya
39 39. Sulit Menahan Diri
40 40. Pagi yang Hangat
41 41. Tak Bisa Menahan
42 42. Melihat dari Jauh
43 43. Telepon yang Menganggu
44 44. Hari Ulangtahun
45 45. Penyesalan
46 46. Merasa Kikuk
47 47.Sebuah Ajakan
48 48. Merasa Bangga
49 49. Merasa Canggung
50 50. Memuji
51 51. Berdebat
52 52. Masih Gengsi
53 53. Terasa Sempurna
54 54. Gengsi
55 55. Hubungan yang Ironi
56 56. Mulai Mencair
57 57. Rasa Iba
58 58. Tulus
59 59. Awal Baru
60 60. Belajar Menerima
61 61. Belajar dari Masa Lalu
Episodes

Updated 61 Episodes

1
1. Terkunci
2
2. Ancaman
3
3. Tes
4
4. Dilema
5
5. Sabotase
6
6. Semakin Curiga
7
7. Hasil Tes
8
8. Dukungan
9
9. Kegaduhan
10
10. Kondisi Adriel Memburuk
11
11. Periksa ke Rumah Sakit
12
12. Pilihan
13
13. Mendesak
14
14. Rencana Jahat
15
15. Malam Mencekam
16
16. Nyaris
17
17. Peringatan Arlan
18
18. Hasil Penyelidikan
19
19. Lepas Kontrol
20
20. Lamaran
21
21. Alasan
22
22. Menemui Bagas dan Widi
23
23. Dengan atau Tanpa
24
24. Setelah Bertahun-tahun
25
25. Tak Bisa Mengubah
26
26. Keinginan Alika
27
27. Luka dalam Kenangan
28
28. Penuh Pertanyaan
29
29. Ketegangan
30
30. Arya Menyadari
31
31.Sesuatu yang Berbahaya
32
32. Pesta Pernikahan
33
33. Penyelamat Situasi
34
34. Cara Membangunkan
35
35. Bangga
36
36. Rasa Iri
37
37. Keinginan Maya
38
38. Keputusan Mulya
39
39. Sulit Menahan Diri
40
40. Pagi yang Hangat
41
41. Tak Bisa Menahan
42
42. Melihat dari Jauh
43
43. Telepon yang Menganggu
44
44. Hari Ulangtahun
45
45. Penyesalan
46
46. Merasa Kikuk
47
47.Sebuah Ajakan
48
48. Merasa Bangga
49
49. Merasa Canggung
50
50. Memuji
51
51. Berdebat
52
52. Masih Gengsi
53
53. Terasa Sempurna
54
54. Gengsi
55
55. Hubungan yang Ironi
56
56. Mulai Mencair
57
57. Rasa Iba
58
58. Tulus
59
59. Awal Baru
60
60. Belajar Menerima
61
61. Belajar dari Masa Lalu

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!