Dian sampai dirumah, segera bebersih. Dan menunggu waktu salat Maghrib. Diletakkannya foto sang ibu di samping sajadah. Dian memakai mukena, dan membaca ayat suci Al Quran pelan.
Tak lama adzan pun berkumandang. Dan Dian segera menunaikan kewajibannya.
Dian meletakkan foto sang ibu dipangkuannya. lalu menadahkan kedua telapak tangan ke atas.
"Ya Allah, ampunilah dosa ibu, dan berikanlah beliau tempat terbaik disisimu, ampuni aku Ya Allah, terimakasih telah mempertemukan aku dengan ayahku, ampuni Dian Ya Allah, Dian belum bisa menerima beliau, tolong lunakkan hati ini Ya Allah. "
Dian berdoa dengan takzim.
Setelah selesai. Dian meraih hpnya.
"Ca, kita bertemu lusa di bandara ya, jam 8 pagi, pesawat kita jam 1 siang. " Dian mengirim pesan pada Cica, sahabatnya.
Dian tak menunggu balasan.
Setelah salat Isya, Dian merebahkan tubuhnya, lelah.
"siapkan semua berkas berkas pengalihan semua yang akan jadi milik Dian ya Dik, segera serah terima. Kamu dan mama tahukan ya? "
Melati mengangguk. Sedikit lega karena penantian berpuluh tahun, akhirnya membuahkan hasil.
"maafkan ayah ya ma. "
Melati menggeleng.
"yah, mama yang salah sudah menahan ayah waktu itu, tapi itu sudah masa lalu yah, sekarang kita perlu memperbaiki mental Dian, dia pasti sangat shock dengan kenyataan ini. "
Melati dan Yudistira berpelukan. Dika hanya menghela nafas. Dia mengusap dada pelan, desir hatinya pada Dian selama ini tidaklah salah, bukan perasaan suka pada seorang pasangan atau Dika jatuh cinta pada Dian, tapi dari awal, rasa ingin melindungi itu hadir begitu saja.
Dian mengemas semua pakaiannya ke dalam koper, tak ada yang tertinggal, hanya menyisakan pakaian kerja dan ganti untuk besok .
"aku menginap di hotel dekat bandara Yan, kejauhan kalau ke tempatmu. " balas Cica. Dian mengangguk, eh..dia lupa kalau Cica gak akan lihat.
Selesai.
Dian menghela nafas panjang, tak ada yang tahu akan kepergiannya, Dian tak ingin apa apa lagi, dia sudah tahu siapa dan bagaimana rupa sang ayah. Sekarang Dian hanya ingin melanjutkan hidup dengan tenang, sesuai dengan pesan sang ibu.
"carilah ayahmu, dan setelah ketemu, kalau kamu belum siap menerima, menjauhlah, karena kalau kalian berdekatan, mungkin akan memupuk rasa benci pada salah satunya, dan nanti akan menjadi dendam, tak baik nak. " kata Diana.
Mata Dian menerawang.
Disini Dianlah pihak yang masih belum bisa menerima, jadi Dian yang harus menepi, entah sampai kapan.
Esok pagi...
Setelah berkemas, Dian segera keluar gerbang, seperti biasa, Jelita sudah hampir sampai.
Tak lama, sosok ayu itu nampak melambaikan tangan dari balik kaca mobil. Dian menyebrang, menuju mobil Jelita.
"hai mbak Jel, seger amat bumil ini. " sapa Dian.
"hai juga, masih pagi Yan, ya udah pasti segar tante, kamu juga ceria banget, kenapa? Habis telponan sama pacar ya? " Jelita balas meledek.
Dian tertawa.
"nggak ada pacar bu. " jawabnya. Jelita tersenyum, dia percaya itu.
Bekerja seperti biasa, Dian ingin menyelesaikan pekerjaan hari ini dengan bahagia.
Salat dalam ruangan seperti biasa. Dian baru mau membuka kotak bekalnya.
Tok!
Tok!
Dian berdiri, membuka pintu. Kebiasaannya.
"ya pak! " ternyata Dika sudah berdiri di sana.
"boleh saya masuk? " tanya Dika.
"silahkan pak. "
Dika masuk, lalu duduk didepan meja Dian.
"Yan, jangan panggil saya pak, saya abang kamu Yan, panggil saya mas atau abang. " kata Dika, mencairkan suasana. Dian terpaku.
"ma-af pak, eh mas, eh bang. " jawab Dian gugup.
"Dian, kita bicara sebagai abang dan adik sekarang ya, maafkanlah ayah kita, beliau sudah mengaku bersalah, mama juga sudah minta maaf sama ayah, karena menahan ayah untuk kembali, waktu itu emang keadaan mas yang sedang sakit, dan perusahaan di kota sedang tidak baik baik saja. " kata Dika.
"iya mas. " Dian menunduk lagi.
Dika tersenyum.
"ayah janji akan berusaha mengganti waktu kamu dan ibu Diana yang hilang selama ini dek, berilah beliau kesempatan. "
"tapi tak bisa membuat ibuku kembali mas. " jawab Dian lirih. Semua kepahitan kembali bermain di pelupuk mata. Dan mata yang sama dengan mata Dika itu berlinang.
Dan Dika tersentak.
"dek, jangan bilang kamu dendam sama ayah dan kami. " ucap Dika, menegakkan badannya. Menatap mata yang sudah berkaca itu.
"maafkan saya mas, entah ini dendam atau apa, saya tidak tahu, tapi sisi lain hati saya, belum bisa menerima semua ini, terlalu cepat mas, maafkan aku. " jawab Dian pelan, perlahan diusapnya airmata dengan tisu.
Dika terpaku. Dalam hati membenarkan. Tak mungkin segampang itu menerima kenyatan, yang telah bertahun tahun terjadi, bahkan Dian, dari bayi pun belum pernah merasakan kehangatan pelukan ayah, dimanja sang ayah atau diperhatiin oleh ayah. Tentu bukan hal yang mudah.
"iya dek, mas mengerti, kita jalani pelan pelan ya, jangan tinggalin ayah lagi ya. "
Dian pun terdiam. Lalu mengangguk ragu.
"ya udah, mas kembali ke ruangan dulu, besok ada notaris akan kesini, mau mengurus pemindah tanganan perusahaan ini dari ayah ke kamu, tinggal tanda tangan doang, habis itu ayah akan bikin selamatan, untuk memberitahukan pada orang orang, kalau kamu adalah anak ayah. " kata Dika, lalu menutup pintu.
Dian menghela nafas, tersenyum miris.
"tak akan ada yang bisa menggantikan waktu yang telah hilang pak Dika. " gumam Dian lirih.
Tekadnya sudah bulat.
Dian kembali menuliskan sesuatu di selembar kertas, melipat rapi, lalu meletakkan di dalam laci meja kerjanya.
Ketika jam pulang selesai. Dian menghela nafas, menatap sekeliling ruangan.
"selamat tinggal ruangan nyaman. "
"Dian! Maaf ya, balik sendiri lagi yaa, yayang mbak mau jemput. " kata Jelita.
"oke mbak, ehh.. "
"apa Dian. "
"mmmm gak jadi deh, nanti saja. " ucap Dian. Jelita memutar bola matanya lucu.
Dan mereka berpisah di parkiran kantor.
Keesokan harinya.
Dika, Melati dan Yudistira sudah berada dalam ruangan meeting. Nampak juga seorang notaris, dan beberapa staff ahli dikantor ini. Mereka diminta berkumpul untuk membicarakan sesuatu yang penting.
Wajah Yudistira nampak berseri seri. Begitu juga wajah cantik Melati. Jelita dan Kinan juga kelihatan hadir.
"Dian mana Kinan? " tanya Yudistira. Tak melihat kehadiran sang anak.
"saya kira sudah disini pak, sebentar saya lihat dulu. " kata Kinan, langsung berdiri menuju ruangan Dian.
"Dian." panggil Kinan sambil membuka pintu. Kosong! Kinan mendekat ke kamar mandi. Hening. Tak ada sedikitpun tanda tanda kehadiran Dian. Atau mungkin Dian terlambat? Karena masih jam 9 pagi.
Kinan kembali ke ruang meeting.
"maaf pak, sepertinya Dian belum datang, karwna belum ada dalam ruangannya. " kata Kina. Jelita mengerutkan dahi, emang tadi pagi dia tak menghubungi Dian, karena Jelita berangkat kerja dari rumah mertua.
"dia tak ada ngomong apa apa pak. " kata Jelita, ketika melihat Dika menatap penuh tanya.
"terus kemana Dian? " tanya Melati.
Semua saling pandang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Mochika mochika
sebanyak apapun harta yang kau berikan,tidak akan mampu memutar kembali waktu ke puluhan taun yang lalu!!nyawa yg hilang pun tidak bisa kembali bangkit🙄🙄
sepusing2nya mereka mencari plngan pake orang suruhan😂
2025-01-30
2