Sebuah Titik Di Horizon

Sebuah Titik Di Horizon

Prolog

“Aim, kamu yang sabar ya, Nak. Umi tahu ini berat buat kamu,” ucap Sarah lembut sambil mengusap pundak putrinya, Naima. Sentuhannya penuh ketulusan, seolah mencoba menyalurkan kekuatan yang tak terlihat kepada gadis semata wayangnya.

Naima hanya menatap ujung kakinya yang menjuntai, tatapannya kosong, samar, dan tak fokus. “Iya,” jawabnya pelan. Suaranya nyaris tak terdengar, seperti angin yang hampir hilang—singkat dan samar, seperti isi hatinya saat ini.

Di sisi lain, Abraham—Abi Naima—meraih tangan putrinya. Genggamannya hangat, penuh rasa perlindungan. “Yuda bukan sosok yang Allah pilih untukmu, Aim. Karena itu Allah palingkan wajahnya darimu,” ucapnya mantap. Kata-katanya dimaksudkan untuk menanamkan keyakinan dalam hati putrinya.

Namun, kata-kata itu hanya mengisi udara, tidak menembus hati Naima. Ia merasa kosong, seperti berada di ruang hampa. Tidak ada yang bisa ia tanggapi, tidak ada yang bisa ia pahami. Ia hanya duduk di sana, membiarkan keheningan menelan sisa percakapan mereka.

Matanya tetap terpaku pada lantai. Ia ingin menangis, tetapi bahkan air matanya pun enggan keluar. Apa ini yang disebut ikhlas? pikirnya dalam hati. Atau hanya ketidakmampuan untuk merasa lagi?

Sarah melirik suaminya, memohon bantuan dengan tatapannya. Tapi Abraham hanya menggeleng pelan, memberikan isyarat bahwa putrinya membutuhkan waktu.

“Kamu nggak sendiri, Aim. Umi dan Abi di sini. Apa pun yang kamu rasakan, katakan saja. Kami dengar,” Sarah akhirnya berkata, suaranya lebih pelan, hampir seperti bisikan.

Naima sedikit menoleh, menatap wajah kedua orang tuanya. Ada cinta yang besar di sana, cinta yang tak diragukan, tetapi hatinya masih terlalu rapuh untuk menjangkaunya.

“Terima kasih, Umi, Abi,” katanya akhirnya. Suaranya serak, tetapi cukup untuk menyampaikan bahwa ia sedang mencoba—meskipun perlahan—untuk kembali berdiri dari rasa patah itu.

“Aku ingin sendiri dulu, maaf,” kata Naima akhirnya, suaranya hampir berbisik. Ia tidak berani menatap langsung wajah umi dan abinya.

Sarah menghela napas panjang. Tangannya terhenti di pundak putrinya, lalu perlahan turun. “Kalau kamu ada masalah, bilang sama umi, Nak. Jangan dipendam sendiri.” Suaranya penuh kekhawatiran, tetapi ia berusaha untuk tidak memaksa.

Naima hanya mengangguk kecil, masih memandang ke arah lantai. Hatinya terasa seperti medan perang; ada keinginan untuk bersandar, tetapi ada juga dorongan kuat untuk menarik diri.

Abraham memandangi putrinya dengan tatapan lembut. “Baiklah, seperti yang kamu mau, Aim. Maaf kalau kami tidak bisa membantu lebih banyak,” ucapnya dengan nada pasrah. Ia tahu, terkadang cinta berarti memberi ruang, meskipun sulit.

Keduanya berdiri perlahan, memberi Naima waktu yang ia minta. Sarah menyeka sudut matanya yang mulai basah, sementara Abraham menggenggam bahu istrinya dengan lembut, menuntunnya keluar dari kamar.

Saat pintu tertutup, Naima mendesah panjang. Udara di sekelilingnya terasa lebih sepi, lebih dingin. Tapi itulah yang ia pikir ia butuhkan saat ini—kesendirian untuk mengurai apa yang berantakan di hatinya.

Namun, dalam hening, pikirannya mulai mengusik. Apa benar aku hanya butuh sendiri? Atau sebenarnya aku hanya takut terlihat lemah di depan mereka?

Naima tahu dirinya berbeda dari saudara-saudaranya yang lain. Mereka tampak lebih dekat dengan orang tua mereka, seperti ada jembatan yang menghubungkan mereka—jembatan yang ia tidak pernah miliki. Rasanya orang tuanya selalu berada jauh darinya, tak terjangkau. Tidak pernah benar-benar ada percakapan yang saling menyuarakan isi hati.

Sering kali, mereka justru menekan, seolah ia harus memenuhi ekspektasi tanpa pernah ditanya apa yang sebenarnya ia inginkan. Ketidakadilan itu tumbuh menjadi dinding tebal yang memisahkan dirinya dari mereka. Dinding yang juga membuatnya enggan untuk bercerita, enggan membuka hatinya.

Ketimpangan itu tidak berhenti di keluarga. Ia membayang-bayangi langkah Naima, membuatnya ragu menjalin hubungan dengan orang lain. Jika dengan keluarganya sendiri ia tidak bisa menjadi dirinya, bagaimana ia bisa percaya kepada orang luar?

Kemudian datanglah Yuda. Lelaki itu, dengan percaya diri, berkata bahwa dia ingin melamarnya. Di awal, Naima ragu. Ia takut membuka pintu hatinya. Tetapi entah bagaimana, ia memilih memberinya kesempatan. Ia menarik lelaki itu masuk ke dalam hidupnya, berpikir bahwa mungkin inilah saatnya ia membangun sesuatu yang baru, sesuatu yang berbeda.

Namun, janji pernikahan yang sudah direncanakan itu runtuh. Dalam beberapa bulan, Naima seharusnya mengenakan gaun pengantin. Tapi semuanya berubah. Janji-janji yang Yuda buat ditarik kembali.

Yuda pergi, meninggalkannya dengan alasan bahwa ia adalah masalahnya. Naima yang awalnya ragu, kini kembali mempertanyakan dirinya. Apakah benar aku yang salah? Atau hanya luka lama yang membuatku kehilangan lagi?

Rasa hampa menyelimuti Naima. Ia mencoba mencari alasan di balik semua itu, tetapi jawabannya selalu berada di luar jangkauannya.

Di tengah kekacauan itu, ia bergumam lirih, “Hei, sudah aku bilang, bukan? Ini menyebalkan.”

Tapi tiba-tiba, tanpa peringatan, air matanya mulai mengalir. Setetes demi setetes, jatuh tanpa bisa ia tahan. Ada sesuatu yang terasa patah di dalam dirinya, meski ia tidak tahu apa.

Kenapa aku harus sedih? pikirnya, frustrasi dengan dirinya sendiri. Tidak ada alasan yang jelas, tidak ada yang benar-benar menyakitinya saat ini, tetapi perasaan itu tetap ada—menekan dada, menyelimuti pikirannya.

Naima mengepalkan tangannya, mencoba menahan tangis yang semakin deras. “Akh, menyebalkan!” desisnya, lebih kepada dirinya sendiri.

Ia membenci kelemahan ini, membenci bagaimana perasaannya bisa begitu kuat, meskipun ia sudah mencoba mengabaikannya. Tetapi semakin ia melawan, semakin deras air matanya, seolah mengkhianati usahanya untuk tetap terlihat kuat.

Naima ingin berhenti, ingin memadamkan semua itu. Tetapi di dalam hatinya, ia juga tahu mungkin inilah caranya memahami apa yang selama ini tak pernah bisa ia ungkapkan dengan kata-kata.

Episodes
1 Prolog
2 Ulang Tahun
3 Dialog
4 Ditolak
5 Bicara
6 Turun Gunung
7 penyelamatan
8 Duo Jail
9 Aku Serius
10 Wejenang tak Terduga
11 Bertemu
12 Sebuah Titik di Horizon
13 Saudara
14 Menghindar
15 Yudha dan Naima
16 Ragu
17 Ajakan
18 Main ke Rumah
19 Pencerahan
20 Canggung
21 Tentang Lamaran
22 Pengejaran
23 Lupakan Itu
24 Persidangan
25 Warung makan
26 Pemberontak
27 Halte Bus
28 Bicara Berdua
29 Panti Asuhan
30 Ada Apa
31 Luka
32 Festival
33 Berita
34 Kasus
35 Yasmin
36 Sekar
37 Adopsi
38 Informasi
39 Mengintai
40 Kejar-kejaran
41 Baku Hantam
42 Tamu Tidak Diundang
43 Hasilnya
44 Akhirnya
45 Truth or Sirup ABC
46 Pergi
47 Perpisahan
48 Tentang Yudha
49 Jalan Masing-Masing
50 Merenung
51 Kembali
52 Kamu berubah ya…
53 keputusan
54 Selamat, Little Brother.
55 Mengusik
56 Dia yang datang dari masa lalu
57 Kenangan
58 Selamat
59 Bertamu
60 Teman imajiner
61 Menikah
62 Kehidupan Baru
63 Pertemuan Pertama
64 Naima
65 Teman
66 Teror
67 Dia Milik Gw
68 kencan
69 Surat Cinta
70 Seberapa Mudah Ia Terbaca
71 Orang Seperti Malik
72 Peduli
73 Membujuk
74 Apa Kabar, Nai?
75 Aku sudah menunggu kalian
76 Penyergapan
77 Pengadilan
78 Akhirnya
79 Pamit
80 Aku masih Yudha yang sama
81 Aku Tidak Sendirian
Episodes

Updated 81 Episodes

1
Prolog
2
Ulang Tahun
3
Dialog
4
Ditolak
5
Bicara
6
Turun Gunung
7
penyelamatan
8
Duo Jail
9
Aku Serius
10
Wejenang tak Terduga
11
Bertemu
12
Sebuah Titik di Horizon
13
Saudara
14
Menghindar
15
Yudha dan Naima
16
Ragu
17
Ajakan
18
Main ke Rumah
19
Pencerahan
20
Canggung
21
Tentang Lamaran
22
Pengejaran
23
Lupakan Itu
24
Persidangan
25
Warung makan
26
Pemberontak
27
Halte Bus
28
Bicara Berdua
29
Panti Asuhan
30
Ada Apa
31
Luka
32
Festival
33
Berita
34
Kasus
35
Yasmin
36
Sekar
37
Adopsi
38
Informasi
39
Mengintai
40
Kejar-kejaran
41
Baku Hantam
42
Tamu Tidak Diundang
43
Hasilnya
44
Akhirnya
45
Truth or Sirup ABC
46
Pergi
47
Perpisahan
48
Tentang Yudha
49
Jalan Masing-Masing
50
Merenung
51
Kembali
52
Kamu berubah ya…
53
keputusan
54
Selamat, Little Brother.
55
Mengusik
56
Dia yang datang dari masa lalu
57
Kenangan
58
Selamat
59
Bertamu
60
Teman imajiner
61
Menikah
62
Kehidupan Baru
63
Pertemuan Pertama
64
Naima
65
Teman
66
Teror
67
Dia Milik Gw
68
kencan
69
Surat Cinta
70
Seberapa Mudah Ia Terbaca
71
Orang Seperti Malik
72
Peduli
73
Membujuk
74
Apa Kabar, Nai?
75
Aku sudah menunggu kalian
76
Penyergapan
77
Pengadilan
78
Akhirnya
79
Pamit
80
Aku masih Yudha yang sama
81
Aku Tidak Sendirian

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!