TEMAN BARU BTARI

Keesokan harinya, pagi di desa itu dimulai dengan kesibukan tim Btari. Mereka tampak bersemangat mempersiapkan peralatan kamera, tripod, dan perlengkapan lainnya untuk melanjutkan proyek fotografi alam yang menjadi tujuan utama mereka. Sementara itu, Btari hanya duduk di teras rumah sederhana tempat ia menginap, menatap mereka dengan wajah lesu.

Ia sudah mencoba berbicara dengan ketua tim pagi tadi, memohon agar diizinkan ikut meski kondisinya belum sepenuhnya pulih. "Aku bisa ikut, kakiku tidak separah itu. Aku bisa duduk sambil memotret," katanya dengan nada penuh tekad.

Namun, Alvian- ketua timnya, seorang pria paruh baya yang bijaksana, hanya menggeleng sambil menatapnya tegas.

"Btari, ini bukan hanya soal semangat. Keselamatanmu lebih penting. Kalau memaksakan diri, bisa makin parah," ujar Alvian serius, suaranya tegas namun tetap lembut. "Istirahat dulu. Kami masih bisa mengandalkan hasil fotomu sebelumnya untuk proyek ini."

Kata-kata itu membuat Btari hanya bisa mengangguk pasrah meski hatinya bergolak. Kini, ia hanya duduk diam, melihat rekan-rekannya berjalan menjauh menuju hutan dengan tawa ringan yang terasa jauh di telinganya. Kamera yang biasa ia bawa kini tergantung tak berdaya di samping tubuhnya.

Btari menggigit bibirnya, mencoba menahan rasa kecewa. Kakinya yang masih terbalut perban terasa seperti pengingat bahwa ia tidak sekuat yang ia pikirkan. Namun, di balik rasa lesunya, ada perasaan aneh yang membuatnya berpikir. Apakah ini cara takdir untuk memberinya waktu istirahat?

Ia mendesah, mencoba mencari penghiburan dalam suara dedaunan yang bergemerisik pelan dihembus angin pagi. Tapi, perasaannya tetap berat. Ia hanya bisa berharap waktu ini tidak sepenuhnya terbuang sia-sia.

"Kita berangkat dulu, ya." Alexa menepuk bahunya. "Makanan sudah aku siapkan di meja ruang tengah ya. Pokoknya kamu istirahat saja. Kita nggak mau diomelin Pak Barra kalau kamu kenapa-napa." Lanjutnya sambil tersenyum.

Ariana-rekan Btari yang lain ikut mengangguk. "Pokoknya lo istirahat aja. Jangan banyak jalan dulu. Suami lo udah tau kaki lo sakit?"

Btari diam sejenak. Lalu ia menggeleng. "Nggak." Jawabnya berusaha bersikap biasa saja. Padahal di sudut hatinya, Btari merasa ada aneh karena sampai sekarang tidak ada pesan dari Barra yang masuk.

'Ayolah, Bi. Barra itu cuma suami sementaramu. Jangan berharap banyak.' Gumam Btari dalam hati.

"Oke, semuanya siap ya." Alvian berseru. "Ayo berangkat. Kamu baik-baik disini. Kalau ada apa-apa hubungi kita, ya." Ucapnya pada Btari.

"Iya, Mas." Jawab Btari. "Kalian hati-hati ya." Btari melambaikan tangan pada mereka.

Setelah itu semua timnya mulai berjalan menuju lokasi mereka selanjutnya. Sementara Btari hanya duduk sendiri. Ia harus memikirkan apa yang harus ia lakukan agar tidak bosan. Apalagi dengan kakinya yang masih terasa nyeri membuat geraknya terbatas.

Hampir satu jam berlalu. Btari masih termenung di teras, menikmati hembusan angin pagi yang menyejukkan. Namun, lamunannya terputus ketika ia mendengar langkah kaki mendekat. Ia menoleh dan mendapati Raka, si mantri yang semalam mengobati lukanya, berdiri di hadapannya sambil membawa tongkat kayu kecil. Wajah pemuda itu dihiasi senyum tipis yang hangat.

"Assalamu'alaikum, Btari," sapa Raka sambil menyodorkan tongkat itu. "Saya buatkan ini untuk membantu kamu berjalan. Dengan begini, kamu nggak perlu terlalu membebani kaki yang terluka."

Btari tertegun, memandang tongkat itu sejenak sebelum menerimanya. "Wa'alaikumsalam. Terima kasih, tapi… saya nggak kemana-mana, kok. Tim saya nggak mengizinkan saya ikut," jawabnya berusaha tenang, padahal ia sangat sedih karena tidak ikut.

Raka tertawa kecil. "Makanya, aku mau mengajak kamu keluar. Nggak jauh, hanya ke tempat yang bisa bikin kamu merasa lebih baik."

Btari mengerutkan kening, merasa ragu. "Tapi... kaki sayabelum sepenuhnya sembuh."

"Itu sebabnya aku bawa tongkat ini," sahut Raka cepat. "Kamu butuh udara segar. Kalau cuma duduk diam seperti ini, pikiranmu nggak akan tenang."

Btari menggeleng. Bagaimana pun mantri ini baru dikenalnya. Lagipula ia tidak nyaman terlalu akrab dengan lelaki asing.

"Nggak apa-apa. Saya disini saja."

"Kamu akan bosan menunggu mereka pulang. Ayo, ikut denganku saja. Aku rasa kamu bukan orang yang betah berdiam diri." Bujuk Raka.

Setelah berpikir sejenak, Btari akhirnya mengangguk. Raka membantu Btari bangkit dengan hati-hati, memastikan ia tidak terlalu banyak bertumpu pada kaki yang terluka. Dengan tongkat kayu itu, langkah Btari terasa lebih ringan meskipun masih sedikit tertatih.

"Ke mana kita?" tanya Btari saat mereka mulai berjalan perlahan.

Raka hanya tersenyum tulus pada Btari. "Kamu lihat saja nanti. Aku janji, tempat ini akan membuatmu merasa lebih baik."

Perjalanan mereka diwarnai keheningan yang nyaman, ditemani suara burung-burung yang bernyanyi di kejauhan. Hati Btari perlahan terasa lebih ringan, meski ia masih bertanya-tanya apa yang Raka rencanakan untuknya.

Semoga ini bisa membuatnya lebih baik. Ia bahkan tidak lupa membawa kamera polaroidnya berharap akan menemukan banyak hal-hal menarik nanti.

Perjalanan mereka akhirnya membawa Btari ke sebuah bangunan sederhana yang terbuat dari kayu dan beratapkan seng. Di depan bangunan itu, beberapa anak kecil berlarian sambil tertawa riang. Mereka tampak ceria meski seragam mereka terlihat lusuh dan kaki-kaki kecil mereka yang beralaskan sepatu dan sandal yang sederhana.

Btari berhenti sejenak, menatap pemandangan itu dengan mata yang melembut. "Ini... sekolah?" tanyanya, setengah tak percaya.

Raka mengangguk sambil tersenyum. "Iya. Ini sekolah di desa ini. Tempat anak-anak di sini belajar meski dengan segala keterbatasan." Ia menatap Btari sejenak sebelum melanjutkan. "Selain menjadi mantri, aku juga suka membantu mengajar di sini, kapan pun aku punya waktu luang."

Mata Btari membesar. Ia menatap Raka dengan kekaguman yang sulit disembunyikan. "Kamu... mengajar juga? Kok bisa? Disini nggak ada guru?"

Raka tersenyum kecil. "Ada. Dua orang. Tapi yang satunya lagi sakit. Makanya aku ajak kamu kesini. Untuk bertemu mereka. Mereka adalah salah satu alasan kenapa aku bertahan di desa ini."

Sebelum Btari sempat menjawab, beberapa anak kecil berlari mendekat. "Pak Raka!" seru mereka riang, wajah mereka berseri-seri melihat kehadirannya.

Raka tertawa kecil, berjongkok untuk menyapa mereka. "Halo, semuanya. Sudah siap belajar hari ini?" tanyanya hangat.

"Sudah, Pak!" jawab mereka serempak, beberapa di antaranya mencuri-curi pandang ke arah Btari.

Raka berdiri dan menoleh ke Btari. "Bagaimana? Mau ikut masuk? Aku yakin kamu bisa menginspirasi mereka dengan cerita-cerita fotografimu."

Btari terdiam sejenak, lalu tersenyum tipis. Meski hatinya masih diliputi rasa ragu, ia tak bisa menolak antusiasme anak-anak itu. "Baiklah," ujarnya pelan, melangkah pelan dengan bantuan tongkat kayu.

Di dalam kelas, Btari merasa jiwanya seperti diisi ulang. Melihat senyum polos anak-anak itu dan mendengar tawa mereka saat Raka mengajar, ia menyadari bahwa ada kebahagiaan yang sederhana namun mendalam di tempat ini. Btari beraksi dengan kamera kecilnya. Ia akan mengabadikan momen spesial ini.

Tanpa ia sadari, Raka juga tersenyum dan menatapnya penuh makna.

Tidak terasa waktu terus berjalan. Hingga matahari sudah hampir mencapai puncaknya ketika anak-anak berlarian pulang. Btari kira ia akan langsung pulang, namun ternyata tidak. Raka justru mengajaknya untuk makan siang bersama.

Dengan senyuman ramah, ia menunjuk sebuah warung sederhana milik warga tak jauh dari sekolah tempat mereka mengajar pagi tadi. "Ayo, makan siang dulu. Aku tahu tempat itu punya makanan enak," katanya.

Btari awalnya ragu, tetapi akhirnya mengangguk. "Baiklah, tapi saya ikut hanya karena lapar," ujarnya sambil tersenyum tipis, mencoba menyembunyikan rasa segannya.

"Iya. Aku juga kesana karena lapar." Jawab Raka.

Setibanya mereka di warung, aroma masakan tradisional yang menggugah selera menyambut mereka. Raka memesan beberapa hidangan khas desa, seperti sayur asem, ikan goreng, dan sambal terasi. Sementara itu, Btari duduk di bangku kayu, mengamati aktivitas sederhana di sekitar warung.

Ketika makanan datang, Raka membuka percakapan. "Jadi, Btari, apa yang membuatmu tertarik jadi fotografer? Di alam pula. Ini agak terlihat aneh sebenarnya." tanyanya, memulai dengan nada santai.

Btari awalnya terdiam, seolah ingin menghindari pertanyaan itu. Namun, entah mengapa, senyuman tulus dan nada hangat Raka membuatnya merasa nyaman untuk bercerita. "Awalnya, saya hanya suka menikmati pemandangan. Tapi kemudian saya merasa, ada banyak keindahan yang jarang orang sadari. Saya ingin menangkap itu, mengabadikannya," Jawabnya pelan.

Raka mengangguk, tampak terkesan. "Menarik. Nggak semua orang punya pandangan seperti itu. Apa ada foto favorit yang kamu ambil?"

Pembicaraan berlanjut dari satu topik ke topik lain. Dari pengalaman Btari memotret hingga cerita Raka tentang pekerjaannya sebagai mantri desa sekaligus pengajar. Btari, yang biasanya pendiam dan cenderung menutup diri, mendapati dirinya berbicara lebih banyak dari biasanya. Kehangatan dan kesederhanaan Raka membuatnya merasa nyaman.

Senyuman kecil sesekali tersungging di bibir Btari, seolah sejenak melupakan kekhawatiran yang menghantuinya semalam, termasuk kejadian sulitnya menghubungi Barra. Waktu berlalu dengan cepat, hingga akhirnya piring-piring di meja mereka kosong.

"Terima kasih sudah menemani makan siang," Ujar Raka sambil membereskan meja. "Aku senang akhirnya bisa dengar cerita-ceritamu, Btari."

Btari tersenyum, kali ini lebih lepas. "Saya juga, maaf kalau ceritanya membosankan. Saya tidak terlalu bisa bercerita." Ujarnya sambil sedikit bercanda.

Raka tertawa kecil. "Lain kali, kalau kamu butuh teman cerita, aku siap jadi pendengar."

Btari hanya mengangguk dan setidaknya berteman dengan Raka bukanlah hal yang buruk.

Sementara itu, jauh dari tempat Btari dan Raka bertukar cerita, Barra sibuk menelpon Btari. Namun tidak juga ada jawaban.

"Angkat, Bi. Ini penting." Kata Barra gusar.

Terpopuler

Comments

Mundri Astuti

Mundri Astuti

cuekin aja btari jangan diangkat, ngga usah diladenin si bara

2025-01-17

0

lihat semua
Episodes
1 SAINGAN
2 DEAL
3 BTARI DAN NADEA
4 SIDANG KELUARGA
5 Konsep Pernikahan
6 SAH
7 DERING PANGGILAN MASUK
8 MALAM PERTAMA?
9 RASA NYAMAN
10 PEDULI
11 HANYA REKAN KERJA
12 LOGIKA DAN PERASAAN
13 TEMAN BARU BTARI
14 RINDU?
15 BENCANA
16 BARRA, SUAMINYA BTARI.
17 DEEP TALK?
18 CEMBURU
19 BARRA GALAU
20 KECEWA
21 AYO MULAI DARI AWAL
22 Jangan Terlalu Baik
23 SEPEDULI ITUKAH?
24 KELUARGA
25 CANGGUNG LAGI
26 BARRA, BTARI DAN DEBAT
27 PERTEMUAN
28 PERASAAN ANEH
29 BARRA DITOLAK, BIAN BERTINDAK
30 KEDATANGAN BIAN
31 SISI LAIN BTARI
32 MASA LALU?
33 MALAM MENCEKAM
34 SIAPA ADAM
35 DIA ISTRIKU
36 KITA PUNYA BATASAN
37 TERBONGKAR DAN MUSIBAH
38 TAK BERDAYA
39 SIUMAN
40 MULAI ADA RASAKAH?
41 BUKAN SOAL RASA
42 KABAR MENGEJUTKAN
43 ORANG SURUHAN
44 MASA LALU DAN MASA DEPAN
45 TENDER BERMASALAH
46 BTARI DAN PERASAANNYA
47 BERTENGKAR
48 SETIAP KEMUNGKINAN ITU ADA
49 BARRA SUKA BTARI CEMBURU
50 MULAI PDKT
51 TITIK TEMU
52 TERPAKSA JADIAN
53 NOSTALGIA YANG TAK PERLU
54 SIAP BERANGKAT
55 SATU SELESAI, SATU LAGI MUNCUL
56 ADAM YANG ANEH
57 MENCOBA BICARA
58 MELEPAS RINDU
59 BTARI SALAH TINGKAH
60 PASUTRI BARU
61 TIDUR SEKAMAR-SERANJANG
62 KEJUTAN DARI BTARI
63 SEMAKIN DEKAT
64 SKANDAL
65 MENJELASKAN SEMUANYA
66 PELAKU UTAMANYA
67 SYARAT ARDYA
68 SAKINAH DALAM RUMAH TANGGA
69 MELEPASKAN
70 RASA TERABAIKAN
71 AMARAH DALAM DIAM
72 USAHA MENDAPATKAN MAAF
73 GAGAL LAGI
74 BULAN MADU
75 DOUBLE DATE
76 MALAM YANG INDAH
77 PENGAKUAN
78 PEKERJAAN BARU
79 PERTEMUAN TAK TERDUGA
80 PESAN DARI ADAM
81 KEHENINGAN YANG MENEGANGKAN
82 EGO
83 SESAK
84 BERTEMU NADEA
85 SALING MENGERTI
86 AROMA PARFUM
87 NODA
88 SAKIT DAN BERDARAH
89 BIARKAN AKU SENDIRI DULU, BAR
90 BTARI HAMIL
91 KEKECEWAAN ORANG DEKAT
92 PROSES TM 1
93 BTARI MODE POSESIF
94 TERJATUH
95 PERTARUHAN NYAWA
96 SELAMAT
97 BERUSAHA MENJADI YANG TERBAIK
98 LETAK BAHAGIA
Episodes

Updated 98 Episodes

1
SAINGAN
2
DEAL
3
BTARI DAN NADEA
4
SIDANG KELUARGA
5
Konsep Pernikahan
6
SAH
7
DERING PANGGILAN MASUK
8
MALAM PERTAMA?
9
RASA NYAMAN
10
PEDULI
11
HANYA REKAN KERJA
12
LOGIKA DAN PERASAAN
13
TEMAN BARU BTARI
14
RINDU?
15
BENCANA
16
BARRA, SUAMINYA BTARI.
17
DEEP TALK?
18
CEMBURU
19
BARRA GALAU
20
KECEWA
21
AYO MULAI DARI AWAL
22
Jangan Terlalu Baik
23
SEPEDULI ITUKAH?
24
KELUARGA
25
CANGGUNG LAGI
26
BARRA, BTARI DAN DEBAT
27
PERTEMUAN
28
PERASAAN ANEH
29
BARRA DITOLAK, BIAN BERTINDAK
30
KEDATANGAN BIAN
31
SISI LAIN BTARI
32
MASA LALU?
33
MALAM MENCEKAM
34
SIAPA ADAM
35
DIA ISTRIKU
36
KITA PUNYA BATASAN
37
TERBONGKAR DAN MUSIBAH
38
TAK BERDAYA
39
SIUMAN
40
MULAI ADA RASAKAH?
41
BUKAN SOAL RASA
42
KABAR MENGEJUTKAN
43
ORANG SURUHAN
44
MASA LALU DAN MASA DEPAN
45
TENDER BERMASALAH
46
BTARI DAN PERASAANNYA
47
BERTENGKAR
48
SETIAP KEMUNGKINAN ITU ADA
49
BARRA SUKA BTARI CEMBURU
50
MULAI PDKT
51
TITIK TEMU
52
TERPAKSA JADIAN
53
NOSTALGIA YANG TAK PERLU
54
SIAP BERANGKAT
55
SATU SELESAI, SATU LAGI MUNCUL
56
ADAM YANG ANEH
57
MENCOBA BICARA
58
MELEPAS RINDU
59
BTARI SALAH TINGKAH
60
PASUTRI BARU
61
TIDUR SEKAMAR-SERANJANG
62
KEJUTAN DARI BTARI
63
SEMAKIN DEKAT
64
SKANDAL
65
MENJELASKAN SEMUANYA
66
PELAKU UTAMANYA
67
SYARAT ARDYA
68
SAKINAH DALAM RUMAH TANGGA
69
MELEPASKAN
70
RASA TERABAIKAN
71
AMARAH DALAM DIAM
72
USAHA MENDAPATKAN MAAF
73
GAGAL LAGI
74
BULAN MADU
75
DOUBLE DATE
76
MALAM YANG INDAH
77
PENGAKUAN
78
PEKERJAAN BARU
79
PERTEMUAN TAK TERDUGA
80
PESAN DARI ADAM
81
KEHENINGAN YANG MENEGANGKAN
82
EGO
83
SESAK
84
BERTEMU NADEA
85
SALING MENGERTI
86
AROMA PARFUM
87
NODA
88
SAKIT DAN BERDARAH
89
BIARKAN AKU SENDIRI DULU, BAR
90
BTARI HAMIL
91
KEKECEWAAN ORANG DEKAT
92
PROSES TM 1
93
BTARI MODE POSESIF
94
TERJATUH
95
PERTARUHAN NYAWA
96
SELAMAT
97
BERUSAHA MENJADI YANG TERBAIK
98
LETAK BAHAGIA

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!