Rull mengikuti Ratu ke ruang pribadinya. Saat di sana, ia melihat beberapa benda bersejarah dan sebuah bingkai besar yang memuat foto keluarga kerajaan. Dalam foto itu terlihat Ratu Arendelle, Tsaritsa saat kecil, dan seorang pria yang mengenakan mahkota.
"Dia... siapa?"
"Dia adalah Raja Hollande, suamiku, sekaligus ayah dari Tsaritsa."
"Ayah Tsaritsa? Lalu... di mana dia sekarang?"
Ratu menghela napas panjang, lalu duduk di kursi.
"Jujur, aku bingung harus memulai dari mana. Tapi mungkin, aku akan menceritakan semuanya dari sebelum Tsaritsa lahir."
......................
Pengkhianatan di Kerajaan Clathria
Dahulu kala, setelah kemenangan besar di Irdlia melawan Raja Iblis, Dewa Aonghus membangun empat kerajaan megah di setiap penjuru Irdlia. Setiap kerajaan dipimpin oleh para pahlawan besar yang telah mengabdikan hidup mereka untuk melindungi tanah tersebut. Kerajaan Clathria, yang terletak di utara, menjadi simbol keberanian dan kekuatan, tempat para pendekar diuji untuk melanjutkan generasi pemimpin kerajaan.
Generasi demi generasi berlalu, dan pada masa pemerintahan raja ke-15, ujian kelayakan untuk memilih raja baru kembali diadakan. Di antara para pendekar yang mengikuti ujian, dua nama mencuat sebagai yang terkuat: Hollande dan Demous.
Hollande adalah pendekar pedang berhati nurani. Ia dikenal sebagai sosok yang bijak dan penuh belas kasih, selalu memaafkan lawan yang sudah tidak berdaya. Sementara itu, Demous, meski memiliki keberanian yang sama, memiliki pandangan berbeda. Ia percaya bahwa kelemahan adalah sumber kehancuran dan bahwa musuh yang tidak dihancurkan akan selalu menjadi ancaman.
Ujian terakhir tiba, dan para pendekar pedang diutus untuk memimpin pasukan melawan sisa-sisa kekuatan iblis yang mengancam perbatasan Clathria. Peperangan itu berlangsung sengit. Para pendekar dan pasukan kerajaan terpojok oleh serangan tanpa henti dari pasukan iblis. Di tengah situasi yang hampir mustahil, Demous melihat kesempatan untuk menyelamatkan rekan-rekannya. Ia berdiri di garis depan, melawan gerombolan iblis sendirian untuk memberi waktu bagi yang lain untuk mundur.
"Pergilah, Hollande! Bawa pasukan kita kembali dan kirimkan bantuan untukku!" seru Demous
Hollande, meski berat hati, memimpin pasukan kembali ke markas untuk mengirimkan bantuan. Demous, dengan segenap keberanian dan kekuatannya, berhasil memukul mundur pasukan iblis meski tubuhnya dilumuri luka. Ia berdiri di medan perang, menanti bantuan yang dijanjikan.
Namun, saat pasukan bantuan tiba, mereka menolak mendekat. Salah seorang pemimpin pasukan berkata.
"Demous mungkin sudah tidak bisa diselamatkan. Kami tidak akan mengambil risiko untuk seorang yang sekarat."
Demous, yang masih hidup, mendengar langkah-langkah pasukan yang menjauh. Ia berteriak sekuat tenaga.
"Aku masih di sini! Aku masih hidup!"
Namun, pasukan itu tidak berhenti. Hanya seorang prajurit yang menoleh sebentar, memandangnya dengan ekspresi datar, lalu berbalik dan pergi meninggalkannya di kehancuran.
Demous, yang telah mengorbankan segalanya demi rekan-rekannya, kini terbaring di tanah, dihantui rasa sakit bukan hanya dari luka-lukanya, tetapi juga dari pengkhianatan yang tak termaafkan. Dalam hati yang dipenuhi kekecewaan, ia bersumpah, "Pengkhianat harus dihancurkan. Tidak ada tempat bagi mereka di dunia ini."
Beberapa hari kemudian, tubuh Demous tidak ditemukan di medan perang. Legenda mengatakan bahwa ia selamat, tetapi berubah menjadi sosok yang berbeda. Kekecewaan dan kebenciannya terhadap pengkhianatan membakar hatinya, membuatnya bersumpah untuk membalas dendam pada mereka yang telah meninggalkannya.
Sejak saat itu, nama Demous menjadi bisikan di antara para pendekar Clathria. Beberapa mengatakan ia menghilang untuk membangun kekuatan, sementara yang lain percaya ia telah menjadi bayangan gelap yang terus menghantui kerajaan.
......................
Cerita Masa lalu Raja Hollande
Suasana di medan perang telah mereda. Para prajurit merapikan senjata, dan senyap mulai menyelimuti medan yang sebelumnya penuh dengan hiruk-pikuk pertempuran. Di tengah tenda markas, Jenderal Leonor berdiri dengan gagah, memandangi Hollande yang duduk dengan raut wajah penuh kelelahan dan pikiran berat.
"Hollande, terima kasih atas perjuanganmu untuk melindungi rekan-rekanmu dan juga tanah air ini." Ucap Jenderal Leonor
"Maaf, Jenderal, tapi ini bukan perjuanganku saja. Demous... dia lebih berjasa dalam peperangan ini. Dia yang menghadapi ancaman terbesar dan mengorbankan segalanya."
"Aku tahu. Pengorbanan Demous memang patut dikenang, dan jasa-jasanya tidak akan pernah kami lupakan. Tapi untuk saat ini, kau adalah pemenang dari ujian besar ini. Kau telah membuktikan dirimu layak memimpin. Raja Edward menyetujui semua itu."
Hollande menunduk, pandangannya tertuju pada tanah, seakan memikirkan sesuatu yang jauh lebih berat dari penghargaan yang diberikan kepadanya.
"Entah mengapa, Jenderal, aku merasa tidak pantas. Seharusnya Demous-lah yang menjadi pemimpin sebenarnya. Dia yang memberikan segalanya tanpa ragu, bahkan ketika itu berarti mengorbankan dirinya."
"Hollande, seorang pemimpin bukan hanya mereka yang berkorban, tapi mereka yang terus membawa warisan perjuangan itu ke depan. Demous sudah gugur dalam peperangan, tapi kau adalah penerus yang dia percayakan untuk melanjutkan apa yang dia perjuangkan."
Hollande masih terdiam, namun dalam hatinya ada gejolak rasa tanggung jawab yang mulai tumbuh. Ia tahu bahwa menerima posisi ini berarti mengemban amanah besar, tidak hanya untuk kerajaan, tetapi juga untuk menghormati pengorbanan Demous.
"Jika kau merasa tidak pantas, maka buktikan sebaliknya. Jadilah pemimpin yang diingat, bukan hanya karena takhta, tetapi karena tindakanmu yang akan membawa perubahan bagi negeri ini." Ucap Jenderal Leonor
"Baik, Jenderal. Aku akan melakukan yang terbaik... demi Demous, demi tanah air ini, dan demi mereka yang telah berjuang di sisiku."
"Itu semangat yang ingin aku dengar. Mulai sekarang, langkahmu adalah untuk mereka semua. Kau tidak sendiri, Hollande. Kami semua di sini akan mendukungmu." Ucap salah satu prajurit.
...****************...
Beberapa hari setelah percakapan di markas.
tiba waktunya untuk hari yang dinantikan oleh seluruh rakyat Clathria: penobatan Hollande sebagai Raja Clathria. Upacara megah itu dilaksanakan di dalam katedral agung.
Hollande berdiri di hadapan singgasana kerajaan mengenakan jubah. Paduan suara melantunkan nyanyian yang merdu dan suci, mengiringi suasana sakral yang memenuhi ruangan. Rakyat Clathria memenuhi alun-alun luar katedral, menyaksikan momen bersejarah ini dengan penuh harap dan rasa hormat.
Di hadapan Hollande, seorang pendeta agung memegang kitab suci dan mahkota yang bersinar terang. Ia mulai membacakan doa dan sumpah serah terima kekuasaan dengan suara yang lantang namun penuh hikmat:
"Atas nama Dewa Aongus, Sang Pemimpin Ilahi, kami berkumpul hari ini untuk melaksanakan upacara suci penobatan pemimpin baru bagi negeri ini. Atas kehendak-Nya, kami bersaksi bahwa hari ini adalah awal dari masa pemerintahan yang baru, masa yang penuh harapan dan keberanian."
Pendeta melangkah maju, mengangkat mahkota tinggi di atas kepala Hollande.
"Atas nama Dewa Aongus, kami mengangkat Hollande sebagai Raja Clathria, penjaga negeri, pembawa keadilan, dan pelindung rakyat."
Ketika mahkota perlahan diletakkan di atas kepala Hollande, seluruh rakyat, baik yang berada di dalam maupun luar katedral, berseru serempak:
"Kami bersaksi! Kami mengangkat Hollande sebagai Raja Clathria!"
Suara mereka menggema, menyatukan hati dan semangat seluruh bangsa. Kini, Hollande resmi menjadi pemimpin Clathria.
Hollande berdiri dengan tenang di hadapan mereka semua, meski dalam hatinya masih tersimpan keraguan kecil. Namun, ketika ia melihat wajah-wajah rakyatnya yang penuh keyakinan, ia tahu bahwa tugas ini adalah amanah yang harus ia jalankan dengan sepenuh hati.
......................
Jika ada kesalahan typo atau sulit dimengerti silahkan komentar saja.
Terimakasih sudah membaca 🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments