Bab 4 : Teguran Yang Membawa Malapetaka

Waktu istirahat selesai, semua murid kembali ke kelas. Pelajaran dimulai, suasana menjadi senyap saat murid-murid sibuk mengerjakan tugas yang diberikan guru. Namun, suasana itu tidak berlaku untuk Zacky, yang terus mengganggu Rull dengan melemparkan gulungan kertas ke arahnya.

Rull, yang mencoba fokus pada tugasnya, mulai kehilangan kesabaran. Gulungan kertas yang dilempar Zacky semakin sering mengenai mejanya, bahkan sesekali mengenai kepalanya.

"Pak Guru, Zacky melempari saya kertas saat jam pelajaran!" teriak Rull

Pak Guru, yang terkejut dengan keributan itu, segera menatap ke arah Zacky.

"Zacky, apakah benar kamu yang melakukannya?" tanyanya

"Tidak, Pak Guru. Saya hanya diam mengerjakan tugas, jika pak guru tidak percaya tanya saja yang lain." ucap Zacky dengan wajah polos

"Murid-murid, apakah benar Zacky yang melakukan ini?" tanya guru kepada murid lain

Namun, kelas tiba-tiba berpihak pada Zacky.

"Tidak, Pak Guru. Dari tadi Zacky hanya mengerjakan tugas," ucap salah satu murid.

"Iya, Pak Guru. Mungkin ini hanya akal-akalan Rull agar dia bisa meluangkan waktu untuk tidak mengerjakan tugas," tambah murid lainnya.

Suasana kelas dipenuhi sorakan dari murid-murid yang mendukung Zacky.

"Sial percuma saja jika aku jujur, murid murid lainnya pasti lebih membela Zacky." gumam Rull menahan amarah

"Rull Anderson, jika kamu membuat keributan seperti ini lagi, maka Bapak tidak akan segan menghukummu."

Saat suasana mulai senyap kembali Zacky mengganggu Rull lagi, Zacky melempar kertas kecil kearah Rull namun Rull mengabaikannya.

Zacky tidak puas karena Rull tidak bereaksi apapun, Zacky mencoba melapisi kertas dengan permen karet lalu melemparkan kearah Rull, permen karet bertempelan di rambut Rull dan di bajunya.

Semua murid tertawa kecil, Elsa yang melihat tingkah laku Zacky langsung melaporkan kepada Pak Guru.

"Maaf Pak Guru tadi saya melihat Zacky melemparkan permen karet kearah Rull." Ucap Elsa

Tiba-tiba, tanpa berpikir panjang, Rull meraih bangkunya dan melemparkannya ke arah Zacky. Bangku itu melayang dengan keras, membuat seluruh kelas terdiam dalam ketegangan.

Zacky berhasil menghindar, tetapi bangku itu jatuh dengan suara keras, nyaris mengenai jendela.

"Rull Anderson.... Ikut Bapak ke kantor sekarang juga!" teriak Pak Guru marah

Elsa dan Bunga, hanya bisa menatap Rull dengan khawatir. Elsa berusaha berdiri, tetapi Bobby menahan tangannya. "Elsa, jangan. Kamu hanya akan membuat masalah lebih besar," bisiknya

...****************...

Selang beberapa waktu Ibu Rull berhadapan dengan kepala sekolah dan menyelesaikan masalah.

"Maafkan saya atas tindakan yang anak saya

perbuatan." Ucap Victoria

"Maaf Ibu Victoria, anak Ibu mendapatkan SP 2 karena tindakan anak Ibu. Pihak sekolah akan mengeluarkan anak Ibu jika kejadian ini terulang kembali," Ucap kepala sekolah

Setelah masalah diselesaikan, Ibu Rull, Victoria, berjalan keluar dari ruang guru dengan wajah cemas. Rull mengikuti di belakangnya, menundukkan kepala. Mereka memasuki mobil tanpa banyak bicara.

Saat mobil melaju perlahan menuju rumah, Victoria membuka percakapan.

"Bukankah Ibu sudah memberitahumu untuk sabar menghadapi masalah, Rull?"

"Ibu, tapi ini semua bukan salahku. Mereka semua menuduhku tanpa bukti. Mereka membela Zacky karena dia murid populer. Sedangkan aku... aku hanya murid biasa, bahan candaan mereka," jawab Rull lirih

Victoria menarik napas panjang, berusaha meredam emosinya. Tetapi sebelum dia bisa menjawab, Rull melanjutkan.

"Itulah mengapa aku berpikir, lebih baik aku berhenti sekolah," ucapnya tiba-tiba

Victoria menghentikan mobil mendadak di pinggir jalan. Dia memalingkan wajahnya ke arah Rull, matanya membelalak tak percaya.

"Apa yang kamu katakan, Rull?" tanyanya dengan nada tinggi.

"Ibu, aku tidak sanggup lagi diperlakukan seperti ini. Aku merasa di dunia ini, yang kuat dihormati, sedangkan yang lemah selalu dicaci maki. Andai saja aku kuat, mungkin aku bisa..."

Ucapan Rull terpotong oleh suara ibunya.

"Lalu untuk apa Ibu bekerja selama ini, Rull?!"

Suara Victoria meninggi, tetapi bukan karena marah, melainkan penuh rasa sakit. Matanya mulai basah oleh air mata.

Rull terdiam, terpaku mendengar nada suara ibunya yang penuh emosi.

"Ibu bekerja keras setiap hari, bahkan hingga lupa waktu, hanya supaya Ibu bisa melihat masa depan anak Ibu ini terlihat cerah. Kamu ini cerdas, berbakat, dan Ibu melihat cahaya di masa depanmu, Rull. Jangan biarkan rasa putus asa ini merusak semua yang sudah kamu miliki," ucap Victoria, suaranya mulai bergetar.

Rull menundukkan kepala, hatinya terasa berat.

"Maafkan aku, Ibu... Aku tidak bermaksud membuat Ibu menangis," ucapnya dengan penuh penyesalan.

Victoria menarik napas dalam-dalam, lalu mengusap air matanya dengan punggung tangan. Dia meraih tangan Rull dan menggenggamnya erat.

"Berjanjilah kepada Ibu bahwa kamu harus terus berjuang untuk menghadapi masalah."

"Demi Ibu aku akan terus berjuang." Ucap Rull

Tiba-tiba

Suara klakson panjang bergema di udara.

Truuuuu... Truuuuu...

Rull dan Victoria, yang sedang berbincang di dalam mobil, hanya punya waktu beberapa detik sebelum.

BAM...

Sebuah tronton menabrak bagian belakang mobil mereka dengan keras.

Mobil yang mereka tumpangi terguncang hebat, menabrak pagar pembatas jalan, dan terjun ke jurang di sisi kanan jalan.

Di atas tebing, dua sopir tronton keluar dari kendaraan mereka. Salah satu dari mereka, seorang pria bertubuh besar dengan wajah panik, memaki.

"Sial! Apa yang kau lakukan?! Aku sudah bilang jangan menyetir dalam keadaan mabuk!"

Rekannya, yang jelas dalam keadaan setengah mabuk, menepis dengan kasar.

"Berisik! Ini salahmu juga! Kenapa tidak mau gantian mengemudi tadi?!"

Mereka berdua memandang ke bawah, melihat mobil yang hancur di dasar jurang

"Apa kita harus turun dan membantu?" tanya rekan sopir panik

"Jangan bodoh! Kalau ketahuan, kita selesai dipenjara. Tempat ini sepi, tidak ada saksi. Cepat, kita pergi sekarang sebelum ada yang melihat."

Tanpa menoleh lagi, mereka masuk kembali ke tronton dan meninggalkan tempat kejadian dengan tergesa-gesa, meninggalkan Rull dan Victoria dalam keadaan kritis.

Di dasar jurang, Rull perlahan mulai sadar. Kepalanya berdarah, tubuhnya terasa sakit di beberapa tempat. Dia mencoba membuka matanya yang kabur oleh darah.

"Ibu...? Ibu!" panggilnya dengan suara lemah.

Dia melihat ke samping. Ibunya, Victoria, tergeletak tak sadarkan diri di kursi, darah mengalir dari dahinya. Sabuk pengaman ibunya tersangkut erat.

Dengan gemetar, Rull berusaha melepaskan sabuk pengamannya sendiri. Butuh beberapa kali usaha, tetapi akhirnya dia berhasil. Tubuhnya yang lemah bergerak menuju ibunya.

"Ibu... bangunlah... aku mohon, bangunlah," ucapnya sambil berusaha melepaskan sabuk pengaman ibunya yang tersangkut.

Setelah beberapa usaha keras, dia berhasil melepaskan ibunya. Namun, tubuh ibunya terasa berat, dan luka-lukanya terlihat parah.

"Ibu! Tolong bangun! Jangan tinggalkan aku, bu! Aku mohon..." Rull memeluk ibunya erat, berteriak putus asa.

"Seseorang tolong aku! Tolooooooong....." teriaknya histeris, suaranya menggema di jurang

Tidak ada jawaban. Hanya suara rintikan hujan yang menemani.

Rull, yang masih memeluk tubuh ibunya, tiba-tiba merasakan gelombang emosi yang begitu besar.

"Aaaaaaarrrrrrgggggghhhhh!!!"

Dia berteriak sekuat tenaga, tangisnya pecah dalam keheningan.

......................

Jika ada kesalahan typo atau sulit dimengerti silahkan komentar saja.

Terimakasih sudah membaca 🙏

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!