babb 12 Gak bikin ketar ketir

Satu minggu kemudian, tepat pukul 08:00 pagi, Resa dan Tina sedang membantu kakaknya untuk memindahkan barang ke rumah barunya. Di tengah sibuknya kegiatan mereka, terlihat seseorang menghampiri Nenek Nur yang sedang duduk di atas kursi yang berada di teras depan rumahnya.

"Tumben Wina lewat sini?" gumam Tina, menyipitkan mata. Terlihat kerutan dari wajahnya dengan pikiran tanda tanya di benaknya. Tetapi tangannya tak beralih memindahkan barang yang akan ia angkut ke rumah kakaknya.

"Pagi, Nek. Wati-nya ada?" sapa Wina mengangguk dengan senyuman ramahnya.

"Pagi, Neng. Wati sudah berangkat dari tadi. Nenek kira dia berangkat bareng kamu, kan biasanya?" ujar Nenek Nur dengan menyunggingkan senyum di bibinya.

"Enggak, Nek. Soalnya udah tiga hari ini Wati gak masuk kerja! Makanya saya kesini," jelas Dewi membuat Nenek Nur melebarkan kelopak matanya terkejut.

"Masa iya, Neng? Padahal tiap hari Wati selalu berangkat dari rumah! Lalu perginya kemana kalau gak kerja?" raut muka yang sudah tak mudah itu menyiratkan rasa khawatir kepada cucu kesayangannya.

Sedangkan Tina yang mendengar perbincangan mereka menghentikan aktivitasnya sejenak. Namun tak membuat dirinya kaget karena kejadian seperti ini sudah ia duga sebelumnya.

"Udah gue tebak sih. Kelakuannya gak pernah bener. Malu-maluin aja," gerutu Tina dalam hati.

"Saya kira Wati lagi sakit. Soalnya gak ngabarin sama sekali, mau di telpon juga saya gak punya nomor HP-nya. Ini juga sekalian di suruh nanyain kabar Wati sama yang punya toko," jelas perempuan yang berpenampilan rapi mengenakan pakaian kekinian yang lagi tren di masanya.

"Tuh kan, berulah lagi dia. Udah diingetin juga jangan bikin malu yang bawa," gumam Tina, namun Resa menyenggol lengan adiknya agar diam.

"Engga ko... siapa tahu hari ini beneran berangkat kerja. Nanti Nenek tanya kalau Wati-nya udah pulang," kata Resa.

"Ya sudah kalau begitu... mari, Nek, Tina, Resa," pamit wanita itu melenggang pergi dari kediaman Nenek Nur.

"Iya, silakan," jawab mereka bersama.

"Orang kaya dia mah gak bisa diharapkan... kelakuannya na'uzubilah," gumam Tina yang melangkah pergi meninggalkan kediamannya.

"Ada apa, Mak?" tanya Komala yang menyadari kedatangan ibunya dan menyusul duduk di atas kursi yang ada di ruang tamu.

"Itu si Wati, katanya sudah tiga hari gak masuk kerja. Padahal dari rumah selalu berangkat. Coba deh kamu telpon dia, ada di mana sekarang," jelas Nenek Nur terlihat guratan amarah dari wajah sepuhnya yang membuat Komala bergegas mengambil gawai yang ia letakan di dalam kamar.

Beberapa kali panggilannya tak dijawab, Komala mulai merasakan kegundahan. Segelintir pertanyaan berseliweran di pikiran nya yang membuat kepalanya berdenyut.

Sedangkan di kediaman Rima, rumah yang baru selesai dibangun itu terlihat sederhana, namun nyaman untuk ditempati. Angin yang sejuk membuat suasana kakak beradik merasa betah berlama-lama di kediaman itu. Setelah selesai bebenah, keempat kakak beradik itu duduk lesehan di atas karpet sambil berbincang.

"Teteh heran deh sama si Wati. Gak nyangka kelakuannya kaya gitu. Teteh kira, keadaan kalian baik-baik aja saat tinggal bareng mereka. Kamu juga, Resa, masa diam aja sering di salahin Mamah? Kenapa gak pernah cerita sama Teteh! Kamu itu harus bisa membela diri agar tak mudah di tindas orang," cecar Rima, raut mukanya menyiratkan amarah yang membuncah.

Andai dia mengetahui kejadian yang menimpa adiknya, mungkin dia lah yang akan membela ke-3 adiknya saat ada yang berprilaku tidak baik terhadap mereka.

"Iya, Teh Rima. Benar itu, Teh Resa sama Dian mah cuman diam aja, padahal sering di serang keadaan, tapi gak bisa nyerang balik. Palingan bisanya nangis doang," ejek Tina ikut memanasi keadaan yang mulai terlihat tegang.

"Ck, mentang-mentang kamu bisa ngelawan, Tin. Kalau cuman bicara di belakang aja, Teteh juga bisa, Tin. Palingan telinganya Mamah akan terasa panas sekarang, karena sedang kita ghibahin," dengus Resa memicing ke arah adiknya yang sedang cengengesan.

Namun, di tengah perbincangan mereka terdengar suara teriakan seseorang yang memanggil salah satu dari mereka. Wanita paruh baya dengan penampilan syar'i dan suara khasnya yang memekik telinga.

"Rim... Rima!" teriaknya mendorong daun pintu agar terbuka lebar.

"Hadeuh, nambah satu lagi ini. Siap-siap tutup telinga, dah. Sebentar lagi bakalan ada ceramah dadakan. Mana kaya TOA aja, suaranya menggema," usil gadis ayu yang berwajah bulat dengan khas bulu matanya yang lentik itu menyambut kekeh an ke-3 saudaranya.

"Iya, Nek. Sini masuk," Rima menyambut kedatangan neneknya yang sudah berada di ambang pintu, di susul oleh ke-3 adiknya yang bergantian menyalami sang nenek dengan takzim.

"Itu, kamu beli paralon baru deh, buat aliran air ke rumah kamu. Sekalian sama punya Nenek di ganti, paralon yang lama udah usang. Banyak sambungan jadi sering tersendat," pintanya sambil mengeluhkan keadaan yang sebenarnya tak mengganggu aliran air itu sama sekali.

"Pake yang ada aja dulu, Nek. Aku baru pindahan loh ini. Kalau sekarang, aku belum ada uang buat beli yang baru," usul Rima dengan suara kesal yang tertahan. Karena neneknya itu selalu mempermasalahkan hal sekecil apapun menjadi masalah besar yang akan terus diungkit sebelum keinginannya terpenuhi.

"Kamu ini... kalau di bilangin suka membantah. Itu buat keperluan kamu juga, jangan suka perhitungan sama orang tua, gak seberapa ini," dengusnya tak menerima penolakan. Padahal jelas dia tahu keadaan cucunya saat ini seperti apa.

"Iya, Nek. Nanti deh, kalau udah ada uangnya baru beli. Kalau sekarang belum bisa. Karena suamiku juga belum mulai jualan lagi," jelas Rima meminta pengertian sang nenek yang ternyata tak bisa mengerti keadaan cucunya.

"Halah, alasan kamu aja itu. Bilang aja gak mau modal sendiri," umpatnya beranjak dari tempat duduknya, menghampiri cucu yang lainnya. Rima mengekor dengan perasaan dongkol.

"Lagi pada ngumpul disini ternyata. Kalian kemana aja? Sekarang jarang ke rumah Nenek. Apa lagi kamu, Resa. Mentang-mentang sudah kerja, lupa sama Nenek kamu. Gak inget apa, dari kecil Nenek yang susah payah ngurusin," katanya dengan nada yang sedikit meninggi.

Meraka berempat hanya saling lirik beradu pandang, merasa jengah dengan pembahasan yang menurut mereka sepele tapi selalu di besar besar kan sama neneknya.

"Yang benar saja. Apa katanya, ngurusin? Lah dia, cuman omong doang," batin Tina mengalihkan pandangan dari neneknya yang terlihat berpakaian rapih mengenakan gamis dan kerudung lebar yang menutupi sampai area bolongnya.

Suara Adzan terdengar menyerukan ajakan sholat ashar. Resa dan kedua adiknya berpamit pulang karena harus menjalankan kewajibannya, untuk menuntut ilmu di tempat pengajian seperti biasa.

Saat di perjalanan pulang, Tina bercerita tentang keinginannya pada sang kakak yang berjalan di sampingnya. "Teh, kayanya minggu depan aku mau kerja juga deh. Soalnya, udah libur sekolah, tinggal menunggu kelulusan. Nanti, aku tanya Wina siapa tahu ada lowongan di Plaza," ucap Tina memberi tahukan maksudnya.

"Sebaiknya ngobrol dulu sama Bapak, Tin. Baiknya gimana!" perintah gadis yang berparas cantik itu mengulurkan tangan putihnya untuk mengelus pundak sang adik.

"Ah.. iya, Teh. Aku jadi inget si Wati. Ngomong-ngomong, saat dia pulang pasti bakal di brondong banyak pertanyaan. Terus di ceramah in," girang Tina saat mengingat sesuatu yang tiba-tiba melintas dalam benaknya.

"Hadeh,gak bermanfaat banget kita meng-ghibah orang terus, Tin. Kaya kita udah bener aja ya," kata Resa.

"Halah, gak asik banget, Teh Resa mah baru juga bahas dikit, udah ceramah aja," delik Tina namun tangannya merangkul sebelah tangan Resa yang menuntun sang adik di tangan yang satunya lagi.

Sedangkan Dian hanya terkekeh, mendengarkan celotehan ke-2 kakaknya. "Dian, kamu itu diem diem bae. Harus di ketok, baru bunyi," ujar Tina mencondongkan badannya karena terhalang oleh Resa yang berada di tengah ke-2 adiknya.

"Apanya yang di ketok, Teh?" tanya Dian mendongak, wajah polosnya terlihat jelas, sedangkan sang kakak hanya terkekeh saat melihat adik yang satunya mendelik karena ucapannya tak dimengerti oleh sang adik.

"Maksudnya, kamu harus di tanya dulu, baru bicara, Dian. Kalau nggak, ya seperti itu. Kamu hanya diam menyimak aja," ucap Tina menjelaskan.

"Jangan pernah merasa sendiri, yah, kamu punya kita. Apapun dan kapan pun, kamu bisa cerita tentang keluh kesah kamu," timpal Resa sambil menyunggingkan senyum di bibirnya, yang direspon Dian dengan mengangguk.

Setibanya di rumah, mereka segera mandi bergantian, lalu berangkat ke pengajian bersama. Disusul dengan adik tirinya yang mengejar langkah mereka, karena tertinggal, sambil mulut yang kumat-kamit menggerutu.

"Dia kenapa? Kaya yang lagi baca mantra aja. Kumat-kamit begitu," usil Tina, matanya memicing pada dia yang sedang berjalan tergesa menyusulnya.

"Kalau berani, mah sini. Dihadapan orangnya, kalau cuman ngomongin di belakang doang mah gak bikin aku ketar-ketir," sindirnya saat samar-samar mendengar dirinya disebutkan.

"Eh, eh... kepedean banget kamu. Bukannya situ yah yang hobi jelekin kita. Lagian, situ komat-kamit aja. Bikin orang berpikiran jelek tau!" dengus Tina meladeni ucapan Wanti yang sudah menatap garang.

"Ck... apa sih, jangan usil deh. Aku lagi hapalin, buat setor hapalan tahfiz, belum lancar," jelasnya yang akhirnya mengalah dan berjalan mendahului kakaknya, sambil menyeret Dian agar mengikuti nya.

"Haduh, gawat ini, Teh. Gimana dong, aku lupa belum menghafal buat setoran tahfidz lagi. Ini gara-gara si Kang Nathan, yang bikin gabut. Jadinya aku lupa menghapal buat setoran hari ini," keluh Tina merasa gusar.

"Sudah tau di jadiin bahan gabut. Bukannya cabut, eh malah di ajakin ribut. Dari awal Teteh udah peringati kamu, Tin," saut Resa dan terkekeh melihat ekspresi adiknya yang malah terlihat menggemaskan saat pipinya menggembung karena cemberut.

"Ah... Teteh mah, malah ngeledek lagi. Alamat di setrap ini mah," kesal Tina sambil memukulkan buku yang dipegangnya pada gadis berkerudung ungu muda yang selalu terlihat anggun saat dipandang.

Tanpa sepengetahuan keduanya, seseorang yang duduk di teras mesjid selalu menunggu hanya untuk sekedar melihat salah satu gadis yang telah menarik perhatiannya.

"Ku lihat senyum cantikmu yang menggoda. Ingin rasanya aku menyapa. Namun rasanya tak pantas diriku tuk dirinya. Bagai sinaran pelangi, penuh warna-warni menghiasi diri, kamu membuat semua orang terpana. Melihat parasmu, senyummu sungguh aku mengagumi...... Ya Tuhan, ku serahkan padamu. Ku doakan dia, di sepertiga malamku," lamunan pria tersebut, saat gadis itu melewati dirinya.

Siapakah gerangan gadis incarannya? Dan lamunannya buyar, saat mendengar dehem an seseorang. Pemuda itu mengusap tengkuknya merasa malu, karena ketahuan telah menatap orang yang bukan mahramnya. Lalu ia bangkit dari duduknya menghampiri sosok pria yang bertubuh tegak yang mengenakan koko dan sarung itu membuat orang segan namun menjadi panutan di kampungnya.

Terpopuler

Comments

@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸

@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸

wati bolos kerja udah 3 hari. kemana ituuu?

2025-02-14

1

Tini Timmy

Tini Timmy

waduhh, kemana si wati...

2025-02-01

0

Taurus girls

Taurus girls

/Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm/

2025-02-09

2

lihat semua
Episodes
1 Bab 1 Liburan di desa
2 Babb 2 Kegundahan gadis remaja
3 Babb 3 pengagum gadis desa
4 babb 4 Galau
5 Babb 5 Hanya satu macam
6 babb 6 Hari pertama bekerja
7 babb 7 banyak yang mengagumi
8 babb 8 Keahlian terpendam
9 babb 9 Prasangka baik
10 babb 10 Ketahuan
11 babb 11 Awali pagimu dengan senyuman
12 babb 12 Gak bikin ketar ketir
13 babb 13 gundah
14 babb 14 Orang baru
15 babb 15 Menghindar
16 babb 16 Bimbang
17 babb 17 Ungkapan penyemangat
18 babb 18 Gak akan aku sia sia kan
19 babb 19 mood buster
20 babb 20 menghadiri acara pernikahan
21 babb 21 Kelakuan rendom Tina
22 babb 22 Pendekatan
23 babb 23 Mulai nyaman
24 Babb 24 Hanya di anggap beban
25 Babb 25 Kebingungan dan keraguan
26 Babb 26 salah paham berujung tunangan
27 bab 27 Ada aja tingkahnya
28 bab 28 Berita yang mengejutkan
29 Babb 29 Speknya pria idaman banget
30 Babb 30 Masih berharap
31 babb 31 Titik terendah
32 babb 32 Terancam kandas
33 babb 33 Gunjingan orang
34 babb 34 Di antara dua pilihan
35 babb 35 Labil
36 babb 36 Merasa buntu
37 babb 37 Jalan jalan
38 babb 38 Rungkad
39 bab 39 Kembali bekerja
40 bab 40 Suasana yang beda
41 bab 41 Overthinking
42 babb 42 Cobalah sadar bukanya terus sabar
43 babb 43 Omongan orang yang bikin down
44 babb 44 Anggap saja aku bahagia
45 bab 45 Rasa bersalah
46 bab 46 Hanya Allah yang tahu
47 babb 47 obrolan kocak yang membuat resa tersenyum
48 bab 48 insecure
49 babb 49 Tingkah random resa
50 babb 50 kegundahan Resa
51 babb 51 Di awasi seseorang
52 babb 52 pendekatan keluarga
53 babb 53 Agak lain emang
54 babb 54 Dompetku kaya museum
55 babb 55 Tak seindah Torabika cremy latte
56 babb 56 Kaya ATM
57 babb 57 sahur pertama
58 babb 58 Harus banyak ngalah
59 babb 59 ke rendoman Tina & wina
60 babb 60 It's Ok, I'm fine.. I have Allah
61 babb 61 Terbelenggu rindu
62 babb 62 Usil juga ternyata
63 bab 63 Bimbang
64 Bab 64 Hari raya
65 Bab 65 Tamat
Episodes

Updated 65 Episodes

1
Bab 1 Liburan di desa
2
Babb 2 Kegundahan gadis remaja
3
Babb 3 pengagum gadis desa
4
babb 4 Galau
5
Babb 5 Hanya satu macam
6
babb 6 Hari pertama bekerja
7
babb 7 banyak yang mengagumi
8
babb 8 Keahlian terpendam
9
babb 9 Prasangka baik
10
babb 10 Ketahuan
11
babb 11 Awali pagimu dengan senyuman
12
babb 12 Gak bikin ketar ketir
13
babb 13 gundah
14
babb 14 Orang baru
15
babb 15 Menghindar
16
babb 16 Bimbang
17
babb 17 Ungkapan penyemangat
18
babb 18 Gak akan aku sia sia kan
19
babb 19 mood buster
20
babb 20 menghadiri acara pernikahan
21
babb 21 Kelakuan rendom Tina
22
babb 22 Pendekatan
23
babb 23 Mulai nyaman
24
Babb 24 Hanya di anggap beban
25
Babb 25 Kebingungan dan keraguan
26
Babb 26 salah paham berujung tunangan
27
bab 27 Ada aja tingkahnya
28
bab 28 Berita yang mengejutkan
29
Babb 29 Speknya pria idaman banget
30
Babb 30 Masih berharap
31
babb 31 Titik terendah
32
babb 32 Terancam kandas
33
babb 33 Gunjingan orang
34
babb 34 Di antara dua pilihan
35
babb 35 Labil
36
babb 36 Merasa buntu
37
babb 37 Jalan jalan
38
babb 38 Rungkad
39
bab 39 Kembali bekerja
40
bab 40 Suasana yang beda
41
bab 41 Overthinking
42
babb 42 Cobalah sadar bukanya terus sabar
43
babb 43 Omongan orang yang bikin down
44
babb 44 Anggap saja aku bahagia
45
bab 45 Rasa bersalah
46
bab 46 Hanya Allah yang tahu
47
babb 47 obrolan kocak yang membuat resa tersenyum
48
bab 48 insecure
49
babb 49 Tingkah random resa
50
babb 50 kegundahan Resa
51
babb 51 Di awasi seseorang
52
babb 52 pendekatan keluarga
53
babb 53 Agak lain emang
54
babb 54 Dompetku kaya museum
55
babb 55 Tak seindah Torabika cremy latte
56
babb 56 Kaya ATM
57
babb 57 sahur pertama
58
babb 58 Harus banyak ngalah
59
babb 59 ke rendoman Tina & wina
60
babb 60 It's Ok, I'm fine.. I have Allah
61
babb 61 Terbelenggu rindu
62
babb 62 Usil juga ternyata
63
bab 63 Bimbang
64
Bab 64 Hari raya
65
Bab 65 Tamat

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!