Xu Yiran

Xu Yiran

Kebangkitan di Tengah Kehancuran

Xu Yiran terbangun dengan tubuh terasa dingin. Bau anyir darah menyeruak tajam ke hidungnya. Pandangannya kabur, tetapi perlahan-lahan mulai terbiasa dengan cahaya remang yang menyelinap melalui celah-celah kayu dari rumah yang hampir roboh.

“Apa ini…?” gumamnya, suara parau terdengar begitu asing di telinganya. Tubuhnya terasa sakit, terutama di bagian dada. Ia mencoba bangkit, namun keseimbangan tubuhnya terasa aneh, seperti belum terbiasa bergerak. Saat itu, pandangannya jatuh pada lantai—darah merah pekat membasahi tanah, bercampur dengan serpihan kayu dan kain compang-camping.

Bayangan kehancuran mulai tampak jelas di depan mata. Rumah-rumah terbakar. Tubuh-tubuh tergeletak tanpa nyawa, sebagian besar hangus. Jeritan yang sebelumnya mungkin menggema kini berganti menjadi keheningan yang mengerikan. Xu Yiran, yang baru saja sadar dari tidur panjang yang ia sendiri tak pahami, hanya bisa terdiam.

“Ini… mimpi buruk, kan?” Ia menatap tangannya, penuh debu dan bercak darah. Namun ini bukan tangan yang ia kenal—bukan tangan kurus tak berdaya miliknya di bumi. Ia menyentuh wajahnya, tubuhnya.

Bumi… Pikiran itu menyeruak, seolah menabrak dirinya seperti kilatan petir. Ingatan hidupnya di dunia sebelumnya muncul ke permukaan, membawa rasa pahit yang mendalam.

Xu Yiran di bumi hanyalah seorang pemuda malang, terjebak di ranjang rumah sakit sepanjang hidupnya. Tubuhnya lumpuh dari pinggang ke bawah akibat penyakit langka yang membuatnya tak bisa bergerak. Ia menghabiskan hari-harinya hanya dengan menatap layar televisi dan ponsel, menyaksikan pertarungan MMA yang selalu ia kagumi.

Hari-harinya dipenuhi oleh mimpi-mimpi yang tidak mungkin. Setiap malam, ia berimajinasi menjadi seorang petarung, berdiri di arena, melancarkan serangan mematikan, menaklukkan lawan dengan teknik yang sempurna. Namun, kenyataan selalu membangunkannya dengan kejam. Ia hanyalah seorang pria lumpuh yang bahkan tak bisa berjalan.

Hingga suatu hari, hidupnya berakhir dengan cara yang begitu tragis. Sebuah truk kehilangan kendali dan menabrak kamar rumah sakitnya. Ia tidak pernah sempat merasakan apa pun selain rasa takut saat melihat dinding runtuh menghantam tubuhnya.

Dan kini, ia berada di sini. Tubuh yang asing, dunia yang asing.

“Tidak mungkin…” gumam Xu Yiran. Sebelum ia sempat mencerna apa yang terjadi, rasa sakit tajam menusuk kepalanya. Ia memegangi kepala dengan kedua tangan, dan seketika itu, serangkaian ingatan yang bukan miliknya menyeruak masuk ke pikirannya.

Ini adalah ingatan milik tubuh yang kini ia tinggali—Xu Yiran yang lain. Seorang pemuda berusia delapan belas tahun dari desa kecil bernama Qinghe.

Xu Yiran di dunia ini adalah seorang pemuda biasa, anak yatim piatu yang tumbuh dengan kehidupan sederhana. Namun, hari ini seharusnya menjadi hari yang paling membahagiakan baginya. Hari ini adalah hari pernikahannya dengan Yin Mei, gadis tercantik di desa, yang diam-diam ia cintai sejak kecil.

Namun, kebahagiaan itu tak pernah datang. Pernikahan itu berubah menjadi mimpi buruk ketika sekte Seribu Bunga, sebuah sekte kultivator wanita yang terkenal kejam, tiba-tiba menyerang desa mereka.

Penyebabnya? Yin Mei.

Xu Yiran memegangi kepalanya erat, mencoba meredam rasa sakit yang tak tertahankan dari memori yang terus berputar di dalam pikirannya. Yin Mei memiliki tubuh spesial yang disebut Tubuh Dewi Kehidupan, sebuah anugerah langka yang membuatnya menjadi sasaran empuk bagi para kultivator yang ingin memanfaatkannya. Tetua sekte Seribu Bunga, Luo Feiyan, datang ke desa itu, membawa pasukan untuk merebut Yin Mei.

Tidak ada yang bisa melawan. Mereka semua dibantai tanpa ampun. Xu Yiran, calon suaminya, juga tewas dalam pertempuran singkat itu. Tubuhnya tergeletak tak bernyawa di tengah kehancuran yang sekarang ia lihat dengan mata kepala sendiri.

“Aku… mati?” Xu Yiran bergumam lirih, kedua matanya membelalak saat memahami kebenaran itu. Tidak, bukan dia yang mati. Itu adalah Xu Yiran yang asli dari dunia ini. Tapi sekarang, dirinya ada di sini.

Ia berdiri dengan susah payah, mencoba menenangkan pikirannya yang kacau. Napasnya memburu, rasa marah dan tidak berdaya mulai berkumpul di dadanya. Pandangannya tertuju pada desa yang sudah menjadi abu—tempat tinggalnya, tempat ia seharusnya memulai hidup baru dengan Yin Mei.

“Kau bercanda, kan…” Suaranya gemetar, tangannya mengepal kuat hingga buku-buku jarinya memutih. Kebencian mulai tumbuh dalam hatinya, lebih panas dari api yang membakar rumah-rumah di sekitarnya.

Xu Yiran tahu satu hal dengan pasti: jika dia lemah, dunia ini akan menelannya hidup-hidup. Tetapi jika dia menjadi kuat… maka dunia inilah yang akan berlutut di hadapannya.

Xu Yiran berdiri di tengah reruntuhan, tatapannya tajam menyapu desa yang kini tak lebih dari puing-puing hangus. Angin malam berhembus, membawa aroma darah dan abu. Pikirannya bergejolak, penuh dengan ingatan dan kemarahan.

"Jadi, ini tubuh yang baru," gumamnya. Ia menatap tangannya sekali lagi, merasakan kekuatan yang belum pernah ia miliki sebelumnya. Tubuh ini kuat, jauh lebih kuat dibanding tubuh lemah dan lumpuhnya di bumi. Bahkan tanpa latihan pun, otot-ototnya terasa lentur, dan setiap gerakan terasa ringan, seperti tubuh ini dilahirkan untuk bertarung.

Xu Yiran memejamkan mata sejenak. Di balik tragedi yang baru saja terjadi, ia tak bisa menahan percikan semangat yang muncul di hatinya. Ini adalah kesempatan yang selama ini ia inginkan—kesempatan untuk menjadi seorang petarung. Tidak hanya menonton, tidak hanya bermimpi. Tapi benar-benar bertarung, mengayunkan tinju, menaklukkan musuh.

Namun, semangat itu tak berlangsung lama. Kenyataan dunia ini kembali menghantamnya. Dunia ini jauh lebih rumit dan kejam dari yang ia bayangkan. Di sini, semua orang hidup dengan kekuatan yang mereka sebut kultivasi.

Xu Yiran mulai memahami sedikit demi sedikit dari ingatan pemilik tubuh ini sebelumnya. Kultivasi adalah jalan untuk melampaui batas manusia biasa. Dengan menyerap energi spiritual dari dunia, seseorang bisa memperkuat tubuh, meningkatkan umur, dan bahkan mencapai kekuatan yang bisa menghancurkan gunung atau membelah langit.

Semua orang memulai di tahap yang disebut Penempaan Tubuh. Itu adalah tahap dasar, di mana seorang kultivator melatih tubuh mereka untuk menerima energi spiritual. Ada sepuluh tahap di tingkat ini, dan tubuhnya sekarang berada di tahap kelima. Xu Yiran mengepalkan tangan, merasakan kekuatan yang mengalir di ototnya. Meski terasa kuat, ia sadar ini hanyalah kekuatan pemula—tidak ada apa-apanya dibandingkan kultivator tingkat tinggi.

Setelah Penempaan Tubuh, ada tahap Pengumpulan Qi, di mana seorang kultivator mulai menyerap energi spiritual murni ke dalam tubuh mereka. Kemudian dilanjutkan dengan tahap Pemadatan Inti, di mana energi yang terkumpul dipadatkan menjadi inti spiritual di dalam tubuh, menjadi sumber kekuatan sejati. Tahap-tahap berikutnya, seperti Penyatuan Roh, membawa kultivator lebih dekat ke kekuatan yang dianggap ilahi.

Di atas itu semua, ada para penguasa—orang-orang yang melampaui batas manusia. Mereka yang mencapai tingkat Ahli Spiritual atau lebih tinggi mampu mengendalikan kekuatan dunia di sekitarnya. Bahkan hanya dengan satu serangan, mereka bisa menghancurkan pasukan atau memusnahkan seluruh desa.

Xu Yiran menggertakkan gigi saat ingatan tentang Luo Feiyan, tetua Sekte Seribu Bunga, memenuhi pikirannya. Wanita itu berada di tingkat Raja Langit bintang tujuh—tingkat yang begitu jauh di atas dirinya, hingga ia tidak bisa membayangkan bagaimana cara mencapainya.

"Raja Langit bintang tujuh…" Xu Yiran mengulang kata itu dengan getir. Rasanya seperti bercanda. Di dunia ini, tubuhnya yang berada di tahap kelima Penempaan Tubuh sama saja seperti bayi yang baru belajar berjalan dibandingkan dengan monster seperti Luo Feiyan.

Rasa kecewa muncul di dadanya, menghapus semangat yang sempat berkobar. Namun, bersamaan dengan itu, muncul sesuatu yang lain—api yang berbeda. Api kebencian.

Xu Yiran menggertakkan giginya, ingatannya kembali pada desa ini, pada Yin Mei, dan pada semua orang yang kehilangan nyawa mereka karena keserakahan wanita itu.

"Luo Feiyan…" Xu Yiran mengucapkan nama itu dengan penuh kebencian. Wanita itu tidak hanya menghancurkan desanya, tapi juga merebut hak seseorang tanpa rasa malu. Yin Mei adalah calon istrinya, bukan milik orang lain. Baginya, tidak ada yang lebih hina daripada orang yang mengambil sesuatu yang bukan miliknya.

Xu Yiran mengepalkan kedua tangannya erat hingga buku-buku jarinya memutih. Ia tak tahu bagaimana, atau kapan, tapi satu hal ia yakini: ia akan membalaskan dendam ini. Tidak hanya untuk Yin Mei, tapi juga untuk dirinya sendiri.

“Kalau di dunia ini kekuatan menentukan segalanya,” katanya, suaranya rendah namun penuh tekad, “maka aku akan menjadi yang terkuat.”

Langit malam menyelimuti desa Qinghe yang sunyi, hanya ditemani suara angin dan aroma kematian. Di tengah kehancuran itu, Xu Yiran berdiri, membawa kemarahan dan harapan baru yang membakar dalam hatinya. Dunia ini boleh saja kejam, tapi ia tidak akan menyerah. Tidak sekarang, tidak selamanya.

Terpopuler

Comments

saniscara patriawuha.

saniscara patriawuha.

sikatttt manggg xuuuu....

2025-01-10

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!