Bab 5

Beberapa minggu berlalu sejak Arini memberikan bekal pada Davin. Tidak ada hal-hal khusus yang terjadi semenjak hari itu, walaupun Indah sering menggoda Arini karena ketika Davin akan mengembalikan kotak bekal miliknya itu dilihat oleh Indah dan yang lainnya. Baik Davin maupun Arini tidak mengambil pusing ledekan maupun godaan dari Indah.

“Kak Rin, tau tidak?” tanya Indah pada suatu siang, ketika mereka berdua sedang makan siang di kantin kantor.

“Tau apaan? Aku udah lama tidak nonton Cek dan Ricek sama Kabar-kabari,” jawab Arini sekenanya, sambil menyebutkan acara infotainment yang disiarkan di tv.

“Ih bukan tentang artis. 2 minggu lagi kantor mau adain acara family gathering gitu, Kak Rin. Dengar-dengar sih acaranya di hotel gitu,” jelas Indah.

“Benarkah?” tanya Arini. “Tau darimana kamu, Ndah?”

“Beneran, Kak. Jangan tanya darimana, telinga aku dikantor ini banyak," jawab Indah sekenanya.

“Boleh bawa keluarga, kan?” tanya Arini lagi.

“Namanya juga family, pastinya bawa keluargalah, Kak," jawab Indah sedikit geram. Ingin rasanya ia mencubit pipi berlesung itu, tapi mana ia berani. Yang ada dirinya langsung di smackdown.

“Ya, aku 'kan mikirin anak-anak, Ndah. Kalau sampai harus ditinggal untuk menginap, 'kan aku nggak bisa,” ucap Arini.

“Tenang aja, Kak Rin. Anak-anak pasti bakalan senang. Pasti Kak Rin udah lama juga tidak bawa anak-anak liburan, kan?”

“Hm, terakhir sepertinya tahun lalu, pas kami balik kampung ke Sumatra.”

“Pas banget kalau gitu, Kak. Ih pasti seru nih kumpul-kumpul sama anaknya Kak Rin," ucap Indah semangat.

Indah memang cukup akrab dengan anak-anaknya Arini. Ia yang notabene anak satu-satunya jadi memiliki keluarga jika bersama dengan keluarga Arini.

Siang itu, Arini bersama ketiga anaknya dan teman-teman kantornya yang lain sudah berkumpul di tempat yang akan menjadi tempat terlaksananya acara family gathering kantor Arini. Terletak di ujung kota dan udaranya terasa segar dan sejuk. Tempat ini juga menyediakan beberapa kamar yang nantinya akan dihuni oleh karyawan serta keluarganya. Sepertinya kantor Arini menyewa satu gedung hotek itu untuk acara kali ini.

Arini membawa ketiga anaknya ikut serta, sedang sang ibu memilih untuk tinggal dirumah saja. Arini telah berulang kali mengajak Amak untuk ikut. Sesekali harus menyegarkan pikiran, kata Arini. Namun Amak menolak. Ia lebih memilih istirahat di rumah saja. Akhirnya Arinj menerima dan tidak memaksa Amak lagi.

Acara ini diisi dengan berbagai macam permainan. Ada yang untuk dewasa, dan ada juga yang untuk anak-anak.

“Aduh capek juga ternyata,” keluh Indah yang baru saja selesai bermain tarik tambang. Ia duduk disamping Arini yang memang sejak tadi hanya melihat saja tanpa ikut berpartisipasi karena harus menemani putra bungsunya, Alif yang berusia tiga tahun.

“Kalau nggak mau capek, ya tidur, Ndah,” jawab Arini.

“Yeee lagi liburan kok malah tiduran.”

“Ya situ ngeluh.”

“Bukan ngeluh Kakakku sayang, hanya menyampaikan apa yang dirasa,” jelas Indah.

“Terserah kamu, Dek,” jawab Arini sambil membersihkan mulut Alif menggunakan tisu. Mulut Alif terlihat kotor akibat es krim yang sedang dimakannya.

“Eh, anak-anak kakak yang lain mana?” tanya Indah setelah sadar bahwa disana hanya ada Alif dan Arini saja.

“Nggak tau tuh. Tadi Aya sama Adit main disebelah sana,” kata Arini sambil menunjuk arah ke tempat dimana ia tadi melihat anaknya yang lain berada.

“Oh itu mereka,” kata Indah yang melihat anak Arini berlari menuju mereka.

“Mainnya jangan jauh-jauh ya, Kak. Jagain adeknya juga,” ucap Arini.

“Iya, Bun,” jawab Aya.

“Eh ini siapa?” tanya Arini ketika melihat seorang anak perempuan yang juga ikut bersama anak-anaknya.

“Ini kak Ziza, Bun. Tadi ikutan main sama Kakak,” jelas Aya. Anak gadis yang dimaksud hanya diam sambil tersenyum sangat tipis. Sepertinya anaknya pemalu, pikir Arini.

“Umurnya berapa?” tanya Arini pada gadis itu.

“9 tahun, Tante,” jawabnya.

“Nama kakak siapa?” tanya Arini lagi.

“Aziza, Tante.”

“Kakak Aziza kesini sama siapa tadi?”

“Sama Papa.”

“Papanya dimana?”

Aziza menunjukkan ke arah yang memang banyak pria disana.

“Anak siapa dia ya, Kak?” tanya Indah yang juga melihat kearah yang ditunjuk sama Aziza.

“Ya manaku tau, Ndah. Yang pasti diantara 5 cowok disana,” ujar Arini sambil menunjuk ke arah kumpulan pria yang ditunjuk Aziza tadi.

“Yang pake baju biru itu, Tante papaku,” ucap Aziza. Sepertinya gadis ini paham kalau Arini dan Indah sedang mencari papanya.

“Oh anaknya Pak Davin, ya?” tanya Indah memastikan,

Gadis kecil itu mengangguk.

“Bundaaa. Haus,” ucap Adit, putra kedua Arini.

“Ini minum dulu. Kak Aya juga ini,” ujar Arini sambil memberikan minum untuk Adit dan Aya yang baru saja siap bermain kejar-kejaran tadi.

“Kak Aziza mau minum juga?” tanya Arini sambil menyodorkan sebotol air mineral.

“Ngga, Tante,” tolaknya.

“Kalau kue, mau tidak? Ini Tante buat sendiri tadi malam,” ucap Arini sambil menyodorkan tempat kue miliknya. Aziza tampak mengambil sepotong kue bolu rasa pandan itu.

“Terima kasih, Tante,” ucapnya lembut.

“Sama-sama. Duduk makannya, Kak. Duduk sini disamping Aya,” kata Arini sambil meminta Aya untuk menggeser sedikit duduknya agar Aziza bisa duduk juga. Saat ini mereka duduk dibawah pohon rindang, dan terdapat satu bangku panjang dan beberapa kursi yang sebelumnya diduduki sama karyawan lain. Kini hanya ada Arini beserta anak-anaknya, Indah dan juga Aziza di bawah pohon itu.

“Kalau masih mau, tambah lagi aja, ya.”

“Terima kasih, Tante. Kue nya enak,” puji Aziza.

“Wah, Alhamdulillah kalau kakak suka,” jawab Arini.

“Cieee, senang dipuji sama calon anak,” ejek Indah sambil menyiku lengan Arini.

"Lama-lama mulut kamu aku lakban juga ya, Ndah," ucap Arini yang kesal.

Indah yang mendengarnya bukan takut malah semakin tertawa. Ia sangat senang sekali menjodoh-jodohkan Arini dengan Davin semenjak memergoki Arini pernah memberikan bekalnya untuk Davin. Bekal yang biasanya untuk dirinya malah diberikan Arini pada Davin. Ada maksud apa ini, pikirnya.

Tanpa memikirkan keberadaan Indah di sampingnya, Arini mengajak Aziza untuk berbicara. Banyak hal yang dirinya tanya. Mulai dari sekolah dimana, kelas berapa. Lama kelamaan anak gadis itu yang awalnya hanya tersenyum kecil dan malu-malu, kini sudah mulai berbaur dengan Arini maupun Indah. Mungkin Arini yang memiliki sifat keibuan menjadikannya sangat mudah menarik hati anak lain.

Menurutnya Aziza sama saja dengan Aya. Anak yang sangat ceria. Namun dengan orang yang baru dikenal, anak itu cukup melindungi dirinya sendiri. Sangat baik menurut Arini. Sedari dini harus diajarkan agar tidak terlalu dekat dengan orang yang baru dikenal, apalagi mengingat maraknya kasus penculikan anak akhir-akhir ini.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!