Selamanya Cinta
“Sudah siap,?” tanyaku pada pria paruh baya yang baru saja masuk ke dalam mobilku.
“Sudah,” jawabnya sambil memakai sabuk pengamannya. “Kita lanjut makan sate padang di tempat biasa ya, sayang,” lanjutnya.
“Siap bosku,” jawabku. Aku langsung menghidupkan mobilku dan membawanya keluar dari area pemakaman.
Inilah rutinitas wajib tiap bulan pria disampingku ini. Davin Setia Nugraha adalah namanya. Jika kalian memikirkan beliau adalah sugar daddyku, kalian salah besar.
Beliau daddy tanpa sugar. Beliau adalah papaku. Pria yang menjadi cinta pertamaku. Tetap manis dan tampan walau usianya tak muda lagi.
Tak jarang setiap aku dan papa jalan berdua, orang mengira kalau aku adalah istri muda, pacar, atau bahkan selingkuhan papa. Memang wajahku tak terlalu mirip dengan papa. Aku lebih mirip dengan mamaku. Rasanya aku ingin setiap jalan bareng dengan papa, aku akan membawa tulisan 'Ini Papaku'.
Sekali sebulan, di minggu awal tiap bulannya, kami secara bergantian menemani beliau untuk mengunjungi cinta terakhirnya yang sudah beristirahat dengan tenang disana. Kami? Ya kami. Aku dan adik bungsuku.
Aku lima bersaudara. Cukup banyak dan melebihi program pemerintah yang mengkampanyekan dua anak lebih baik. Tapi bundaku memang hebat, bisa melahirkan adik-adikku dan membesarkan kami hingga menjadi sukses seperti sekarang.
Wanita sederhana, tangguh, lembut hatinya, dan pemaaf. Itulah sedikit gambaranku tentang bunda.
Sedikit perkenalan, namaku Aziza Nugraha, biasa dipanggil Aziza. Usiaku saat ini 31 tahun. Aku sudah menikah, Diko nama suamiku. Ia bekerja di sebuah rumah sakit swasta dan menjabat sebagai direktur disana. Aku juga dulu bekerja di rumah sakit itu sebagai terapis wicara di poli tumbuh kembang anak.
Beberapa kali bertemu secara tidak sengaja di rumah sakit, tiba-tiba pada suatu malam ia datang kerumahku dan melamarku. Tentu saja sangat mudah baginya yang Direktur mengetahui alamat rumahku.
Niat baiknya tentu disambut baik oleh kedua orangtuaku. Kini aku juga sudah mempunyai seorang anak laki-laki berusia 5 tahun, Vino namanya.
Anak kedua dikeluargaku namanya Ayani Putri dan biasa dipanggil Aya. Usianya dibawahku 2 tahun, dan sekarang ia sedang berada di negara Tiongkok untuk melanjutkan program dokter spesialisnya. Entah kenapa ia memilih negara itu ketika memasukkan program beasiswanya. Mungkin karena hobinya menonton drama cina membuatnya ingin merasakan mengenyam pendidikan dan tinggal di negara asal drama itu. Papa dan bunda tidak masalah, asal Aya bisa menjaga dirinya.
Anak ketiga, seorang pria tegap dan gagah. Aditya Ramadhan. Usianya beda 2 tahun dari Aya. Sekarang ia sedang berada di Lebanon dalam misi perdamaian dunia. Ya, ia pasukan 'halo dek', oh bukan. Pasukan tentara maksudnya. Awas saja kalau ia menjadi tim halo dek, papa orang pertama yang akan memarahi, memukul dan menceramahinya semalaman.
Sesuai jadwal, beberapa hari lagi ia akan balik ke Indonesia. Pada saat berangkat dulu kondisi rumah masih dalam suasana berduka karena kami kehilangan malaikat kami, tapi karena ini tugas negara, Adit harus selalu siap berangkat. Dirinya bukan milik kami seutuhnya lagi, tapi milik negara. Jadi kami harus memahaminya.
Anak keempat, Alif Putra, si kutu buku dan seorang yang ahli coding dan sekarang ia bekerja di sebuah perusahaan di Singapura. Usianya juga beda 2 tahun dari Adit. Bunda sepertinya kejar target dulunya, tiap tahun beranak karena beda usia mereka 2 tahun.
Si bungsu, yang baru saja menyelesaikan skripsinya. Ia kuliah mengambil jurusan teknik elektro. Dulu sewaktu kami menanyakan alasannya mengapa ambil jurusan ini, jawabannya adalah, “Aku mau seluruh negri dialiri listrik dan listrik negara kita harus stabil. Jangan ada pemadaman listrik lagi tiap kemarau. Udah hari panas, harus juga listrik mati. Udah jadi udang rebus aja kita jadinya.” Cita-cita yang mulia, semoga tercapai ya, dek.
Random sekali bukan profesi keluargaku. Alhamdulillah mereka menjadi orang sukses, dan tentu saja ini semua tidak lepas dari peran papa dan bunda yang berhasil mendidik kami. Walaupun papa selalu bilang ini hasil didikan bunda karena papa jarang dirumah, tapi menurutku papa juga tidak kalah jauh pentingnya dari bunda. 9 tahun aku selalu bersama papa. Walaupun suatu hari papa melakukan kesalahan, tapi papa menebusnya dengan lebih.
Rumah tangga papa dan bunda tidak selalu mulus. Pasti ada lika-liku yang mereka alami. Aku menjadi salah satu saksi di setiap kejadian.
Sewaktu bunda masih hidup, banyak orang yang mengatakan kalau bunda sangat beruntung memiliki papa sebagai suami. Tapi papa selalu bilang, “Papa yang jauh lebih beruntung mendapatkan bunda kalian. Bunda adalah malaikat untuk papa.”
Aku setuju sama papa, papa yang beruntung mendapatkan bunda. Kalau aku yang jadi posisi bunda, aku pasti sudah meninggalkan papa dulu. Ogah banget untuk balikan dengan papa. Itu kalau aku, tapi tidak dengan bunda.
Aku sempat marah pada papa dulu ketika papa menceritakan kisahnya pada kami. Waktu kejadian umurku rasanya masih 9 tahunan, tidak terlalu paham dengan masalah yang terjadi, walau tahu sesuatu telah terjadi.
Rasanya percuma ada unsur setia pada nama papa. Tapi untungnya tidak berlangsung lama, dan papa bisa kembali pulang bersama kami. Untung bunda bisa bertahan ditengah badai. Aku kagum, bunda memiliki hati seluas samudra.
Papa tidak pernah malu menceritakan kebodohan yang pernah beliau lakukan dulu pada kami anaknya. Ketika usia kami sudah 18 tahun, papa pasti selalu bercerita. Kata papa, papa tidak mau anak laki-lakinya turut menjadi pria bodoh, walau hanya sebentar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments
Lina Zascia Amandia
Wah Kak Mumu dtng lagi. Semoga ini awal yg baik bagi kita yg msh bertahan di NT smp skrg ini. Apa kbr Kak...
2024-12-27
0
Lee
Karya baru ya kak
subcribe dulu biar tdk ktinggalan up.
semangat up lg y kak 💪
Salam dari Madu Pilihan Ibu
2025-01-08
1
Soraya
mampir thor
2025-03-31
1