Bab 4. Sesal, namun tak berubah

Dirumah yang terlihat sepi, seperti tak berpenghuni. Hanya ada cahaya lampu, suara jam dinding, yang menandakan rumah ini memiliki tuan.

Sosok pria kurus, duduk membungkuk dengan murung diteras samping. Rambutnya acak-acakan, wajahnya kusut seperti orang tampak frustasi. Sesekali ia mendesah putus asa.

"Sampai kapan, kamu mau seperti ini?" tegur sang ibu, yang seolah muak melihat penampilan putranya, yang seperti orang yang tidak ingin hidup lagi. Pakaian belum diganti, ia bahkan tidak punya nafsu makan. Dan kini duduk, seperti orang kehilangan segalanya.

"Aku menyesal, Bu." Arya menundukkan kepala, tidak ingin menunjukkan bagaimana menyesalnya saat ia menjatuhkan talak pada istrinya. Namun, ekspresi itu hanya sesaat. Tiba-tiba suaranya naik satu oktaf. "Aku terlalu marah dan kesal. Kenapa dia begitu sulit menerima pernikahanku? Aku sudah bilang akan bersikap adil dan aku menikah hanya untuk tanggung jawab. Kenapa masih saja dia tidak mau mengerti?"

"Cukup! Ibu tidak mau membahas wanita itu. Sekarang, mana buku nikahmu?"

"Untuk apa?" Arya mengerutkan alisnya.

"Kalian harus bercerai secara resmi. Biar ibu yang urus. Mana bukunya?" ibu menengadahkan tangannya dan menggerakkan empat ujung jarinya.

"Raya yang simpan, Bu."

"Apa?" teriak ibu, lalu bergegas masuk dalam rumah. Bisa gawat, jika Raya membawa buku nikah itu.

Arya hanya menatap saat ibunya masuk kedalam rumah. Ia tidak ingin bercerai, tapi tidak mencegah ibunya mengambil buku nikah. Dia seperti pria plinplan dan tidak tegas.

"Ibu sudah menemukannya. Ternyata, Raya tidak membawanya."

Arya tidak menjawab. Ia membiarkan sang ibu berjalan melewatinya.

"Aku tidak mau bercerai, Bu."

"Kamu bilang, apa?" Ibu kembali menoleh, saat hendak memakai sendalnya.

"Aku tidak mau menceraikan Raya, Bu. Aku masih mencintainya."

"Cinta kepalamu!" bentak ibu, "kau sudah berselingkuh dan menjatuhkan talak. Sekarang, masih bilang cinta. Kamu mau membuat ibu mati cepat! Jangan seperti anak kecil kamu. Mana ada dua istri, mau tinggal satu atap."

"Bukannya, Ibu tidak suka dengan Raya? Kenapa sekarang malah membelanya?"

"Siapa yang membelanya? Ibu hanya ingin kamu sadar, agar tidak menjilat ludahmu sendiri. Lagi pula, semua sudah terjadi. Dan ibu lebih menyukai Tari daripada istri kamu."

Arya menatap ibu, seolah bertanya tentang alasan ia mengatakan itu.

"Dia punya karir, yang bisa membantu kehidupan kalian lebih baik. Lihat Raya! Bisa apa dia?" lanjut ibu, menjawab pertanyaan Arya.

"Tapi, semua masih bisa diperbaiki, Bu. Aku hanya menjatuhkan talak satu."

"Maksud kamu, apa? Kau mau rujuk dan meminta dia kembali, begitu. Lalu, wanita itu bagaimana? Dia sedang hamil. Kau mau lari dari tanggung jawab?"

"Tidak, Bu. Aku tetap akan menikahinya. Tapi, aku tidak mau menceraikan istriku." Arya kekeh pada pendiriannya, yang membuat ibu semakin emosi.

Plak, plak.

Ibu berbalik dan memberikan tamparan keras secara beruntun. Darahnya seakan mendidih mendengar itu. Wanita itu sudah pergi, setelah dijatuhi talak dan disini putranya masih berkata tidak mau bercerai.

"Sepertinya, ibu harus membenturkan kepalamu, agar kau sadar. Kenapa kau sangat plinplan? Ingat, Arya. Talak sudah jatuh dan tidak ada kata rujuk. Ibu tidak mau menerima Raya kembali. Lagipula, jika Ibu diposisi Raya, akan melakukan hal yang sama."

Arya menundukkan kepala dan terisak seperti anak kecil yang terus merengek. "Aku merindukan Lily, Bu. Aku merindukan mereka."

Ibu berdiri di depan putranya, sambil berkacak pinggang. Bibirnya cemberut dengan tatapan mata tajam yang hendak menerkam.

"Kau benar-benar akan membuat ibu mati, karena melihat ulahmu. Seharusnya, kau tahu akan jadi seperti ini. Dimana kau menyimpan otakmu, hah?"

"Aku khilaf, Bu."

"Ah, sudah. Jangan membuatku pusing, dengan alasan bodohmu. Ibu akan urus perceraianmu, setelah itu kita akan ke rumah orang tua Tari."

Ibu segera pergi, tanpa menghiraukan Arya yang duduk termenung, sambil terisak. Anak itu, membuatnya naik darah. Ia terus merengek seperti anak kecil.

"Dasar, anak bodoh!" omel Ibu hingga ke dalam rumahnya.

"Kenapa, Bu?"

"Kakak kamu yang bodoh itu, bikin ibu pusing. Kamu jangan pernah mengikuti sifatnya."

Arga tidak merespon. Ia tidak mau ikut campur, hal yang bukan urusannya. Dia hanya akan menjadi penonton, tanpa membela siapapun.

Disaat Arya, merasa menyesal dan bersalah. Tari menelpon. Arya langsung menggeser layar hijau tanpa ragu. Kesedihan yang ia tumpahkan untuk istri dan anaknya, menguap begitu saja.

"Ada apa, sayang?" tanya Arya dengan lembut.

"Aku lemas banget, mas. Emang gini yah, kalau lagi hamil?" Suara Tari mendayu-dayu dibalik telepon. Terdengar manja dan seksi, hingga mampu menarik mangsa untuk mendekat.

"Iya, sayang. Emang seperti itu. Kamu yang sabar, yah." Arya tersenyum. Suara Tari, membuat pikirannya tenang. Bahkan, bayangan Raya dan putrinya, yang sejak pagi menari-nari diatas kepalanya, hilang entah kemana.

"Mas, mbak Raya bagaimana? Mas sudah bilang?"

"Sudah dan dia menerimanya. Memangnya, dia bisa apa. Kamu tidak usah memikirkannya. Jaga dirimu dan istirahat banyak."

"Mas, aku merindukanmu." Suara berat dan sedikit mendesah, membuat Arya tiba-tiba berhasrat. Mungkin, ini yang membuat ia jatuh cinta kembali pada Tari.

"Aku juga, sayang. Minggu ini, aku dan ibu akan ke rumahmu. Kamu siap-siap, yah."

"Iya, mas."

HP dimatikan. Arya masuk ke dalam rumah, mematikan lampu diruang tamu dan tengah. Lalu duduk, merenung.

Satu sisi, ia merindukan istri dan anaknya. Namun, setelah mendengar suara Tari, semua itu lenyap. Apa mungkin hanya karena rumah ini terasa sepi, hingga ia memikirkan mereka? Yah, pasti seperti itu, pikir Arya. Biasanya, suara Lily yang berlarian akan memenuhi rumah. Dan suara Raya, yang terus bicara sana sini tanpa henti. Mungkin, ini yang membuat suasana menjadi berbeda.

Arya memandang ponselnya. Sejak Raya pergi, wanita itu belum menghubunginya. Dan Arya, menekan egonya untuk tidak mengalah. Sudah cukup baginya meminta pengertian, bahkan sampai harus memohon. Tapi, Raya yang begitu keras kepala, sama sekali tidak mau menerima keputusannya.

"Cih. Aku mau lihat, bagaimana kau akan hidup tanpa uangku."

Arya dan Raya bertemu, saat keduanya berstatus mahasiswa. Namun, Raya berhenti ditengah jalan karena kurang biaya. Meski begitu, hubungan mereka tetap berjalan, hingga akhirnya mereka menikah.

Bagi Arya, Raya adalah gadis pekerja keras. Ia melihat gadis itu berjuang membiayai kuliah dan hidupnya. Raya bahkan memiliki dua pekerjaan sambilan, untuk bertahan hidup. Ia tidak merengek dan mengeluh.

Lalu, siapa Tari?

Tari adalah bagian masa lalu Arya, sebelum bertemu Raya. Ia memiliki kenangan tersendiri untuk sang mantan kekasih. Mungkin karena takdir, keduanya berpisah dan sepertinya karena takdir pula mereka bertemu kembali, sebagai rekan kerja.

🍁🍁🍁

Episodes
1 Bab 1. Aku bukan batu
2 Bab 2. Sambutan tidak bersahabat
3 Bab 3. Baik-baik, Nak.
4 Bab 4. Sesal, namun tak berubah
5 Bab 5. Aku bisa.
6 Bab 6. Ikhlas tapi tak Ridho
7 Bab 7. Bukan Cinta segitiga.
8 Bab 8. Awal yang baik
9 Bab 9. Si pengungkit masa lalu
10 Bab 10. Jika aku tidak ada
11 Bab 11. Demi Lily
12 Bab 12. Rahasia kecil Tari
13 Bab 13. Terima kasih, kepadanya.
14 Bab 14. Tekad sekeras batu
15 Bab 15. Kecurigaan
16 Bab 16. Dia yang tak menyerah
17 Bab 17. Gosip
18 Bab 18. Tentang keluarga Raya
19 Bab 19. Sesulit itu, jatuh cinta
20 Bab 20. Selamat tinggal ....
21 Bab 21. Tingkah Elena
22 Bab 22. Topeng
23 Bab 23. Siksa hati
24 Bab 24. Si pengantin baru
25 Bab 25. Antara Si mantan dan Si masa depan
26 Bab 26. Impian si mantan
27 Bab 27. pertengkaran
28 Bab 28. Mengharapkan masa lalu
29 Bab 29. Karma
30 Bab 30. Tebal muka
31 Bab 31. Si gula pasir
32 Bab 32. Sehebat apa?
33 Bab 33. Menyerah
34 Bab 34. Keputusan Raya
35 Bab 35. Mencari kenyamanan
36 Bab 36. Mendadak
37 Bab 37. Arya vs Adrian
38 Bab 38. Satu masalah
39 Bab 39. Menginginkan yang tak mungkin
40 Bab 40. Gambaran masa depan
41 Bab 41. Harapan baru
42 Bab 42. Keputusan Elena
43 Bab 43 Hari pertama
44 Bab 44. Bumbu kesedihan
45 Bab 45. Jodoh atau hanya ....
46 Bab 46. Kegelisahan Raya
47 Bab 47. Kemarahan Tari
48 Bab 48. Rumor (Part 1)
49 Bab 49. Rumor (part 2)
50 Bab 50. Ketahuan
51 Bab 51. Ada apa dengan Presdir? (Part 1)
52 Bab 52. Menghindari masalah
53 Bab 53. Curhat
54 Bab 54. Antara hati dan logika
Episodes

Updated 54 Episodes

1
Bab 1. Aku bukan batu
2
Bab 2. Sambutan tidak bersahabat
3
Bab 3. Baik-baik, Nak.
4
Bab 4. Sesal, namun tak berubah
5
Bab 5. Aku bisa.
6
Bab 6. Ikhlas tapi tak Ridho
7
Bab 7. Bukan Cinta segitiga.
8
Bab 8. Awal yang baik
9
Bab 9. Si pengungkit masa lalu
10
Bab 10. Jika aku tidak ada
11
Bab 11. Demi Lily
12
Bab 12. Rahasia kecil Tari
13
Bab 13. Terima kasih, kepadanya.
14
Bab 14. Tekad sekeras batu
15
Bab 15. Kecurigaan
16
Bab 16. Dia yang tak menyerah
17
Bab 17. Gosip
18
Bab 18. Tentang keluarga Raya
19
Bab 19. Sesulit itu, jatuh cinta
20
Bab 20. Selamat tinggal ....
21
Bab 21. Tingkah Elena
22
Bab 22. Topeng
23
Bab 23. Siksa hati
24
Bab 24. Si pengantin baru
25
Bab 25. Antara Si mantan dan Si masa depan
26
Bab 26. Impian si mantan
27
Bab 27. pertengkaran
28
Bab 28. Mengharapkan masa lalu
29
Bab 29. Karma
30
Bab 30. Tebal muka
31
Bab 31. Si gula pasir
32
Bab 32. Sehebat apa?
33
Bab 33. Menyerah
34
Bab 34. Keputusan Raya
35
Bab 35. Mencari kenyamanan
36
Bab 36. Mendadak
37
Bab 37. Arya vs Adrian
38
Bab 38. Satu masalah
39
Bab 39. Menginginkan yang tak mungkin
40
Bab 40. Gambaran masa depan
41
Bab 41. Harapan baru
42
Bab 42. Keputusan Elena
43
Bab 43 Hari pertama
44
Bab 44. Bumbu kesedihan
45
Bab 45. Jodoh atau hanya ....
46
Bab 46. Kegelisahan Raya
47
Bab 47. Kemarahan Tari
48
Bab 48. Rumor (Part 1)
49
Bab 49. Rumor (part 2)
50
Bab 50. Ketahuan
51
Bab 51. Ada apa dengan Presdir? (Part 1)
52
Bab 52. Menghindari masalah
53
Bab 53. Curhat
54
Bab 54. Antara hati dan logika

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!