Salah Lawan

Pagi-pagi sekali, Miao Miao sudah terbangun. Ia mengenakan pakaian olahraga sederhana dan mengikat rambutnya menjadi kuncir kuda. Matanya menyapu seluruh kamar yang kini menjadi miliknya, mengingatkan dirinya bahwa kehidupan ini adalah kesempatan kedua yang tidak akan ia sia-siakan.

Ia berjalan keluar kamar, langkahnya ringan tapi mantap. Dalam hatinya, ia bergumam, aku harus menjaga tubuh ini. Dengan makanan bergizi yang selalu tersedia, aku akan menambah berat badanku yang sempat turun drastis. Aku akan memperkuat fisikku seperti dulu, di mana aku berlari setiap pagi tanpa mengeluh. Sekarang aku tidak lagi berbagi makanan atau kamar mandi dengan orang licik itu. Semua ini adalah milikku, dan aku tidak akan membiarkan siapa pun merusaknya lagi.

Saat tiba di taman depan mansion, kepala pelayan sudah berdiri dengan rapi, mengawasi para pelayan lain yang sedang sibuk menyelesaikan tugas mereka. Ketika melihat Miao Miao, kepala pelayan dengan cepat menunduk sopan. "Selamat pagi, Nona Muda. Apakah ada yang bisa kami bantu?"

Miao Miao mengangguk kecil, suaranya lembut meski tetap terdengar datar. "Tidak, aku hanya ingin berolahraga. Terima kasih."

Semua pelayan lainnya ikut menyapa dengan sopan, "Selamat pagi, Nona Muda."

Miao Miao membalas sapaan mereka dengan anggukan singkat dan senyum tipis yang hampir tidak terlihat. "Pagi," jawabnya datar, lalu melangkah ke jalur taman untuk mulai berlari.

Selama 30 menit, Miao Miao berlari mengelilingi taman yang luas, menghirup udara pagi yang segar. Ia menikmati setiap langkahnya, merasa bebas dan segar. Ini jauh berbeda dengan kehidupannya di panti, di mana ia harus berlari di jalanan sempit atau halaman kecil dengan aspal berlubang. Ia bertekad untuk menjaga kebugaran tubuhnya, tidak hanya untuk kesehatan, tetapi juga untuk bersiap menghadapi segala rintangan yang mungkin datang.

Selesai berolahraga, ia kembali ke mansion. Para pelayan yang melihatnya lewat segera menyambutnya dengan ramah, "Bagaimana olahraganya, Nona Muda?"

Miao Miao hanya tersenyum tipis dan menjawab singkat, "Cukup menyenangkan. Terima kasih."

Setelah kembali ke kamarnya, ia langsung menuju kamar mandi dan berendam di bathtub yang penuh busa. Air hangat menyentuh kulitnya, memberikan kenyamanan yang tidak pernah ia rasakan di masa lalu. Ia memejamkan matanya, menikmati setiap detik. Aku tidak akan menyia-nyiakan semua ini, pikirnya. Aku akan menikmati hidup ini dengan caraku sendiri. Tidak ada lagi tekanan, tidak ada lagi yang bisa menjebakku. Aku yang memegang kendali sekarang.

Setelah 30 menit, ia keluar dari kamar mandi, mengenakan seragam sekolah yang sudah rapi disiapkan di walk-in closet. Seragam itu terasa nyaman, meskipun ia menyadari satu hal yang mencolok, tidak ada aksesoris mahal yang disiapkan untuknya, tidak ada tanda bahwa ia adalah anak kandung keluarga Chen. Sungguh ironi, pikirnya. "Sebagai anak kandung, aku bahkan tidak dihargai seperti anak angkat mereka. Tapi biarlah. Aku akan membuktikan bahwa aku tidak butuh semua itu untuk menunjukkan siapa diriku."

Di meja rias, ia merapikan wajahnya dengan pelembap, sedikit bedak, dan liptint. Sederhana, namun cukup untuk membuatnya terlihat segar. Tatapannya di cermin penuh tekad. Tidak apa-apa. Semua ini hanyalah permulaan. Yang penting aku tahu siapa diriku dan apa yang harus kulakukan. Dengan itu, ia melangkah keluar dari kamarnya, siap menghadapi hari barunya di sekolah.

 

Teriakan dari kamar Xiao Yan memecah keheningan pagi itu. Semua anggota keluarga yang masih berada di kamar masing-masing langsung keluar untuk melihat apa yang terjadi. Mama Fang adalah yang pertama sampai di depan pintu kamar Xiao Yan. Dengan nada cemas, ia bertanya, "Ada apa, Xiao Yan? Kenapa teriak-teriak seperti itu?"

Xiao Yan berbalik, matanya terlihat basah seolah hendak menangis. Dengan suara gemetar, ia menjawab, "Kalungku, Ma. Kalung yang Mama dan Papa berikan saat ulang tahun terakhirku... hilang! Aku sudah mencari di seluruh kamar, tapi tidak ketemu!" Tangannya menunjuk ke kamar yang kini berantakan dengan barang-barang berserakan di lantai.

Mama Fang mencoba menenangkan. "Mungkin kamu lupa taruh di mana, Xiao Yan. Jangan panik, coba ingat-ingat lagi."

Kakak ketiga mereka yang baru saja keluar dari kamarnya juga menimpali. "Iya, Xiao Yan. Jangan buru-buru menyimpulkan. Kadang kita suka lupa di mana menaruh barang."

Namun Xiao Yan menggeleng keras. "Aku tidak lupa! Aku yakin sekali tadi malam aku memakainya. Tapi sekarang sudah tidak ada!" Matanya tiba-tiba berbinar seolah teringat sesuatu. "Oh!" serunya dengan nada mendramatisir. "Tadi malam... aku baru ingat. Aku memakainya waktu ke kamar Miao."

Sontak semua mata beralih ke Miao Miao yang ternyata sedang berdiri santai di pintu kamarnya. Ia bersandar di sana dengan tangan terlipat di depan dada, menyaksikan drama di depan matanya tanpa ekspresi. Melihat perhatian keluarga kini tertuju padanya, Miao Miao tersenyum tipis. Dengan nada tenang, ia bertanya, "Jadi, kau menuduhku mencuri, Xiao Yan?"

Xiao Yan menggeleng, tapi suaranya sengaja dibuat terdengar lemah, penuh nada menyedihkan. "Aku tidak menuduhmu, Miao Miao. Aku hanya bilang... tadi malam aku memakainya, dan aku ke kamarmu. Tapi sekarang kalung itu tidak ada di mana-mana."

Miao Miao menaikkan sebelah alisnya, memandang semua orang di depannya. "Hem, begitu ya. Kalau begitu, apa kalian percaya padanya?" tanyanya pada kedua orang tuanya dan ketiga kakak laki-lakinya, matanya bergantian menatap mereka satu per satu.

Namun, tidak ada yang langsung menjawab. Mama Fang tampak bingung, Papa Chen mengerutkan kening seolah mempertimbangkan sesuatu, dan ketiga kakak laki-laki Miao Miao hanya saling pandang. Tidak ada yang berani memberi keputusan.

Melihat itu, Miao Miao mendesah panjang, menahan tawa yang hampir keluar dari bibirnya. Dengan nada datar, ia berkata, "Baiklah. Kalau begitu, ayo kita buktikan." Ia berbalik, membuka pintu kamarnya lebar-lebar, dan memberi isyarat kepada Xiao Yan. "Silakan masuk dan cari kalungmu di kamarku."

Xiao Yan terlihat ragu sejenak, tapi akhirnya masuk ke kamar Miao Miao dengan langkah terburu-buru, diikuti pandangan penuh perhatian dari seluruh keluarga. Miao Miao berdiri di ambang pintu, menyilangkan tangan di dada sambil menyaksikan Xiao Yan yang mulai mengobrak-abrik kamarnya. Ada senyum kecil tersungging di bibirnya.

 

Suasana kamar Miao Miao dipenuhi ketegangan saat Mama dan Papa Chen memutuskan untuk masuk, mengingat ucapan Miao Miao kemarin yang mengatakan bahwa dirinya pernah dijebak mencuri kalung oleh Xiao Yan. Pikiran mereka bercampur aduk, terutama saat melihat Miao Miao yang berdiri acuh di ambang pintu, menatap mereka tanpa emosi.

Xiao Yan, yang sibuk memeriksa kamar Miao Miao, bergerak dengan panik. Matanya menyapu setiap sudut, mencoba menemukan perhiasan yang disembunyikannya tadi malam. Namun, semua tampak kosong. Barang-barang Miao Miao yang masih sangat sederhana membuat kamar itu terlihat nyaris seperti belum ditinggali.

Saat sampai di sofa, Xiao Yan tampak yakin. Ia berjalan cepat ke arah sofa, tangannya menyelip di balik bantal tempat ia menyembunyikan kalungnya. Namun, wajahnya langsung berubah. Tidak ada apa-apa di sana. Dengan suara penuh frustrasi, ia ceplos tanpa sadar, "Kok nggak ada di sini?"

Semua mata tertuju pada Xiao Yan. Miao Miao, yang sejak tadi berdiri diam, akhirnya berjalan mendekat dengan langkah pelan. Dengan nada tenang namun menusuk, ia bertanya, "Harusnya di situ? Kenapa kamu tahu barangmu ada di situ?"

Pertanyaan itu membuat suasana menjadi beku. Mama, Papa, dan ketiga kakak laki-laki mereka saling pandang, mencoba mencerna ucapan Xiao Yan. Mereka semua menatap Xiao Yan dengan ekspresi penuh pertanyaan.

Xiao Yan tergagap, wajahnya pucat. Dengan suara pelan, ia berkata, "Bukan begitu... tadi malam aku... aku duduk di sofa ini... mungkin saja jatuh di sini..." nada suaranya terdengar tidak yakin, bahkan hampir terdengar memelas.

Miao Miao menatapnya dengan senyum miring yang penuh arti. "Oh, benar sekali. Tapi, di mana hilangnya? Sudah ketemu?" tanyanya dengan nada ringan, seolah mengejek.

Xiao Yan tidak mampu menjawab. Raut wajahnya yang bingung berubah menjadi putus asa. Dengan nada seperti anak kecil yang kalah, ia merengek pada Mama dan Papa. "Papa, Mama, aku benar-benar tidak tahu. Kalung itu sangat penting bagi aku..."

Mama dan Papa Chen hanya bisa menatap bingung. Ucapan Miao Miao tadi malam soal dijebak dengan kasus kalung serupa terngiang kembali di kepala mereka. Kecurigaan mulai menguat, tapi mereka masih berusaha menahan diri. Ketiga kakak laki-laki Xiao Yan akhirnya maju, menenangkan adiknya yang mulai menangis. Salah satu dari mereka berkata, "Sudahlah, Xiao Yan. Kalau benar-benar hilang, nanti kita beli yang baru, ya."

Namun, suasana berubah ketika kepala pelayan datang dengan langkah tergesa-gesa, membawa sebuah kalung di tangannya. Ia menunduk hormat dan berkata, "Maaf mengganggu, Tuan, Nyonya. Salah satu pelayan kami menemukan ini di taman bunga saat sedang membersihkan pagi tadi. Saya rasa ini milik Nona Xiao Yan."

Papa dan Mama Chen mengenali kalung itu seketika. Itu adalah kalung hadiah ulang tahun terakhir yang mereka berikan pada Xiao Yan. Kepala pelayan menyerahkan kalung itu, dan Xiao Yan menerimanya dengan ragu. Wajahnya memerah menahan malu, tapi ia berusaha menutupi dengan menundukkan kepala. "Ya... ini memang milik saya. Terima kasih," katanya pelan.

Miao Miao berdiri diam, menyaksikan semua drama itu dengan ekspresi datar. Namun, di dalam hatinya, ia menikmati kemenangan kecil ini. Rencana licik Xiao Yan gagal total.

Papa Chen akhirnya berbicara, suaranya terdengar berat. "Miao Miao, kami minta maaf atas kesalahpahaman ini. Seharusnya kami tidak langsung berpikir buruk."

Miao Miao hanya menatap Papa Chen dengan pandangan datar. Ia tidak menjawab, hanya mengangguk kecil tanpa ekspresi. Lalu, tanpa berkata sepatah kata pun, ia berjalan keluar dari kamarnya, melangkah turun ke ruang makan dengan sikap santai namun acuh tak acuh.

Di kamar, Xiao Yan menggertakkan giginya, memegang kalung di tangannya erat-erat. Ia benar-benar marah, bahkan tidak bisa menyembunyikan kilatan kebencian di matanya. Dalam hatinya, ia bersumpah, Ini belum selesai, Miao Miao. "Aku akan membuat rencana yang lebih sempurna. Kali ini, kau pasti jatuh."

 

Setelah keluar dari kamar Miao Miao dengan suasana yang penuh ketegangan, ketiga kakak laki-laki Xiao Yan berusaha menenangkan adiknya. Salah satu dari mereka berkata dengan lembut, "Sudahlah, Xiao Yan, jangan terlalu dipikirkan. Mari kita sarapan dulu, sebentar lagi kita harus berangkat ke sekolah."

Xiao Yan hanya mengangguk kecil dengan raut wajah tidak puas, masih menyimpan kemarahan di dalam hatinya. Mereka bersama-sama turun ke ruang makan. Namun, begitu tiba, mata Xiao Yan membelalak melihat Miao Miao duduk di kursi yang biasanya menjadi tempatnya. Kursi itu selalu menjadi tempat favoritnya sejak kecil.

Xiao Yan merengek kepada salah satu kakaknya, "Kak, lihat itu! Dia duduk di tempatku!"

Salah satu kakaknya, yang sudah lelah dengan drama pagi itu, menegur Miao Miao dengan nada sedikit tegas, "Miao Miao, kenapa kamu duduk di situ? Bukankah itu tempat Xiao Yan?"

Miao Miao mengangkat wajahnya perlahan, menatap kakaknya dengan dingin. Suaranya datar, tapi nadanya cukup menusuk. "Oh, harusnya aku duduk di mana? Bukankah ini tempat di mana anak kandung keluarga Chen duduk? Atau kalian merasa aku ini anak pungut?"

Ucapan Miao Miao membuat seluruh ruangan hening seketika. Semua orang, termasuk Mama dan Papa Chen, tidak mampu berkata apa-apa. Perkataan Miao Miao begitu tajam dan tidak bisa disangkal. Xiao Yan menggigit bibirnya, menahan amarah dan rasa malu yang mulai membuncah.

Papa Chen akhirnya memecah keheningan dengan nada tegas, "Sudahlah, ini hanya tempat duduk. Tidak perlu diributkan. Cepat duduk dan sarapan. Sebentar lagi kalian terlambat ke sekolah. Xiao Yan, kamu bisa duduk di tempat lain."

Namun, Xiao Yan tetap tidak terima. Dengan suara yang manja, ia merengek lagi, "Tapi, Papa—"

"Sudah! Duduk saja, Xiao Yan," potong Mama Chen dengan nada lembut namun penuh peringatan.

Xiao Yan akhirnya terpaksa duduk di kursi lain, meskipun wajahnya menunjukkan ketidaksenangan yang jelas. Semua anggota keluarga mengambil tempat masing-masing di meja makan, namun suasana masih terasa kaku.

Sementara itu, Miao Miao makan dengan tenang, bahkan terlihat menikmati makanannya. Ia tidak sedikit pun peduli pada suasana canggung yang melingkupi meja makan. Lahap dan acuh, ia sama sekali tidak memberikan perhatian pada tatapan bingung dan sedikit tidak nyaman dari keluarganya.

Dalam hati, Xiao Yan semakin mendidih. Ia terus memikirkan cara untuk membuat Miao Miao mendapat pelajaran. Namun untuk saat ini, ia hanya bisa menahan diri dan mengalihkan tatapannya dari Miao Miao, yang terus makan seolah tidak terjadi apa-apa.

 

📢

Jangan lupa untuk follow author dan tekan tombol like serta tinggalkan komentar agar cerita ini bisa terus berlanjut! Dukungan kalian sangat berarti dan menjadi semangat bagi author untuk terus berkarya. Terima kasih sudah meluangkan waktu membaca cerita ini. Jangan lupa juga cek karya lainnya, ya! Selamat membaca dan menikmati kisah seru ini. 📝

Terpopuler

Comments

٭ 𝕰𝖑𝖑𝖊 ٭ ᵉᶠ ​᭄

٭ 𝕰𝖑𝖑𝖊 ٭ ᵉᶠ ​᭄

keluar dari rumah aja udh sih miao dan kembangkan bakatmu hingga sukses

2025-03-07

0

Bak Mis

Bak Mis

dasar kakak gak tau diri, masalah kursi aja ribet

2025-02-16

0

Shinta Dewiana

Shinta Dewiana

kerennn..miao

2025-01-30

1

lihat semua
Episodes
1 Tragedi
2 Kembali Ke Titik Awal
3 Berbagi Kamar? Ogah!
4 Kunjungan Xiao Yan
5 Salah Lawan
6 Miao Miao Benar
7 Hangzhou International School
8 Masalah Di Kantin Sekolah
9 Perdebatan Di Mall
10 Tidak Perlu Malu
11 Renungan Malam
12 Penampilan Memukau
13 Jalanan Yang Sibuk
14 Hampir Lupa
15 Hasil Kerja Tim
16 Shick Shack Shock
17 Happy New Years 2025!
18 Balasan Untukmu
19 Ingatan Papa Chen dan Mama Fang
20 Keputusan
21 CM2
22 CEO Muda Zhenhua Innovations
23 Tertarik
24 Hukuman Untuk Xiao Yan
25 Mendengar Juga
26 Hari Libur
27 Kegiatan Miao Miao
28 Bertemu Zhan Zhao
29 Time Zone Berisik
30 Gosip Murahan
31 Fakta Pertama
32 Xiao Yan Terluka
33 Semoga Cepat Sadar
34 Selebriti Dadakan
35 Kekhawatiran Zhan Zhao
36 Berbagai Pemikiran
37 Live Music
38 Preman Bayaran
39 Kakak Gendeng, Ku jadikan Pepes
40 Keputusan Papa dan Mama Chen
41 Obat Vitamin untuk Papa dan Mama Chen
42 Tenggelam Dalam Pikiran
43 Masa Depan CEO Zhan Zhao
44 Perbincangan Asyik Nenek Zhan
45 Perjodohan Masa Kecil Keluarga Chen
46 Bom Meledak di Tengah Keheningan
47 Suasana Kediaman Chen Yang Sibuk
48 Hanya Ingin Menggodamu
49 Apakah Dia Mulai Gila?
50 Harapan Miao Miao Suatu Saat Nanti
51 Kilatan Iri di Mata nya
52 Membalikkan Keadaan
53 Semakin Lama Semakin Aneh
54 Kedatangan Zhan Zhao
55 Jadi Begitu....
56 Jangan Mudah Percaya
57 Berusaha Mencegah Chen Li Ming
58 Ada Sesuatu Yang Salah
59 Jangan Biarkan Dia Pergi
60 Kalian Datang Lebih Cepat
61 Kenapa Perlu Mempertimbangkan
62 Pertunangan Miao Miao dan Zhan Zhao
63 Penangkapan Xiao Yan dan Keluarganya
64 Akhir Xiao Yan dan Keluarganya
65 Kelulusan Miao Miao
66 Rencana Liburan
67 Terima Kasih, Sayang
68 Asyik Ciuman Pertama
69 Truth Or Dare
70 Hatiku Tak Akan Selamat
71 Kepompong Kecil
72 Melamar Di Kebun Buah
73 Ayo Masuk dan Istirahat
74 Genggaman Tangan Hangat
75 Matanya Membulat Penuh Kejutan
76 Terima Kasih Telah Menjadi...
77 Tanganku Tak Akan Lari
78 Sesuatu Penting
79 Hujan Romantis
80 Lamaran
81 Kamu Istriku dan Aku Suamimu
82 Hallo Pembaca Setia
Episodes

Updated 82 Episodes

1
Tragedi
2
Kembali Ke Titik Awal
3
Berbagi Kamar? Ogah!
4
Kunjungan Xiao Yan
5
Salah Lawan
6
Miao Miao Benar
7
Hangzhou International School
8
Masalah Di Kantin Sekolah
9
Perdebatan Di Mall
10
Tidak Perlu Malu
11
Renungan Malam
12
Penampilan Memukau
13
Jalanan Yang Sibuk
14
Hampir Lupa
15
Hasil Kerja Tim
16
Shick Shack Shock
17
Happy New Years 2025!
18
Balasan Untukmu
19
Ingatan Papa Chen dan Mama Fang
20
Keputusan
21
CM2
22
CEO Muda Zhenhua Innovations
23
Tertarik
24
Hukuman Untuk Xiao Yan
25
Mendengar Juga
26
Hari Libur
27
Kegiatan Miao Miao
28
Bertemu Zhan Zhao
29
Time Zone Berisik
30
Gosip Murahan
31
Fakta Pertama
32
Xiao Yan Terluka
33
Semoga Cepat Sadar
34
Selebriti Dadakan
35
Kekhawatiran Zhan Zhao
36
Berbagai Pemikiran
37
Live Music
38
Preman Bayaran
39
Kakak Gendeng, Ku jadikan Pepes
40
Keputusan Papa dan Mama Chen
41
Obat Vitamin untuk Papa dan Mama Chen
42
Tenggelam Dalam Pikiran
43
Masa Depan CEO Zhan Zhao
44
Perbincangan Asyik Nenek Zhan
45
Perjodohan Masa Kecil Keluarga Chen
46
Bom Meledak di Tengah Keheningan
47
Suasana Kediaman Chen Yang Sibuk
48
Hanya Ingin Menggodamu
49
Apakah Dia Mulai Gila?
50
Harapan Miao Miao Suatu Saat Nanti
51
Kilatan Iri di Mata nya
52
Membalikkan Keadaan
53
Semakin Lama Semakin Aneh
54
Kedatangan Zhan Zhao
55
Jadi Begitu....
56
Jangan Mudah Percaya
57
Berusaha Mencegah Chen Li Ming
58
Ada Sesuatu Yang Salah
59
Jangan Biarkan Dia Pergi
60
Kalian Datang Lebih Cepat
61
Kenapa Perlu Mempertimbangkan
62
Pertunangan Miao Miao dan Zhan Zhao
63
Penangkapan Xiao Yan dan Keluarganya
64
Akhir Xiao Yan dan Keluarganya
65
Kelulusan Miao Miao
66
Rencana Liburan
67
Terima Kasih, Sayang
68
Asyik Ciuman Pertama
69
Truth Or Dare
70
Hatiku Tak Akan Selamat
71
Kepompong Kecil
72
Melamar Di Kebun Buah
73
Ayo Masuk dan Istirahat
74
Genggaman Tangan Hangat
75
Matanya Membulat Penuh Kejutan
76
Terima Kasih Telah Menjadi...
77
Tanganku Tak Akan Lari
78
Sesuatu Penting
79
Hujan Romantis
80
Lamaran
81
Kamu Istriku dan Aku Suamimu
82
Hallo Pembaca Setia

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!