Naura merasa jantungnya berdetak dengan cepat, kala melihat wajah laki-laki itu yang sudah berada didekatnya, bahkan mengulurkan tangan untuk berjabat saja.
Rasa itu masih ada, namun kebenciannya lebih dalam dari rasa cintanya karena cintanya tak pernah terbalaskan. Meski pada akhirnya mereka menikah, namun jendral mendekatinya karena sebuah taruhan bukan karena perasaan cinta yang tumbuh.
"Aku baik saja" sahut Naura mengabaikan uluran tangan laki-laki itu.
Tangan jendral yang menggantung itu, berubah menjadi kepalan kosong yang akhirnya ia tarik kembali. Paham, bahwa rasa sakit dihati wanita dihadapannya pasti masih ada.
Kini dua manusia yang pernah menikah itu, duduk berhadapan dalam diam, seperti ada sebuah tembok yang membatasi mereka, juga keadaan mereka yang sudah memiliki pasangan.
"Ada apa kau kemari? Elviana tak ada dirumah" tanya jendral dengan dingin.
Mungkin lebih baik bagi lelaki itu untuk dibenci, karena cinta pun mungkin sudah pudar dihati wanita tersebut.
"Aku ingin bertemu dengan suaminya" jawab Naura yang sama dinginnya.
"Oh ... Kau ingin mengadu padaku tentang perselingkuhan mereka" tebak Jendral yang sudah memahami apa yang akan naura lakukan, setelah kejadian kemarin tentu ia pun akan melakukan hal yang sama.
Mata naura melebar, ia tak salah dengar kan, pikirnya.
"Apa! Jadi kamu sudah tahu itu, tapi kamu tetap diam, kenapa?" Naura mengerutkan dahinya bingung dan tak paham dengan semua ini, sepertinya hanya dia yang baru mengetahui perselingkuhan itu.
"Aku tak yakin kau akan percaya padaku, naura. Tapi, aku akan menghancurkan mereka tepat dihari pernikahanmu, jadi teruskan pernikahan itu. Kau akan lihat betapa hancurnya mereka," ujar Jendral dengan yakin tanpa menyembunyikan apapun.
"Kau tak pernah berubah jen, kau licik dan kejam" Naura beranjak dari tempat duduknya, hendak pergi dari rumah itu.
Pengaduannya ternyata percuma, karena suami elviana itu hanya diam tanpa kejelasan, menjadikan hari pernikahannya sebagai pertunjukan yang akan mempermalukan dirinya pada akhirnya.
"Aku jamin, arfan tak akan mengganggumu lagi. Kau cukup diam dan menjadi penonton, aku yang akan merencanakannya. Bagaimanapun kita harus bekerja sama," papar Jendral
Lelaki itu berdiri, menatap wajah naura yang tak lagi sembab seperti kemarin, namun satu hal yang ia lihat, kenapa wajahnya semakin cantik?
Ia menepis perasaan itu, jangan ada lagi cinta yang tumbuh, cukup dia sendiri yang merasakan penderitaan.
"Jika kau membatalkan rencana pernikahan itu, kau lah yang akan menjadi sasaran kesalahan keluarga dan orang lain. Jadi, bagaimana naura? kau mau kan bekerja sama denganku," tambah laki-laki itu.
Jendral memasukan jemarinya kedalam saku celananya, sebuah kebiasaan yang tak pernah naura lupakan.
Bagaimana pun, hubungan mereka sudah cukup lama, tak semudah itu ia melupakannya. Andaipun sudah, seharusnya ia bersikap biasa saja. Namun apa? kenapa hatinya begitu menyebalkan dan malah berdebar kencang?
"Aku tak yakin dan aku tak percaya," sahut Naura ketus.
Naura pergi tanpa menoleh atau pun berpamitan, ia berusaha bersikap dingin walaupun hatinya mengatakan sebaliknya.
Langkahnya begitu berat, seakan hatinya masih berada disana. Bertahun-tahun ia berharap bertemu kembali, mengatakan sesuatu yang seharusnya lelaki itu tahu. Tapi, kenapa baru sekarang mereka bertemu?
Ia masuk kedalam taksi yang sudah menunggunya sedari tadi, menghela nafas panjang untuk menetralkan jantungnya yang menegang. Berkali-kali.
"Jalan pak" ucapnya.
Diperjalanan, naura menyandarkan kepalanya sedangkan matanya menatap ke arah luar jendela, perkataan jendral tadi masih terngiang dikepalanya.
Masa putih abu-abu, yang seharusnya ia lewati dengan penuh canda dan tawa berubah menjadi kenangan yang sangat buruk, menyimpan luka setelah mengenal laki-laki itu.
Beberapa tahun lalu...
Pagi itu cuaca cerah menghiasi, disebuah sekolah menengah atas yang populer pada zamannya, seorang siswi berjalan menuju podium.
Semua orang melihat kearahnya, iri dan dengki dirasakan siswi lain kala murid tersebut mendapatkan juara pertama disekolah itu, lagi dan lagi.
Suara tepukan berseru, seakan menjadi ucapan selamat untuknya dari rekan belajar dan guru-gurunya.
Nilai dan prestasi adalah sebuah kebanggaan bagi mereka, namun semua itu didapatkan oleh gadis panti asuhan yang masuk lewat jalur besiswa yang selalu diadakan di Sekolah tersebut.
Meski begitu banyak siswa yang tertarik padanya, bahkan banyak yang langsung mengatakan cinta pada gadis yang menjadi primadona sekolah itu, namun ia tetap pada pendiriannya, bahwa ia ingin belajar bukan pacaran.
Dia pintar, cantik siapapun pasti tertarik padanya. Termasuk jendral, kapten basket sekaligus putra tunggal dari pemilik yayasan sekolah tersebut.
Laki-laki itu memang memuji kepintaran naura yang masuk kelas akselerasi, juga usia gadis itu yang lebih muda 2 tahun darinya.
"Naura mau kah kau menjadi pacarku?" tanya Jendral yang sudah ke sekian kalinya mengatakan itu.
Saat itu, ia merasa tertantang untuk menarik hati siswi terpintar dan tercantik disekolahnya.
Mereka satu kelas, namun naura selalu cuek dan lebih peduli pada pendidikannya dibanding berhubungan seperti berpacaran atau pun bergaul dengan teman-temannya .
Awalnya pengakuan jendral ditolak mentah-mentah, tapi laki-laki yang populer dan menjadi incaran para siswi tersebut terus-menerus berusaha mencuri hati naura.
Hingga akhirnya, gadis itu luluh dengan kata-kata manisnya cinta yang menurutnya begitu tulus. Dia sendiri belum pernah diperlakukan baik dan lembut oleh orang lain, yang membuat dunianya berwarna dan indah saat bersama lelaki itu.
Mereka pacaran, jendral selalu membuatnya bahagia. Dia membuat para siswi lain lebih iri dengan kedekatan mereka, bak cinderella dalam versi nyata dan modern.
Hingga suatu malam ...
Jendral mengajaknya berkencan dan membawanya ke pesta ulang tahun temannya, sampai mereka harus menginap dan malam nahas pun terjadi. Dua manusia itu menyatu tanpa adanya ikatan yang sakral di antara mereka.
"Naura, maafkan aku. Aku dijebak, tolong maafkan aku naura," ucap Jendral memelas meminta maaf.
Namun, naura tak yakin karena memang jendral memaksanya melakukan hal yang tak pernah ia harapkan.
Gadis itu hanya menangis sesenggukan memunggungi jendral, dan memeluk tubuhnya yang sudah tak suci lagi. Hancur sudah hidupnya kini, juga ia mulai diliputi perasaan kecewa pada lelaki itu.
Naura menjauhinya, ia merasakan dunianya gelap, masa depannya sudah berantakan oleh sentuhan kehangatan sejenak.
Kata maaf tak bisa jadi penyelesaian, hingga foto aib mereka tersebar di lingkungan sekolah.
Entah siapa yang melakukannya? Namun, para guru menyarankan agar mereka dinikahkan. Tentu saja orang tua jendral murka dan menuduh bahwa naura-lah yang menjebak anak semata wayangnya.
Tapi, mau tak mau mereka akhirnya menikah demi sebuah reputasi, semua terlaksana dihari itu juga dan ditempat itu juga, yakni di Sekolah.
Awal pernikahan semua baik-baik saja, jendral memperlakukannya dengan baik, dan mereka menjalani rumah tangga yang bahagia meski mereka tinggal dirumah orang tua jendral.
Namun, tiba-tiba semua berubah tak seperti janji jendral di depan ibundanya, lelaki itu menjadi dingin, hampir setiap hari naura mendengar bentakan darinya.
Tak hanya itu, ibunya jendral selalu menghinanya dan sering memarahinya, dan terus-menerus menuduhnya hampir setiap hari.
Seperti sore itu, saat naura tengah menyambut kepulangan orang tua jendral.
"Kau tidak lihat, anakku tidak menyukaimu. Ia dijebak oleh seseorang yang tidak bertanggung jawab, tidak malu kah kau naura memelas cinta pada anakku," hina ibunya jendral pada naura.
Sedangkan gadis itu hanya diam menahan sakit. Air matanya menetes merasakan nyeri yang tak terkira.
"Dasar gadis tak tahu diri! Kau pembawa sial keluargaku," umpat ibunya jendral tak bisa menahan kemarahannya lagi, saat semua sudah tak bisa dirubah lagi.
"Sudah mah jangan marahi naura, kasihan," bela papa jendral menghentikan kemarahan sang istri, lalu membawanya kekamar mereka.
Sedangkan naura hanya menundukkan kepalanya, ia tak tahu harus berbuat apa, semuanya begitu cepat terjadi bahkan untuk menghela nafas pun serasa sulit.
Hanya satu minggu usia pernikahan mereka, ketika tiba-tiba ibu mertuanya memaksanya menandatangani surat perceraian antara keduanya.
Sore itu, saat jendral dan ayahnya tak ada dirumah, dimana cuaca mendung menyelimuti bumi, menjadi akhir dari kandasnya hubungan diantara mereka.
"Kau yakin jendral menyukaimu HAH ... Kau tidak sadar dia hanya mempermainkanmu. kalau kau tidak percaya, ikutlah dengan ku sekarang, dia sedang berkumpul bersama teman-temannya" ajak ibunya jendral, menarik paksa tangan naura untuk ikut dengannya.
Disebuah rumah megah, yang naura sendiri tak tahu siapa pemiliknya, ia melihat dengan matanya sendiri, bahwa bukan hanya ia yang dipacari oleh jendral. Melainkan wanita lain juga.
Naura mengepalkan tangannya kuat menahan dada yang kian sesak, melihat hal yang tak ia sangka. kata-kata cinta yang jendral ucapkan dengan tulus, hanyalah sebuah rayuan kebohongan yang tak hanya diberikan pada dirinya.
Dia tidur bersama wanita lain, naura terdiam melebarkan matanya, sesekali ia memejamkan matanya berharap hanya mimpi, tapi ini nyata.
Hatinya hancur melihatnya, istri mana yang melihat suaminya tidur bersama wanita lain, sementara mereka baru menikah.
Sakit, marah bercampur dikepalanya, dan hanya menangis yang ia lakukan untuk meluapkan nyeri yang menyesakkan dadanya.
Malam harinya, jendral pulang dengan wajah lelah dan menghampiri naura yang tengah duduk ditepi ranjang.
Dengan dingin dan menatap tajam istrinya, jendral menghalaunya, "Sudah minggir gue mau tidur, elo budek ya" usirnya.
"kenapa kamu tak usir aku aja sekalian dari rumah ini?" tanya naura yang tak tahan lagi dengan sikap laki-laki itu.
"Baiklah, kalo begitu aku talak kamu saja sekalian, agar kita tak bertemu lagi," ujar jendral dengan ketus.
Naura menata jendral dengan wajah terkejut, air matanya baru kering dan sekarang menetes lagi.
"Apa semudah itu kamu membuang ku jen? sama seperti orang tuaku. Apa cinta itu benar-benar tak pernah tumbuh dihati kamu? Hingga dengan mudahnya kamu berubah seperti ini," tanya naura.
Dengan air mata yang menetes, berharap jendral menjawab ada cinta yang tumbuh dihatinya, ia hanya kecewa dengan keadaan sekarang.
Namun, semua itu hanyalah khayalan kosong yang ada dalam hidup naura.
"Tidak, bahkan sedikitpun tidak pernah. Aku mendekatimu karena bertaruh dengan temanku untuk menaklukan siswi terpintar dan tercantik disekolah, yang ternyata ia hanya pembawa sial," hina jendral.
Naura memejamkan matanya, perkataan itu sangat menyakitinya. Tangannya melayang meluapkan rasa sakitnya.
Plak
Sebuah tamparan mendarat dipipi jendral, kala hinaan yang keluar dari bibir lelaki itu begitu menusuk hati naura dengan sangat dalam.
"Dasar" umpat Naura dengan bibir bergetar, menatap jendral dengan mata yang penuh kebencian.
Luka itu sangat dalam, hingga ia tak bisa berkata apapun dan hanya marah pada dirinya sendiri yang tertipu oleh rayuan kosong seorang jendral arsyad askara.
Naura mengambil tas nya yang sudah terisi barang-barangnya, lalu keluar dari kamar itu, dibalik pintu ibu mertuanya menunggunya sambil memegang sebuah map.
"Jika kau pergi dari rumah ini artinya kau sudah bukan istri anakku lagi, jadi tanda tangani surat cerai ini," pinta ibu jendral sembari menyodorkan map ditangannya beserta bolpoinnya.
Tanpa pikir panjang, naura menandatangani surat tersebut dan pergi tanpa menoleh lagi, setelah pintu rumah tertutup rapat tubuh gadis itupun luruh dan ambruk diteras rumah mewah itu.
Ia menangis deras disana, meluapkan segala rasa sakit yang menusuknya hingga ke dalam dan bercabang hingga membekas dihatinya.
Bersama suara hujan yang terdengar riuh dan angin malam yang menyapa tubuhnya, menusuknya, mencipatakan rasa dingin yang teramat.
Kembali ke masa sekarang...
Dering ponsel membuyarkan ingatan masa lalunya yang terlintas di matanya, nama yang tertera di layar itu membuatnya tersenyum seakan ia adalah obat dari kesedihannya.
Yang menjadi alasannya untuk bertahan dan berjuang untuk tetap hidup, meski ia sendiri merasa lelah dengan ujian yang selalu merendahkan harga dirinya.
"Hallo sayang, ada apa?" tanya naura pada seseorang disebrang telepon setelah sambungan terhubung.
"Aku kangen, kapan mamah pulang?" suara anak kecil disebrang sana membuat naura kembali tersenyum mengingat wajah sang malaikat kecilnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
cinta semu
jangan2 itu suara anak kecil ,anak kandung Naura & jendral Arsyad
2025-02-07
2
Azthar_ noor
makasih
2025-02-07
0
vj'z tri
lanjutkan Thor 🥳🥳🥳
2024-12-26
0