Pada salah satu ruangan, Megan terbaring lemah. Jim sibuk memulai aksi penyelamatannya dan di bantu Sam berlandaskan alat seadanya.
Selang dua jam lamanya mereka keluar dari kamar itu. Desahan lega lolos dari nafas lemah mereka berdua. Mereka sempat kewalahan dalam ruangan itu yang membuatnya berkeringat hebat.
Tampak Nadia dan Jakson menunggu di sofa, Jakson menatap lekat ruangan itu dan mendapati sosok Jim dan Sam yang keluar dari sana dan kian menghampirinya. Ia juga ingin tahu akan keadaan wanita muda itu yang bahkan belum di ketahui identitasnya.
Sosok Sam mendekat dengan langkah luntai, tenaganya terkuras habis dalam ruangan dengan aksi menegangkan.
“Bagaimana? apa dia baik-baik saja?” tanya Jakson yang langsung berdiri dari duduknya berharap wanita itu tak apa.
“Berdoa saja agar dia selamat!” tutur Sam dengan nada lemah dan keringat yang membulat di sela rambutnya.
“Aku tanya apa dia akan baik-baik saja?” jelas Jakson yang tidak terima ucapan tak yakin itu. Dirinya harus bisa meyakinkan diri bahwa gadis itu baik-baik saja, karena hal itu menjadi beban pikirannya sekarang.
“Dia baik-baik saja, tunggu beberapa hari dan dia akan sadar, tapi.." ujar Jim terhenti, mengingat Megan sepertinya mengalami sindrom Congenital Analgesia, pikirnya sindrom ini muncul saat kecelakaan terjadi.
“Tapi ada apa! Apa kau yakin dia tak apa!” tanya Jakson kian tegas.
“Dia akan baik, kita tunggu perkembangan saat dia sudah sadar!" jelas Jim meyakinkan sosok itu yang tampak sudah gelisah.
“Baiklah! setidaknya dia akan selamat!” gumam Jakson lega.
“Tapi, wajah mu kenapa?” tanya Jim yang menyadari bengkak di wajah Jakson, perlahan ia menghampiri dan menatap lekat memar disana.
“Sstt, sakit!” ringis Jakson saat sentuhan tangan Jim mendarat di sana kemudian menepis tangan itu dengan kasar.
“Ini kena tonjok!” jelasnya.
“Apa sudah di beri obat luka!” tutur Jim yang peduli, kemudian mencari keberadaan kotak obat pada sudut-sudut ruangan.
“Sudah!” balasnya ketus yang menghentikan kegiatan Jim mencari obat.
“Apa tak ada paparazi yang mengikutimu!” tanya Sam yang kian ingat akan hal itu, karena biasanya Jakson selalu di ikuti paparazi, tak lain dan bukan lain hanya sekadar mengambil foto dari aktor tampan ini.
“Aku tidak tahu!” jelasnya ketus.
“Matilah kau jika mereka mengambil foto saat kau menabrak wanita itu!” balas Sam ketus yang tahu apa yang akan terjadi jika hal ini sampai tersebar.
“Aku ingin tidur, besok aku harus bekerja dua kali lipat! kau jaga wanita itu!” jelas Jakson tak peduli seraya berlalu menuju kamarnya mengingat malam sudah semakin larut.
“Apa maksudmu aku menjaganya, aku juga ingin istirahat!” ujar Sam menolak dengan tegas.
“Sudahlah, biar aku yang menjaganya, kalian istirahat saja!” jelas Nadia mengalah, menatap dua sosok pemuda yang tampak kelelahan, jelaslah dia harus mengerti alasan dari lelah mereka setidaknya ini yang bisa ia lakukan untuk membantu.
“Memang Nadia yang terbaik! aku istirahat duluan ya, selamat malam!” jelas Sam kemudian bangkit dari tempatnya menuju salah satu ruangan yang tak lain kamarnya sendiri.
Tampak Jim yang masih tertegun, ia tengah memikirkan sesuatu, dirinya tak yakin akan pengobatannya pada wanita itu. Di duganya wanita itu akan tertidur dalam beberapa waktu ke depan akibat benturan yang terjadi di kepalanya, mungkin saja saat gadis itu sadar ia akan mengalami amnesia, tebaknya.
“Ada apa Jim? Apa yang kau pikirkan!” tanya Nadia menatap lekat sosok yang di maksudnya.
“Aaa tidak ada apa-apa!” ujarnya terkejut dari lamunan singkatnya.
“Kau tidurlah, kau pasti juga sudah lelah!” jelas Nadia menyuruh memberi perhatian.
Tanpa basa basi lagi, Jim mematuhi perintah itu, dirinya memang sudah lelah berhadapan dengan seorang pasien. Ya mau bagaimana lagi, sebagai seorang dokter ia harus menjalankan perannya bukan.
Tak.. tak.. tak..
Dentuman jam dinding kian bergema, malam juga semakin larut. Suasana rumah dengan lampu redup memberikan kesunyian mendalam. Pada salah satu ruangan yang penuh akan bau obat, bahkan bau darah masih samar-samar dalam ruangan itu. Nadia menatap lekat sosok lemah yang terbaring lemah pada bidang empuk di sana.
“Wanita malang, masih muda begini tapi berakhir di sini!” gumamnya menatap lekat sosok itu.
“Baiklah, aku harus tidur di sini” sambungnya kemudian menatap sofa dengan maksud akan tidur di sana.
To
Be
Continue
Jika terdapat kesamaan nama tokoh karakter dan tempat saya selaku penulis meminta maaf. Cerita ini hanya fiktif belaka tidak bermaksud menyinggung para pembaca dan pihak lainnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
insan cita
ko banyak kata 'kerap' yg tdk pas dengan kalimat ya. kayanya author baru tau ada kata 'kerap' dalam bahasa Indonesia..
2020-10-26
3
Nurul Qalbi
semangat
2020-08-26
2
@R_(07)
semangat kak
2020-08-26
1