part 4

Di persimpangan jalan___

Setelah kelas Tahsin selesai, para siswa mulai bergegas pulang. Matahari sudah mulai condong ke barat, cahayanya keemasan membias di jalanan.

Aqiyah dan Esha berjalan beriringan menuju gerbang sekolah.

"Hari ini padat banget ya, Qi," kata Esha sambil meregangkan tangannya.

"Iya, capek, tapi alhamdulillah dapet banyak ilmu."

Di depan mereka, Ilham berjalan santai sambil mengetik sesuatu di ponselnya. Tak jauh dari situ, Fayyaz juga ada, tapi seperti biasa, ia berjalan sendiri dengan langkah tegap tanpa banyak bicara.

Ketika sampai di persimpangan jalan, Ilham berhenti.

"Eh, aku belok sini duluan ya. Hati-hati di

jalan!" katanya, melambaikan tangan.

"Oke, Ilham, assalamualaikum," balas Esha.

"Waalaikumussalam."

Sekarang tinggal Aqiyah, Esha, dan Fayyaz yang berjalan searah.

Esha menyikut Aqiyah pelan.

"Qi, kamu sadar gak, Fayyaz rumahnya searah sama kita?" bisiknya.

Aqiyah melirik sedikit ke depan.

Benar, Fayyaz masih berjalan di jalur yang sama.

Tapi… sejak kapan?

Biasanya, Fayyaz selalu pulang lebih dulu. Hari ini, dia seperti sengaja memperlambat langkah.

Atau hanya kebetulan?

Momen Hening

Suasana mendadak jadi sedikit canggung.

Esha yang biasanya banyak bicara, justru diam. Ia hanya tersenyum kecil sambil melirik ke arah Aqiyah.

Aqiyah sendiri berusaha tetap tenang.

Di depannya, Fayyaz tetap berjalan lurus, tanpa menoleh sedikit pun.

Sesekali, angin sore menerbangkan ujung kerudung Aqiyah. Cahaya matahari mulai meredup, menyisakan langit yang berubah warna ke jingga keemasan.

Ketika akhirnya tiba di pertigaan jalan, Fayyaz tiba-tiba mempercepat langkahnya, lalu menyeberang tanpa banyak bicara.

Tak ada salam.

Tak ada ucapan pamit.

Hanya langkah tegas yang akhirnya menghilang di tikungan.

Esha menghela napas panjang.

"Dia benar-benar kayak bayangan, Qi. Datang, diem, terus hilang lagi."

Aqiyah hanya tersenyum kecil.

"Dan anehnya… aku gak pernah tahu apa yang dia pikirkan."

Di Rumah – Renungan Malam

Malamnya, setelah shalat Isya, Aqiyah duduk di dekat jendela kamar, melihat langit yang dipenuhi bintang.

Hari ini terasa panjang.

Mulai dari kejutan di kelas Sosiologi, diskusi yang menarik, lalu kelas Tahsin yang menegangkan.

Dan tentu saja… kehadiran seseorang yang semakin sulit ditebak.

Fayyaz.

"Kenapa aku malah kepikiran?"

Aqiyah menggeleng pelan, lalu menutup jendela.

Mungkin dia hanya lelah.

Mungkin, semua ini hanya kebetulan.

Tapi jauh di dalam hati, Aqiyah merasa…

Fayyaz bukan sekadar ‘kebetulan’ dalam hidupnya.

Malam di Kediaman Aqiyah

Setelah berganti pakaian dan membersihkan diri, Aqiyah turun ke ruang keluarga. Suasana rumahnya selalu terasa hangat dan nyaman, berbeda dengan hiruk-pikuk sekolah yang penuh aktivitas.

Di meja makan, ibunya sedang menyiapkan teh, sementara ayahnya membaca buku di kursi santai.

Dan di ujung ruangan, Khalid Al-Farez, adik laki-laki Aqiyah, sedang duduk di lantai sambil bermain catur sendirian.

"Kak Aqiyah, duel sama aku?" tantangnya sambil menyusun bidak.

Aqiyah tersenyum dan mendekat. "Kamu yakin mau lawan kakak?" godanya.

Khalid mengangguk percaya diri. "Kali ini aku pasti menang!"

Ibu mereka tertawa kecil. "Khalid selalu optimis kalau urusan catur."

"Tapi selalu kalah juga," tambah ayah sambil tersenyum tanpa mengalihkan pandangannya dari buku.

Khalid cemberut. "Hari ini beda! Aku udah latihan!"

Aqiyah duduk di seberang Khalid, lalu mulai permainan. Suasana rumah terasa tenang, hanya terdengar suara gesekan bidak catur di papan kayu.

Beberapa menit berlalu, Khalid mulai mengernyitkan dahi.

"Eh, kok… jalan aku kejebak?"

Aqiyah menahan tawa. "Checkmate."

Khalid menghela napas panjang, lalu menjatuhkan badannya ke sofa. "Kenapa aku selalu kalah sih?!"

Ayah menutup bukunya dan tersenyum. "Karena kakakmu lebih banyak pengalaman. Tapi kalau kamu terus berlatih, suatu hari pasti bisa menang."

Khalid bangkit lagi dengan semangat. "Baiklah, aku gak akan menyerah!"

Ibu datang membawa teh hangat dan meletakkannya di meja.

"Ngomong-ngomong, Aqiyah, bagaimana harimu di sekolah?" tanyanya lembut.

Aqiyah mengambil cangkirnya, menghirup aroma teh sebelum menjawab.

"Alhamdulillah, hari ini lumayan sibuk. Ada diskusi di kelas Sosiologi, terus ada kelas Tahsin setelah pulang sekolah."

Ibu mengangguk. "Kamu terlihat lelah. Jangan lupa istirahat, ya."

Khalid mencondongkan tubuh ke meja, matanya berbinar penasaran. "Eh, kak! Aku dengar dari teman-temanku, ada seorang senior di sekolah yang katanya jenius tapi dingin banget. Namanya Fayyaz, kakak kenal?"

Aqiyah hampir tersedak tehnya.

Ibu menatap Khalid dengan heran. "Dari mana kamu tahu itu?"

"Ya dari teman-temanku! Mereka sering cerita kalau Fayyaz itu kayak legenda hidup di sekolah. Katanya dia pinter banget di semua pelajaran dan hafalan Qur'annya juga kuat. Tapi… orangnya susah ditebak. Dingin banget!"

Ayah tersenyum kecil. "Orang seperti itu biasanya fokus dengan tujuannya. Tidak banyak bicara, tapi dalam berpikir."

Khalid mengangguk. "Nah, makanya aku penasaran! Kakak pernah ngobrol sama dia?"

Aqiyah meletakkan cangkirnya dan berdeham pelan.

"Ehm… ya, hari ini kami satu kelompok di kelas Sosiologi. Diskusinya menarik."

Khalid membulatkan matanya. "Ha bukannya kk ama fayyaz itu beda kelas ya?"

"Ada gabungan antara kelas beliau ama kk dek"

, "wah serius? Terus, beneran gak sih kalau dia dingin banget?"

Aqiyah berpikir sejenak.

"Dia memang jarang bicara, tapi kalau sudah membahas sesuatu yang menarik baginya… dia bisa mengeluarkan pendapat yang dalam."

Khalid menyeringai. "Berarti dia gak se-dingin yang orang-orang kira, kan?"

Aqiyah hanya mengangkat bahu.

"Entahlah. Dia tetap sulit ditebak."

Ibu tersenyum penuh makna. "Terkadang, orang yang diam itu bukan karena sombong, tapi karena mereka lebih banyak mengamati dan berpikir."

Ayah mengangguk. "Benar, dan biasanya, orang seperti itu punya prinsip yang kuat."

Percakapan ringan itu membuat Aqiyah berpikir lebih jauh.

Malam yang Hangat ini di Rumah Aqiyah

Di ruang keluarga, suasana tetap nyaman. Zunaira Naifah, ibu Aqiyah, duduk sambil menyeruput teh, sesekali tersenyum melihat anak-anaknya. Di sebelahnya, Sufyan Ashari, ayah mereka, masih fokus pada bukunya, tetapi tetap mendengarkan percakapan.

Khalid masih bersemangat membahas Fayyaz, sementara Aqiyah sudah ingin mengganti topik.

"Khalid, sekolahmu sendiri gimana?" tanya Aqiyah, mencoba mengalihkan perhatian.

Khalid meringis. "Biasa aja. Tugas banyak, PR menumpuk, tapi alhamdulillah aku tetap juara kelas!"

Sufyan menutup bukunya dan tersenyum bangga. "Bagus. Ilmu itu amanah, Nak. Gunakan sebaik mungkin."

Zunaira mengusap kepala Khalid dengan lembut. "Jangan hanya mengejar nilai, tapi pastikan ilmunya juga bermanfaat."

Khalid mengangguk cepat. "Siap, Ummi! Aku juga mau jadi hafiz kayak Kak Aqiyah!"

Aqiyah tersenyum mendengar itu. "MasyaAllah, Khalid. Kakak doakan semoga kamu istiqamah, ya."

Suasana rumah memang selalu terasa penuh kasih sayang. Ayah dan Ibu mereka selalu mendidik dengan kelembutan, tapi tetap tegas dalam prinsip.

Setelah berbincang cukup lama, Zunaira bangkit. "Baiklah, sudah malam. Waktunya tidur, besok kalian harus sekolah lagi."

Aqiyah dan Khalid pun beranjak ke kamar masing-masing.

Saat berbaring, Aqiyah kembali memikirkan kejadian hari ini.

______

Malam nya ia di Kediaman Keluarga Althair

Di sebuah rumah besar dengan arsitektur khas , suasana tetap tenang meskipun malam sudah larut. Kediaman keluarga Althair bukan sekadar rumah biasa, tetapi juga bagian dari pesantren yang mereka kelola.

Di ruang keluarga, Azham Althair, seorang pria berwibawa dengan sorban rapi di kepalanya, duduk sambil membaca kitab tafsir. Di sebelahnya, Shalihah Yasmin, seorang wanita lembut dengan kerudung syar’i, menyiapkan teh untuk suaminya.

Di sisi lain, Raziq Aqil Althair, adik Fayyaz yang baru berusia 15 tahun, sedang duduk di lantai sambil melantunkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan suara merdu.

Sementara itu, Fayyaz duduk bersandar di dekat jendela, matanya fokus pada sebuah buku.

Azham menutup tafsirnya dan menoleh ke arah putra sulungnya. "Fayyaz, bagaimana harimu di sekolah?"

Fayyaz menutup bukunya perlahan. "Alhamdulillah, baik, Abi. Hari ini ada diskusi di kelas tentang konflik sosial dalam Islam."

Azham tersenyum kecil. "Dan kau pasti memberi perspektif yang kuat, bukan?"

Fayyaz mengangguk singkat. "Kami membahas konsep islah dalam Al-Qur’an. Aku menyebutkan Surah Al-Hujurat ayat 9."

Shalihah Yasmin menatap putranya dengan bangga. "MasyaAllah, kau selalu mengaitkan pembelajaran dunia dengan ilmu agama."

Raziq yang dari tadi diam, tiba-tiba menyeringai. "Tapi Abi, Umi, ada hal menarik yang aku dengar dari teman-temanku."

Azham mengangkat alis. "Apa itu?"

Raziq menoleh ke Fayyaz dengan tatapan penuh arti. "Katanya, Kak Fayyaz mulai sering bicara di kelas. Bahkan ada seorang teman perempuan yang cukup sering berdiskusi dengan Kakak?"

Fayyaz melirik adiknya dengan datar. "Jangan berasumsi yang aneh-aneh, Raziq."

Shalihah tersenyum lembut. "Siapa teman perempuan itu?"

"Aqiyah," jawab Fayyaz singkat.

Azham mengangguk pelan, seolah mengenali nama itu. "Aqiyah… Putri dari Sufyan Ashari?"

Fayyaz terkejut. "Abi mengenalnya?"

Azham tersenyum. "Tentu. Sufyan adalah sahabat lama Abi. Dia orang yang baik dan keluarganya sangat menjaga agama. Kami dulu sering berdiskusi tentang pendidikan Islam."

Shalihah menatap Fayyaz dengan lembut. "Jadi bagaimana menurutmu anaknya?"

Fayyaz diam sejenak, lalu menjawab jujur, "Dia cerdas. Memiliki pemahaman agama yang baik, tapi masih banyak hal yang ingin kupahami darinya."

Raziq terkekeh. "MasyaAllah, Kakak mulai penasaran sama seseorang. Ini langka!"

Fayyaz hanya menghela napas, sementara Azham dan Shalihah saling bertukar pandang dengan senyuman kecil.

Terpopuler

Comments

Yuri Lowell

Yuri Lowell

Capek tapi puas baca cerita ini, thor! Terima kasih sudah membuatku senang.

2025-02-13

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!