18. Hanya Perduli Kamu

"Kita jadi menemui adik-adikku Tuan?" tanyaku memastikan, setelah melihat waktu sudah menunjukan pukul 22:10 di ponselku.

"Sesuai janjiku," singkat tuan Bimo tanpa menoleh padaku. Pria itu menjalankan mobilnya perlahan meninggalkan basement hotel, beberapa security yang mengenali mobilnya memberi sikap hormat saat kami melewati pos jaga.

"Tapi ini sudah larut Tuan, mereka pasti sudah tertidur," aku masih menatap padanya, hapal jadwal tidur adik-adikku.

"Terserah kamu saja Baby. Aku bukan type orang yang suka menunda. Dan aku tidak janji kalau besok, lusa, atau seterusnya kamu bisa bertemu adikmu."

Aku mendengus, tiga hari bersamanya sudah membuatku cukup hapal sikap pemaksaannya.

"Apa yang kamu lakukan?" tuan Bimo menoleh sekilas padaku, saat melihat pergerakanku yang akan melepas pengunci kalung berlian dari leherku.

"Saya tidak bisa berpenampilan seperti ini, orang-orang disana pasti akan berpikir aneh tentang saya Tuan," sahutku, berusaha melepas pengunci yang terasa sulit dibuka.

Ciiiit!

Aku terkaget, tubuhku sempat maju beberapa senti kedepan, lalu kembali terhempas pada sandaran kabin dibelakangku dengan bantuan sabuk pengaman yang menahan tubuhku.

Bukan hanya decitan ban mobil tuan Bimo yang membuat ngilu indera pendengaranku, tapi ramainya bunyi klakson para pengendara lain karena tuan Bimo yang berhenti tiba-tiba ditengah keramian lalu lintas kota.

"Sekalian saja lepas gaunmu didepanku, aku tidak keberatan jadi penontonmu," sarkasnya, menatap tajam padaku.

"Tuan, sebaiknya kita jalan sekarang," cemasku, suara klakson diluar sana makin intens dan tidak terkendali, para pengendara mengumpat kasar.

"Aku tidak perduli! Aku hanya perduli pada apa yang akan kamu lakukan!" pekik tuan Bimo.

Cemas, panik, malu, tegang, bercampur jadi satu dalam diriku. Bagaimana tidak? Manusia antik disampingku ini sama sekali tidak memperdulikan situasi diluar yang sudah tidak kondusif, sampai polisi lalu lintas menghampiri kami dan mengetok kaca jendela mobil.

"Selamat malam tuan Bimo, ada masalah dengan mobil anda?" tanya pak polisi sopan, melirik sebentar kearahku dari balik kaca mobil yang hanya beberapa senti diturunkan.

Ingin aku berteriak meminta tolong, tapi cepat ku urungkan niatku itu. Hukum itu tajam kebawah tapi tumpul keatas, ancaman tuan Bimo itu terngiang dalam ingatanku, apalagi aku melihat betapa hormatnya petugas itu. Dan aku tidak yakin, setelah melawannya lagi, aku dan adik-adikku akan selamat.

"Maafkan saya Pak, sedikit lagi saya bisa mengatasinya. Bila berkenan, tolong Bapak arahkan lalu lintasnya ke jalur alternatif untuk sementara."

"Baiklah Tuan."

Kulihat petugas itu menjauh dan berdiri dibelakang mobil tuan Bimo, memberi isyarat dengan bantuan tongkat sorot reflektor pada para pengendara yang mandek dibelakang kami, setelah memastikan kendaraan-kendaraan yang lain beralu dengan aman.

"Masih mau melepas perhiasan yang aku berikan?" tuan Bimo membuyarkan atensiku pada pak polisi.

"Maafkan saya Tuan, saya tidak akan melepasnya tanpa seizin Tuan," ucapku pelan, menahan kedongkolan dalam dadaku.

"Bagus, aku anggap kamu sudah mengerti posisimu sekarang," ungkapnya.

"Dan panggil aku Daddy, bukan Tuan," tegasnya lagi.

Setelah membunyikan klakson dan mengeluarkan lambaian tangan pada petugas lalu lintas itu, tuan Bimo langsung melajukan kendaraannya.

Aku tidak berucap sepatah katapun lagi, demikian pula dengannya, sampai kami memasuki pemukiman bersih dan asri, dan aku sudah menduganya, tuan Bimo tahu tempat tinggalku, berhenti tepat didepan gang kecil walau aku tidak memberitahunya.

Waktu sudah menunjukan pukul 23:04. Suasana nampak lengang, aku keluar dari mobil setelah tuan Bimo membuka pintu untukku.

Aku panik saat melihat bangsalan sewaanku gelap gulita. Segera aku membuka gembok dengan anak kunci cadanganku yang selalu aku bawa kemana saja.

"Vino! Vaniza! Kakak datang!" Aku gegas masuk setelah menekan stop kontak disebelah pintu masuk.

Tidak ada sahutan, sampai aku mendorong pintu kamar. Aku mulai menangis melihat kamar yang tertata rapi, tapi tidak ada siapa-siapa didalamnya.

"Kalau mereka tidak ada disini, itu artinya mereka mengungsi di rumah bude Romlah," ucap tuan Bimo berdiri didepan pintu, setelah memperhatikan seluruh sudut ruang bangsalan sewaanku yang sempit.

Aku menatapnya sebentar, lalu bergegas keluar rumah.

"Kamu tidak mengunci pintu? Nanti ada orang yang mencuri barang berhargamu didalam," peringat tuan Bimo. Kali ini aku tidak mendengar nada ejekan darinya, walau aku tahu persis, didalam bangsalan sewaanku ini tidak ada benda berharaga seperti katanya tadi.

"Kearah mana?" tanyanya setelah kami kembali didalam mobilnya.

"Lurus saja kedepan, kurang lebih dua ratus meter dari sini, ada pohon mangga madu dengan cat pagar biru, disitu rumah bude Romlah," jawabku, sebenarnya aku tidak percaya kalau pria ini tidak tahu.

Begitu tiba, aku buru-buru masuk kedalam pagar yang memang tidak dikunci. Cukup lama setelah menekan bel barulah kudengar suara pergerakan anak kunci, pertanda pemilik rumah siap membuka pintu.

"Vi-Vina?"

Seperti yang aku duga, bude Romlah kaget melihatku, menatap gaun indahku, anting-anting, dan kalung berlianku yang berkilau diterpa sinar lampu teras. Dia juga memandang tuan Bimo yang berdiri dibelakangku dengan pancaran curiga.

"Bude, maafkan aku, bertamu tidak kenal waktu, sudah selarut ini," ucapku hati-hati, merasa tak enak.

Bude tersadar.

"Oh, iya. Masuklah Nduk, kamu pasti mencari kedua adikmu kan? Mereka memang ada disini tapi sudah tidur," bude Romlah mundur beberapa langkah kedalam rumahnya, memberi kami ruang untuk ikut masuk.

"Beliau... Tuan Bimo," aku memperkenalkan pria yang bersamaku, menyadari perhatian bude Romlah lebih sering melihat kearah belakangku.

"Silahkan masuk, Tuan. Rumah saya sederhana, harap maklum," bude Romlah tersenyum ramah, namun nada suaranya penuh ketegasan yang tidak tersembunyi.

"Terima kasih, saya pamit sebentar, ada sedikit buah tangan yang akan saya ambil di mobil," selesai mengatakan itu, aku melihat tuan Bimo berbalik, akupun tidak tahu buah tangan seperti apa yang ia bawa.

Aku masuk ditemani bude Romlah yang menunjukan kamar dimana Vino dan Vaniza berada.

Air mataku tumpah ruah, memeluk penuh kerinduan dua adikku yang sedang terlelap dengan wajah polos mereka diranjang empuk.

Bude Romlah pamit, memberi ruang padaku menikmati kebersamaan bersama dua adikku. Sekilas aku melihat tuan Bimo melintas didepan kamar dengan beban dua box di satu pundaknya, sebelum bude Romlah menutup rapat pintu kamar.

...***...

"Letakan saja disini Tuan," Romlah mengarahkan Bimo meletakan dua box yang pria itu bawa dipundaknya pada satu meja disebelah meja makan yang sudah ia pindahkan barang-barang dari atasnya.

"Bolehkah kita bicara Tuan?" tanyanya kemudian setelah pria itu meletakan bebannya.

"Tentu saja Bude. Mohon tunggu sebentar, izinkan saya mengambil dua box lagi yang tersisa di mobil," Bimo tersenyum dengan sikap sopannya.

Romlah mengangguk, menatap pria besar itu berlalu. Ia mendesah pelan, memikirkan beban moral yang harus ditanggung Vina, bila apa yang ia cemaskan memang benar.

Bersambung...✍️

Pesan Moral : Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (khusus yang punya kuasa). By : Author : Tenth_ Soldier.

Terpopuler

Comments

Ikan

Ikan

Wkwk aku bayanginnya si Bimo kayak kuli panggul di pasar yang lagi manggul keranjang buah

2025-01-02

1

Tenth_Soldier

Tenth_Soldier

PM : Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia ( khusus yg punya kuasa)

2025-01-02

5

Zenun

Zenun

Ya begitulah kira-kira tanggapan orang-orang

2025-01-02

2

lihat semua
Episodes
1 1. Jadilah Sugar Baby-ku
2 2. Tunggakan
3 3. Diculik
4 4. Aku Sudah Melihat Semuanya.
5 5. Hanya Boleh Menelponku
6 6. Nasihat Murdiono
7 7. Licik.
8 8. Takut Sama Dia
9 9. Ditindas
10 10. Rumah Sakit.
11 11. Diremehkan.
12 12. Gadis Itu Dalam Perlindunganku.
13 13. Berusaha Kabur.
14 14. Aku Membencimu!
15 15. Insiden Kolam Pemandian
16 16. Ke Pesta
17 17. Status Bukanlah Ukuran Sejati.
18 18. Hanya Perduli Kamu
19 19. Jaminan
20 20. Berondong Kaya
21 21. Berondong Kaya si Pembuat Masalah
22 22. Ada Syaratnya
23 23. Belanja Sembako Untuk Yatim Piatu
24 24. Hukuman Untuk Riska
25 25. Kebodohan Yang Memabukan
26 26. Terserah!
27 27. Bergemuruh
28 28. Insiden Anggi
29 29. Sakit
30 30. Izinkan Aku Pulang
31 31. Hanya Ingin Mendapat Bukti
32 32. Pria Matang Penuh Pesona
33 33. Bimo dan Heru
34 34. Jauhi Gadis Itu
35 35. Presidential Suite Viktoria Hotel
36 36. Protes Tentang Dekorasi Kamar
37 37. Mengharapkan Kebaikan
38 38. Penasaran
39 39. Ketiduran
40 40. Daddy!
41 41. Alibi
42 42. Calon Isteri
43 43. Jawabannya Harus Pilihan Yang Pertama
44 44. Rewelnya Bimo
45 45. Pertemuan Pertama
46 46. Menu Makan Malam
47 47. Ada Syaratnya.
48 48. Viktoria Hills
49 49. Rusuhnya Anggi
50 50. Mengungkap
51 51. Tulusnya Marawing
52 52. Tidak Sabar
53 53. Ancaman Marawing
54 Lamaran
55 55. Jatuh Cinta Lagi Di Usia Tua
56 56. Menuai Didikan Sendiri
57 Hari Pernikahan
58 58. Mau Adik Bayi?
59 59. Takut, Tapi Mau
60 60. Berbadan Dua
61 61. Tua
62 62. Adik Bayi Lucu Mau Launching!
63 63. Alvira Dan Alvaro Hardi Dinata
64 64. End
Episodes

Updated 64 Episodes

1
1. Jadilah Sugar Baby-ku
2
2. Tunggakan
3
3. Diculik
4
4. Aku Sudah Melihat Semuanya.
5
5. Hanya Boleh Menelponku
6
6. Nasihat Murdiono
7
7. Licik.
8
8. Takut Sama Dia
9
9. Ditindas
10
10. Rumah Sakit.
11
11. Diremehkan.
12
12. Gadis Itu Dalam Perlindunganku.
13
13. Berusaha Kabur.
14
14. Aku Membencimu!
15
15. Insiden Kolam Pemandian
16
16. Ke Pesta
17
17. Status Bukanlah Ukuran Sejati.
18
18. Hanya Perduli Kamu
19
19. Jaminan
20
20. Berondong Kaya
21
21. Berondong Kaya si Pembuat Masalah
22
22. Ada Syaratnya
23
23. Belanja Sembako Untuk Yatim Piatu
24
24. Hukuman Untuk Riska
25
25. Kebodohan Yang Memabukan
26
26. Terserah!
27
27. Bergemuruh
28
28. Insiden Anggi
29
29. Sakit
30
30. Izinkan Aku Pulang
31
31. Hanya Ingin Mendapat Bukti
32
32. Pria Matang Penuh Pesona
33
33. Bimo dan Heru
34
34. Jauhi Gadis Itu
35
35. Presidential Suite Viktoria Hotel
36
36. Protes Tentang Dekorasi Kamar
37
37. Mengharapkan Kebaikan
38
38. Penasaran
39
39. Ketiduran
40
40. Daddy!
41
41. Alibi
42
42. Calon Isteri
43
43. Jawabannya Harus Pilihan Yang Pertama
44
44. Rewelnya Bimo
45
45. Pertemuan Pertama
46
46. Menu Makan Malam
47
47. Ada Syaratnya.
48
48. Viktoria Hills
49
49. Rusuhnya Anggi
50
50. Mengungkap
51
51. Tulusnya Marawing
52
52. Tidak Sabar
53
53. Ancaman Marawing
54
Lamaran
55
55. Jatuh Cinta Lagi Di Usia Tua
56
56. Menuai Didikan Sendiri
57
Hari Pernikahan
58
58. Mau Adik Bayi?
59
59. Takut, Tapi Mau
60
60. Berbadan Dua
61
61. Tua
62
62. Adik Bayi Lucu Mau Launching!
63
63. Alvira Dan Alvaro Hardi Dinata
64
64. End

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!