5. Hanya Boleh Menelponku

"Paha ayam gorengnya boleh dimakan?" Vaniza memandang bude Romlah yang memasukan sepotong ayam goreng crispy kedalam piringnya.

"Tentu boleh saja cah ayu, spesial buat Vaniza yang cantik," lembut bude Romlah.

"Yeay! Akhirnya bisa makan paha ayam goreng!"

Romlah tertawa melihat tingkah Vaniza, apalagi melihat dua bocah kakak beradik itu makan begitu lahap, hatinya menghangat, serasa mereka anaknya sendiri.

"Ini, uang jajan buat cah ayu dan ini buat cah bagus."

Vaniza dan Vino kompak menggeleng, hanya memandangi uang kertas pecahan 10 ribuan yang disodorkan masing-masing didepan mereka.

"Kenapa? Kurang banyak?" heran bude Romlah.

"Kata kak Vina, tidak boleh menerima uang dari siapapun kecuali dari kak Vina," cicit Vaniza.

"Iya bude," Vino yang pendiam ikut bersuara.

"Cah ayu dan cah bagus yang pinter, bagus itu," puji bude Romlah.

"Tapi ini uang kak Vina kok, jangan sungkan. Semalam kakak Vina kalian mengirim uang yang buaaanyak tenan ke rekening bude untuk kalian, adik-adiknya," tangan bude Romlah spontan ikut mengembang.

"Kapan kakak Vina pulang bude?" serobot Vaniza. Ia berusah menahan tangis mendengar nama kakaknya disebut wanita itu. Selama ini, ia tidak pernah berpisah barang sehari, begitu pula halnya dengan Vino, hanya saja bocah laki-laki itu masih bisa menyembunyikan kesedihannya.

"Kakak Vina kalian masih kerja, nanti kalau sudah beres, pasti pulang. Yang penting cah ayu sama cah bagus sekolah yang rajin, jaga kesehatan, dan tidak boleh keluyuran," wanita itu mengusap kepala kedua bocah itu, dalam benaknya ia dapat merasakan kesedihan keduanya.

"Ayo sekarang bersiap, ini bekal kalian, bude sudah siapin," bude Romlah kembali meletakan dua kotak makanan didepan dua bocah itu, setelah memasukan uang jajan kedalam saku mereka masing-masing.

Vaniza turun dari kursinya, ia berlari memutar lalu memeluk wanita itu dengan sangat erat.

"Bude baik sekali... baik seperti kakak..." tangis Vaniza meledak, bercampur rasa rindunya pada sang kakak yang tidak ia lihat sejak kemarin.

Tak sanggup menahan haru, bude Romlah turut menangis saat Vino ikut memeluknya.

...***...

"Apa yang kamu cari?"

"Hape saya, tuan," aku terus mengobrak abrik isi tas kuliahku, tapi tetap tidak kutemukan.

"Hape jelek ini?"

Aku mendongak, benar saja, itu ponselku yang sudah diplastik rapi. Aku berusaha merampas dari tangannya, berharap pria yang pantas ku panggil om itu tidak mengutak atiknya, karena ada beberapa pesan teman-teman priaku yang tidak sempatku hapus, walaupun isinya biasa saja.

"Ini pantasnya dibuang," pria itu langsung menjatuhkan ponselku ke tempat sampah yang ada disebelah kakinya.

Aku berang.

"Tuan tidak pantas melakukan itu, hape itu milik saya tuan!"

"Kamu pakai ini saja," sambil mengeluarkan benda pipih berwarna pink, tanpa rasa bersalah sama sekali.

"Warna kesukaanmu bukan? Seperti semvak dan bra-mu," datarnya, tapi penuh nada ejekan.

Ingin rasanya kucekik dia sampai mati.

Demi menjaga suasana hatiku tetap kondusif di kampus pagi ini, aku gegas membuka sabuk pengamanku, membuka pintu mobil, tapi tidak bisa terbuka.

"Jangan dipaksa, nanti rusak. Cukup pintu ruang kerjaku saja," tegurnya.

"Pegang ini," ia menaruh ponsel pink itu dalam genggamanku.

"Kamu hanya boleh menelponku saja, karena itu nomor baru, nomor lamamu sudah kuhancurkan, banyak nomor kontak para pria aneh yang tak penting didalamnya."

Aku lemas. Bukannya menyayangkan nomor-nomor kontak yang ia maksudkan, tapi nomor bude Romlah, kalau sudah begini, bagaimana aku bisa menghubungi adik-adikku, aku begitu frustrasi menghadapi pria itu.

"Keluarlah, ambil diktat-diktatmu di ruang dekanmu, aku sudah membayar semuanya termasuk tunggakan SPP-mu."

Aku tidak menjawab, tanganku menekan tombol pintu disampingku, kali ini langsung terbuka.

"Kamu tidak bilang terima kasih?" suara datar itu kembali menginterupsi

Aku merotasi bola mataku malas.

"Terima kasih, tuan," ucapku enggan.

"Ingat, jangan coba-coba kabur, itu pasti sia-sia," imbunya, kembali mengingatkan, sebelum aku menutup pintu.

...***...

"Kesiangan? Pantas tidak kaya-kaya, rejekinya dipatuk ayam duluan!" cibir Anggi, melihat Romlah tetangganya yang baru saja datang dan tengah membuka kiosnya.

Ingin rasa menimpali, tapi Romlah berfikir itu tidak ada gunanya, hanya buang-buang energi, sayang kan pagi-pagi sudah bad mood.

"Aku menunggu Vino dan Vaniza berangkat ke sekolah dulu baru ke pasar jeng," jujurnya kalem, seperti biasanya.

"Oh, mereka masih dirumahmu? Begitu sudah tabiat mereka, dikasih hati, mesti minta jantung, langsung numpang! Saya sudah hafal kelakuan mereka selama ini!" cerocos Anggi bagai kereta api.

Keduanya menjadi pusat perhatian sesama pedagang dan beberapa pembeli yang ada didekat mereka, karena Anggi tidak bisa pelan saat sedang berbicara, selalu saja nyaring dan bertempo tinggi.

"Bukan begitu jeng, si Vina belum pulang, dia..."

"Keluyuran kan?! Dasar anak gadis pemalas! Enak-enakan aja main kesana-kemari, adiknya ditinggal! Nyusahin tetangga aja!" potongnya dengan suara yang semakin kencang.

"Bukan keluyuran jeng, tapi kebetulan baru dapat kerja yang jauh, tidak sempat pulang. Saya malah dikirim uang yang lumayan banyak untuk ongkos kedua adiknya," Romlah gegas menyambung ucapannya yang sempat terputus.

"Heleh! Paling juga kerjaannya yang nggak bener itu! Masa belum sehari kerja sudah dikasih banyak uang? Paling dia menjual diri sama om-om tua yang kesepian, jelek, cebol, dan gendut!"

"Ya ampun jeng Anggi ini, itu keponakannya sendiri lho. Bukannya dicariin begitu tau nggak pulang... eh, malah diomongin yang nggak-nggak. Bibi macam apa itu?" salah satu pedagang yang sudah tidak tahan mendengarnya langsung angkat suara, sambil mengibas-ngibaskan handuk kecilnya kepunggung kirinya yang terasa gatal.

"Heh, laki-laki tua bangka, jangan ikut campur ya!" Anggi yang emosi langsung menunjuk-nunjuk.

"Sudah-sudah, malu dilihat orang," Romlah menegur keduanya. Benar saja, atensi sebagian besar pengunjung pasar sedang menatap mereka dengan berbagai ekspresi.

...***...

🎵Nit-nat-nit-not nitnat-nitnot🎶Nit-nat-nit-not nitnat-nitnot🎵

Bimo menatap layar ponsel jadul yang berkedip-kedip hitam putih, masih mesin yang lama, hanya casingnya saja yang baru ia beli, yang lama sudah ia jatuhkan kedalam tempat sampah didepan mata Vina bererapa menit lalu sebelum gadis itu keluar dari mobilnya.

Sejak kemaren sore, ia sengaja mematikannya, muak melihat nama Heru Mardani terus menelpon tanpa henti.

Ujung ibu jarinya menekan tombol hijau lalu loudspeaker.

📞"Ha-halo Vina, akhirnya..." terdengar suara desahan kelegaan.

📞"Gue cemas, elu menghilang bak ditelan bumi. Pasti gara-gara Riska kan? Maafin ya, gue memang payah... sampai Riska nampar elu kemaren... ini salah gue... gue..."

📞"Jadi yang menampar Vina namanya Riska?"

Hening sejenak.

📞"I-ini siapa?" Terdengar suara kebingungan diseberang sana.

📞"Menurutmu?"

📞"M-maaf Om, saya fikir tadi Vina. Saya Heru Om, ketua HiMa Fakultas Akuntansi. Kami sebentar lagi akan mengadakan bina akrab dengan mahasiswa baru, jadi Vina sebagai wakil saya di HiMa wajib ikut Om. Acaranya di kawasan Lembah Hijau pinggiran kota."

📞"Vina tidak boleh ikut."

📞"Tapi Om, Vina wajib ikut Om, dia bertugas untuk mengenalkan Fakultas kami Om," suara Heru berusaha memberi penjelasan.

📞"Kamu fikir saya tidak tahu apa niat kamu? Jangan coba-coba dekati'n Vina lagi, atau saya kebiri kamu."

Tut.

Bersambung...✍️

Terpopuler

Comments

◄⏤͟͞✥≛⃝⃕💞IntanArmy💜°𝐒⃟: ✿࿐

◄⏤͟͞✥≛⃝⃕💞IntanArmy💜°𝐒⃟: ✿࿐

Astaga aku ampe nyemburin Minum yang lagi aku minum..... 😂😂😁 mulut mut Daddy

2024-12-21

1

Zenun

Zenun

Pedang siapa yang ikut-ikutan ngomong ini kak?

2024-12-21

2

Ikan

Ikan

Ugh sedih banget, sampai harus nanya ☹️

2024-12-21

1

lihat semua
Episodes
1 1. Jadilah Sugar Baby-ku
2 2. Tunggakan
3 3. Diculik
4 4. Aku Sudah Melihat Semuanya.
5 5. Hanya Boleh Menelponku
6 6. Nasihat Murdiono
7 7. Licik.
8 8. Takut Sama Dia
9 9. Ditindas
10 10. Rumah Sakit.
11 11. Diremehkan.
12 12. Gadis Itu Dalam Perlindunganku.
13 13. Berusaha Kabur.
14 14. Aku Membencimu!
15 15. Insiden Kolam Pemandian
16 16. Ke Pesta
17 17. Status Bukanlah Ukuran Sejati.
18 18. Hanya Perduli Kamu
19 19. Jaminan
20 20. Berondong Kaya
21 21. Berondong Kaya si Pembuat Masalah
22 22. Ada Syaratnya
23 23. Belanja Sembako Untuk Yatim Piatu
24 24. Hukuman Untuk Riska
25 25. Kebodohan Yang Memabukan
26 26. Terserah!
27 27. Bergemuruh
28 28. Insiden Anggi
29 29. Sakit
30 30. Izinkan Aku Pulang
31 31. Hanya Ingin Mendapat Bukti
32 32. Pria Matang Penuh Pesona
33 33. Bimo dan Heru
34 34. Jauhi Gadis Itu
35 35. Presidential Suite Viktoria Hotel
36 36. Protes Tentang Dekorasi Kamar
37 37. Mengharapkan Kebaikan
38 38. Penasaran
39 39. Ketiduran
40 40. Daddy!
41 41. Alibi
42 42. Calon Isteri
43 43. Jawabannya Harus Pilihan Yang Pertama
44 44. Rewelnya Bimo
45 45. Pertemuan Pertama
46 46. Menu Makan Malam
47 47. Ada Syaratnya.
48 48. Viktoria Hills
49 49. Rusuhnya Anggi
50 50. Mengungkap
51 51. Tulusnya Marawing
52 52. Tidak Sabar
53 53. Ancaman Marawing
54 Lamaran
55 55. Jatuh Cinta Lagi Di Usia Tua
56 56. Menuai Didikan Sendiri
57 Hari Pernikahan
58 58. Mau Adik Bayi?
59 59. Takut, Tapi Mau
60 60. Berbadan Dua
61 61. Tua
62 62. Adik Bayi Lucu Mau Launching!
63 63. Alvira Dan Alvaro Hardi Dinata
64 64. End
Episodes

Updated 64 Episodes

1
1. Jadilah Sugar Baby-ku
2
2. Tunggakan
3
3. Diculik
4
4. Aku Sudah Melihat Semuanya.
5
5. Hanya Boleh Menelponku
6
6. Nasihat Murdiono
7
7. Licik.
8
8. Takut Sama Dia
9
9. Ditindas
10
10. Rumah Sakit.
11
11. Diremehkan.
12
12. Gadis Itu Dalam Perlindunganku.
13
13. Berusaha Kabur.
14
14. Aku Membencimu!
15
15. Insiden Kolam Pemandian
16
16. Ke Pesta
17
17. Status Bukanlah Ukuran Sejati.
18
18. Hanya Perduli Kamu
19
19. Jaminan
20
20. Berondong Kaya
21
21. Berondong Kaya si Pembuat Masalah
22
22. Ada Syaratnya
23
23. Belanja Sembako Untuk Yatim Piatu
24
24. Hukuman Untuk Riska
25
25. Kebodohan Yang Memabukan
26
26. Terserah!
27
27. Bergemuruh
28
28. Insiden Anggi
29
29. Sakit
30
30. Izinkan Aku Pulang
31
31. Hanya Ingin Mendapat Bukti
32
32. Pria Matang Penuh Pesona
33
33. Bimo dan Heru
34
34. Jauhi Gadis Itu
35
35. Presidential Suite Viktoria Hotel
36
36. Protes Tentang Dekorasi Kamar
37
37. Mengharapkan Kebaikan
38
38. Penasaran
39
39. Ketiduran
40
40. Daddy!
41
41. Alibi
42
42. Calon Isteri
43
43. Jawabannya Harus Pilihan Yang Pertama
44
44. Rewelnya Bimo
45
45. Pertemuan Pertama
46
46. Menu Makan Malam
47
47. Ada Syaratnya.
48
48. Viktoria Hills
49
49. Rusuhnya Anggi
50
50. Mengungkap
51
51. Tulusnya Marawing
52
52. Tidak Sabar
53
53. Ancaman Marawing
54
Lamaran
55
55. Jatuh Cinta Lagi Di Usia Tua
56
56. Menuai Didikan Sendiri
57
Hari Pernikahan
58
58. Mau Adik Bayi?
59
59. Takut, Tapi Mau
60
60. Berbadan Dua
61
61. Tua
62
62. Adik Bayi Lucu Mau Launching!
63
63. Alvira Dan Alvaro Hardi Dinata
64
64. End

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!